Share

Istri Simpanan Sang Aktor
Istri Simpanan Sang Aktor
Author: LeneRina

Gundik Pembawa Petaka

“Kenapa ponsel Mas Jeremy tidak aktif sejak kemarin? Ada apa dengan dia?”

Dona berjalan mondar-mandir sambil terus mencoba menghubungi suaminya itu. Sepengetahuan Dona, suaminya itu sedang berada di luar kota untuk mengurusi cabang bisnisnya. Namun tiba-tiba saja suaminya itu sama sekali tidak bisa dihubungi.

Dona sudah mencoba mengubungi beberapa orang kepercayaan suaminya yang ada di kantor, namun jawaban mereka seakan sudah terdikte dengan baik. Mereka sama-sama mengatakan tidak mengetahui kemana suaminya itu.

“Ada apa, Nduk? Ibu lihat kamu dari tadi gelisah terus,” tanya Desi, ibunda Dona yang berjalan begitu pelan dari arah dalam rumahnya.

Sudah setahun ini kesehatan ibunda Dona semakin menurun. Atas persetujuan Jeremy, Dona meminta ibunya agar tinggal bersama dengan mereka. Dia ingin merawat orangtua satu-satunya itu. sayangnya, disaat Dona sedang fokus pada kesehatan jantung ibunya yang mulai melemah, sikap Jeremy malah mulai berubah. Padahal meskipun Dona sibuk mengurus ibunya, dia sama sekali tidak pernah mengabaikan kebutuhan suaminya.

“Nggak ada, Bu. Dona sedang menghubungi Mas Jeremy tapi ponselnya tidak aktif. Mungkin Mas Jeremy terlalu sibuk sampai lupa mengisi daya ponselnya, Bu,” jawab Dona berusaha menenangkan hati ibunya, sekaligus dirinya sendiri.

“Kamu sedang hamil muda, Nduk. Jangan banyak pikiran berat. Itu sangat berpengaruh dengan janin kamu. Doakan saja suamimu selalu sehat di sana.”

“Iya, Bu.” Dona menganggukkan kepalanya sambil tersenyum ke arah ibunya itu.

Apa yang dikatakan oleh ibunya memang benar, namun hal itu sama sekali tidak bisa menghentikan kekhawatiran di dalam hati Dona. Entah kenapa kali ini kegelisahannya terasa begitu kuat. Firasatnya begitu buruk, entah apa yang sedang terjadi pada suaminya disaat mereka sedang terpisah jauh seperti saat ini.

 “Ayo kita masuk, Bu” ucap Dona sambil menggandeng lembut tangan ibunya dan menuntunnya pelan.

Baru beberapa langkah, tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan halaman rumahnya. Dona dan Desi serentak menghentikan langkah mereka dan melihat ke arah mobil yang datang itu.

“Itu sepertinya Nak Jeremy. Sama siapa dia datang, Nduk?” tanya Desi pada putrinya saat melihat menantunya keluar dari dalam mobil mewah itu bersama dengan seorang wanita cantik dan seksi bak seorang model.

Dona terdiam mematung. Melihat wanita cantik itu berjalan bersama dengan suaminya membuatnya merasa begitu cemburu. Tentu saja, tak lama kemudian tangan lentik nan gemulai itu tanpa canggung sama sekali menggelayut manja di lengan suaminya.

“Bu,” ucap Jeremy sedikit membungkuk meraih tangan ibu mertuanya kemudian mencium punggung tangan mertuanya itu.

Desi menatap nanar menantunya itu. kehadiran wanita canti dengan bahasa tubuh yang tidak wajar padamenantunya itu membuat dia bisa merasakan keresahan dan sakit di dalam hati putrinya.

“Bukannya kamu sedang ada di luar kota? Sejak tadi Dona menelponmu tapi nomor ponsel kamu tidak aktif,” ucap Desi pada menantunya itu.

“Kami datang ke sini memang ingin menyampaikan sesuatu hal yang penting,” jawab Jeremy dengan wajah yang tenang.

“Ka-kami?” tanya Dona sambil mengernyitkan keningnya.

“Don, perkenalkan. Ini Jihan, calon istriku. Dia akan menjadi adik madumu. Besok kami akan melangsungkan pernikahan di Hotel Horizon. Kamu dan Ibu silahkan hadir jika kalian ingin ikut merasakan kebahagiaan kami.”

Bagaikan sebuah petir yang menyambar di siang bolong. Tanpa hujan, tanpa angin. Nada bicara Jeremy begitu tenang namun terasa riuh menusuk perasaan Dona.

“M-Mas mau menikah lagi?” tanya Dona ulang.

“Iya. Ini undangannya. Datanglah, ajak ibu.”

Tanpa rasa bersalah Jeremy memberikan selembar undangan dengan foto prewedding dirinya dan Jihan yang entah kapan mereka lakukan dibelakang Dona.

Kedua mata Dona nanar menatap undangan yang masih menggantung dalam genggaman tangan suaminya itu. Belum sempat tangannya meraih undangan itu, tiba-tiba terdengar suara sesuatu yang terjatuh di dekatnya.

“Ibu!” teriak Dona begitu melihat tubuh ibunya telha terbaring tak sadarkan diri di lantai.

