Share

Kian dan Kisah Patah Hatinya

-Kian dan Kisah Patah Hatinya-

"Kau mau ke mana?" tanya Vanilla.

"Aku perlu ke kantor karena selama satu minggu ke Jogja," ucap Kian.

Vanilla berseloroh, "Seorang bos juga perlu ke kantor?" Dulu Anin pernah bercerita bahwa Kian mendirikan perusahaan periklanan yang sekarang menjadi sangat besar. Perusahaan Kian berada di pusat kota dengan gedung kantor yang tinggi menjulang. Ia selalu berhasil menjalin kontrak dengan perusahaan besar juga dengan artis-artis papan atas. 

"Kau pikir bos malah bisa berleha-leha di rumah?"

Vanilla mencibir, "Ya tidak akan seberat pekerja seperti aku, kan."

"Nah, tentang itu, lebih baik kau berhenti saja kerja di kafe," kata Kian tanpa menatap Vanilla. Ia tetap sibuk dengan sarapan dan tabletnya.

Vanilla terkesiap. "Lho kenapa? Aku suka kerja di sana."

"Sekarang kau istri Kiandio Reynand. Kau kan bisa membeli apa pun yang kau mau."

"Tapi setahun lagi ketika aku tidak lagi menjadi istrimu bagaimana? Seperti katamu, aku membutuhkan uang untuk memeriksakan nenekku. Walaupun hanya pekerja di kafe, tapi bayarannya memuaskan, lingkungan kerjanya juga menyenangkan."

"Setahun lagi kau juga akan menjadi pemilik saham di perusahaan Ega, kan."

"Iya, kan setahun lagi. Jika tidak bekerja aku pasti bosan di rumah. Aku ingin tetap bekerja. Karena kita tidak dalam kondisi pernikahan yang normal, sepertinya kau tidak bisa mengaturku."

"Aku tidak mengaturmu. Memang benar tidak berhak. Hanya saran saja." Kian kembali menyantap sarapannya sebelum melanjutkan. "Apakah setahun lagi kau akan langsung menikah dengan Ega?"

"Tentu saja. Aku akan menyemangati dan menemaninya hingga sembuh. Lalu setahun lagi setelah kontrak kita selesai, aku akan menikah dengan Ega. Jika bagian perusahaan yang diberikan padaku harus dikembalikan, aku tak masalah. Asal aku bisa menikah dengan lelaki yang kucintai."

"Tapi kau harus mencari Ega dulu, bukan. Lalu membujuk Tante Rosa agar mau menerimamu menjadi menantunya."

"Yah, walaupun sepertinya tidak mudah, itulah perjuangan."

Pembicaraan terhenti. Mereka sibuk dengan piring masing-masing. 

Bik Sri masuk dari belakang rumah sambil membawa buah stroberi ranum.

Vanilla tertarik. "Wah, Bik, sepertinya stroberinya enak."

"Iya ini saya petikkan untuk Mbak Vani. Kata Mas Kian, Mbak Vani sangat suka stroberi. Di kebun belakang banyak tanamannya. Sudah lama saya menanam ini." Bik Sri meletakkan keranjang dengan stroberi yang sudah dicuci di hadapan Vanilla.

Vanilla mengerutkan kening memandang Kian. Tetapi yang dipandang malah tak acuh sambil meminum kopinya lamat-lamat.

"Aku berangkat dulu." Kian mengambil jasnya dan memakainya. 

Lalu ketika ia akan berlalu, Bik Sri berkata, "Tidak usah malu-malu Mas Kian dan Mbak Vani. Anggap saja saya tidak lihat." Bik Sri tersenyum jail. Bik Sri pasti tidak tahu bahwa tuannya itu menikah hanya untuk menggantikan sahabatnya. Bukan pernikahan yang dilandasi cinta seperti yang Bik Sri bayangkan.

Namun, yang tak diduga, Kian mendekati Vanilla, meletakkan tangannya yang besar di pipi Vanilla, dan tiba-tiba mencium pipi Vanilla ringan. "Aku berangkat dulu, Sayang," ucap Kian dengan kata 'sayang' penuh penekanan. Seperti mengejek.

Vanilla masih tertegun sambil memandang punggung Kian yang semakin jauh keluar dari rumah.

"Apa-apaan dia?!" teriak Vanilla dalam hati. Dia sampai harus berpura-pura di depan semua orang. Hm, pasti tidak mudah. Ini masih di depan Bik Sri. Bagaimana jika nanti orangtua Kian yang ke sini?

Bik Sri masih saja tersenyum. "Saya beneran suka Mbak Vani ada di sini. Akhirnya menikah dengan Mas Kian. Rumah ini jadi tidak terlalu sepi. Tiap hari di sini seperti hanya ditinggali oleh saya dan suami. Karena Mas Kian gila kerja. Jarang ada di rumah."

"Sebelum menikah denganku, apa Kian punya pacar, Bik?" Tiba-tiba rasa penasaran Vanilla muncul. Bukan karena apa-apa. Hanya saja, ia sedang longgar dan tak bisa mengerjakan kesibukan apapun.

"Punya, Mbak. Sebelum akhirnya menikah dengan Mbak Vani, Mas Kian punya pacar. Namanya Mbak Laras. Ia sering ke sini. Masih sering juga ke sini, membujuk untuk kembali dengan Mas Kian. Tapi Mas Kian menolak."

Vanilla bertanya-tanya dalam hati. Bagaimana hubungan Kian dan Ega juga keluarganya. Sekali Ega berucap, Kian langsung memberikan segalanya. Sampai mencampakkan kekasihnya juga.

Bik Sri seperti mengingat-ingat. "Saya sudah ikut dengan keluarga Mas Kian sejak mama Mas Kian menikah. Hingga saya ikut Mas Kian pindah ke rumah ini. Dulu sih, ketika SMA, bahkan sebelumnya, banyak sekali gadis-gadis yang suka menelpon ke rumah. Atau malah datang ke rumah. Jelas-jelas mendekati Mas Kian. Sampai mamanya Mas Kian bilang 'Kamu itu jangan terlalu mencolok. Biar tidak ada lagi gadis-gadis yang mengejarmu sampai ke sini'."

"Wah, Kian memang populer, Bik waktu SMA."

"Lho Mbak Vani kok tahu?"

Vanilla tersenyum, "Saya teman SMA Kian, Bik. Lalu kuliah, kami mengambil jurusan yang berbeda walaupun masih satu kampus. Oh ya, Bik, hanya gadis-gadis yang suka Kian? Tak ada pacar?"

"Pernah Mas Kian seperti patah hati. Dia menyukai teman SMA-nya. Patah hatinya kenapa, saya dan mamanya Mas Kian tidak tahu. Aneh pokoknya ketika bulan-bulan patah hati itu. Mas Kian tidak mau keluar kamar. Makan hanya sesekali kalau mamanya memaksa. Tidak mau main. Suram sekali rumah ini. Setiap ada yang mendekati kamar Mas Kian, entah kakak atau adiknya pasti langsung dibentak oleh Mas Kian."

Bik Sri duduk di samping Vanilla dan melanjutkan ceritanya. "Lalu suatu hari Mas Kian membawa gadis cantik rambut sebahu. Sekeluarga ikut senang. Akhirnya cintanya dibalas. Mas Kian sudah seperti biasa lagi. Tapi hanya sampai kuliah awal-awal. Lalu gadis itu tak pernah lagi datang. Dan rumah kembali didatangi gadis-gadis yang mengejar-ngejar Mas Kian."

Gadis berambut sebahu. Itu pasti Anin. Dulu dia mempunyai rambut sebahu. Jadi, sejak dulu Kian menyukai Anin. Sempat patah hati juga, pasti ketika Anin masih pacaran dengan mantannya. Lalu Anin menerima cintanya. Dan mereka pacaran. Wah. Jika perjuangan Kian mendapatkan Anin sangat tidak mulus, kenapa malah berselingkuh dari Anin.

Vanilla sangat membenci orang-orang yang berselingkuh dan berkhianat. Itu mengingatkannya dengan ayah kandungnya. Membuang ibu dan Vanilla untuk berselingkuh. Hingga akhirnya ibunya meninggal dalam keputusasaan. Sudah seperti itu pun ayahnya tidak merasa bersalah. Tidak berusaha mencari Vanilla walaupun dirinya dan neneknya akhirnya terlunta-lunta. 

Banyak hal yang ia alami agar bisa hidup. Neneknya bekerja mati-matian untuk menghidupi dirinya juga Vanilla. Maka dari itu, Vanilla tak bisa memaafkan ayahnya, juga orang-orang yang berselingkuh di luar sana.

Kata orang, jika orang sekali berselingkuh pasti akan melakukan hal yang sama kembali. Anin diselingkuhi. Lalu perempuan yang menjadi pacar Kian sebelum menikah dengannya juga dicampakkan begitu saja. Untung saja, Vanilla hanya menikah kontrak. 

Vanilla sungguh merasa kasihan dengan para perempuan yang telah jatuh hati kepada Kian. Mereka semua telah menyerahkan hati pada lelaki yang salah.

Untung saja Vanilla jatuh hati dan menjalin kasih dengan Ega, seorang lelaki tampan, pekerja keras, bertanggung jawab. Lelaki sempurna yang menerima Vanilla sepenuh hati walaupun ia adalah perempuan penuh kekurangan.

Tanpa diduga siang hari Kian telah pulang. Ia mencari Vanilla dan mendapati perempuan itu tengah berbaring di ayunan yang ada di taman rumah Kian. Matanya tertutup, tangannya ia tumpukan ke dahinya. 

"Kau sedang apa?" tanya Kian dari atas kepala Vanilla.

Vanilla menjawab malas, tanpa membuka matanya. "Menikmati menjadi orang pengangguran." Lalu ia bangun dari rebahannya. "Makanya aku ingin tetap bekerja. Karena aku tidak terbiasa berdiam diri begini. Bosannya setengah mati."

Kian tersenyum. Vanilla tertegun. Ternyata senyuman Kian manis. Membuat wajah kaku Kian sedikit melunak. "Ayo ikut aku."

"Ke mana?" Vanilla mulai tertarik. Ia benar-benar bosan sedari tadi ia tidak berguna di rumah.

"Sudah ikut saja."

Vanilla berganti pakaian. Kian berpesan agar ia berpakaian yang santai saja. Jadi ia mengenakan kulot hijau sage dan kemeja linen lengan pendek. 

Ia kelur dari kamar dan sudah mendapati Kian juga telah berganti pakaian. Ia sudah menanggalkan jas dan kemejanya. Menggantinya dengan kaos dan celana kino. Sepatu pantofelnya sudah berganti menjadi sepatu kets. 

Kian membukakan pintu penumpang di samping kursi pengemudi. Vanilla masuk dan memandang Kian yang berjalan di depan mobil. Menuju kursi pengemudi. Vanilla menatap ke depan, melirik Kian yang tak juga menjalankan mobilnya. Kian tengah memandangnya. "Apa? Kenapa kau memandangku begitu?"

Tiba-tiba tubuh Vanilla membeku ketika Kian bergerak mendekat semakin lama semakin dekat. Vanilla menutup mata sambil membuang wajahnya. Kian menjentikkan jari panjangnya ke dahi Vanilla. "Kau sedang apa?"

Vanilla membuka mata. Jarak wajah Vanilla dan Kian hanya terpaut beberapa senti. Lalu terdengar bunyi klik dari samping tubuhnya.  Kian berkata sambil tidak bisa menyembunyikan senyumnya, "Apakah kau pikir aku akan menciummu?" 

Vanilla terbata-bata, "Tentu saja tidak. Siapa juga yang berpikir begitu. Aku bukan perempuan mesum. Aku tahu kok kalau kau akan memasangkan sabuk pengamanku." Vabilla membuang wajah. Menghadap jendela samping mobil dan tidak menggubris tawa Kian yang meledak.

Wajah dan telinga Vanilla memerah karena malu.

-bersambung- 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status