Beberapa asisten rumah tangga yang melihat kejadian itupun dengan sigap membantu mengangkat tubuh  Desi dari lantai.

“Bawa masuk ke mobil saya. Bik Arum ikut saya ya. Kita bawa ibu ke rumah sakit,” ucap Dona dengan panik.

Seorang asisten rumah tangga tampak berlari membawa sebuah kunci mobil dan membuka pintunya agar tubuh Desi bisa segera masuk ke dalam.

Dona bergegas mengambil kunci itu dan masuk ke dalam bagian kemudi. Dia sama sekali tidak mempedulikan Jeremy dan gundiknya yang sama sekali tidak bergeming membantu ibunya yang sedang pingsan di depan mereka.

Dona berusaha mempercepat laju mobilnya. Wajah ibunya terlihat semakin pucat dan masih tak sadarkan diri. Begitu tiba di ruang gawat darurat rumah sakit, Desi langsung diperiksa intensif oleh dokter. Dilihat dari gerakan mereka yang begitu cepat dengan wajah yang begitu serius, jelas Ibunda Dona dalam keadaan mengkhawatirkan.

Sekitar lima belas menit kemudian, dokter yang menangani Desi datang menemui Dona yang terlihat gelisah.

“Bagaimana keadaan ibu saya, Dokter?” tanya Dona dengan panik.

“Maaf, Bu. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Nyawa pasien tidak bisa tertolong. Pasien mengalami serangan jantung yang membuat jantungnya mendadak berhenti berfungsi.”

Tubuh Dona bergetar hebat. Belum ada satu jam sejak kabar buruk yang diterimanya dari suaminya, kini dia juga harus menelan pil pahit kehilangan ibu yang sangat dicintainya. Kepala Dona tiba-tiba terasa begitu pusing. Perutnya terasa begitu nyeri. Ada sesuatu yang mengalir diantara kedua kakinya.

“Ibu sedang hamil?” tanya dokter begitu melihat darah segar mengalir diantara kaki Dona.

Dona menganggukkan kepalanya pelan sembari menahan rasa sakit di perutnya. Tak lama kemudian seluruh dunia terlihat gelap. Dona tidak tahu apa lagi yang terjadi

Begitu tersadar, Dona merasakan sakit dibagian perutnya. Kepalanya juga masih terasa begitu sakit.

“Berbaringlah. Kamu baru saja dikuret karena keguguran,” ucap seorang wanita yang berdiri di samping Dona sambil tersenyum sinis.

“Keguguran? Anakku tidak ada?” balas Dona tergagap sambil memegangi perutnya.

“Kalian benar-benar merepotkan. Aku dan Mas Jeremy akan menikah besok tapi hari ini kami masih harus sibuk mengurus kamu dan pemakaman ibu kamu. Memang benar kata Mas Jeremy, kamu itu istri yang tidak berguna, Dona!”

Hati Dona terasa teriris. Suaminya akan menikah lagi, ibunya meninggal dunia dan sekarang dia masih harus kehilangan janin yang sedang di kandungnya. Dia masih juga harus mendengar ucapan tajam dari perempuan perebut suaminya.

“Jaga mulutmu, Jihan! Jika bukan karena kamu, ini semua tidak akan terjadi!” kedua tangan Dona mengepal kuat. Suaranya terdengar bergetar. Buliran bening itu membendung di sudut matanya.

“Aku yakin setelah ini Mas Jeremy akan segera menceraikan kamu. Untuk apa dia mempertahankan wanita malang seperti kamu! Aku yang akan menjadi Nyonya di dalam hidup Mas Jeremy. Istri dari seorang pengusaha terkenal dan ternama.”

“Tidak akan ada kebahagiaan yang akan kalian rasakan setelah dzolim yang kalian perbuat kepadaku!”

Jihan terkekeh sambil berdecih. “Kita lihat saja nanti. Siapa yang akan tertawa bahagia diakhir cerita ini, Dona. Sudahlah, aku harus istirahat sekarang. Besok aku harus tampil cantik di hari pernikahan aku dan Mas Jeremy.”

Dona menatap tajam punggung Jihan yang perlahan menghilang dari pandangannya. Tangis yang sejak tadi ditahannya akhirnya pecah. Air matanya menganak sungai di kedua pipinya.

“Tidak akan aku biarkan kalian hidup bahagia setelah semua kehilangan ini. Sisa hidupku akan aku habiskan untuk membalaskan semua kesakitan ini. Bagaimanapun caranya!”

***

Keesokan harinya, dengan langkah yang begitu pelan, Dona memaksakan dirinya yang masih belum begitu pulih untuk datang ke makan ibu dan anaknya.

Tangisnya pecah begitu melihat dua gundukan tanah yang masing-masing tertancap batu nisan. Kini dirinya benar-benar sebatang kara. Tidak ada lagi penyemangat yang membuatnya tersenyum.

Tak lama kemudian, seorang laki-laki yang merupakan salah satu orang kepercayaan suaminya di perusahaan datang menemui Dona.

“Bu Dona, Pak Jeremy mengalami kecelakaan hebat saat akan menuju ke hotel dimana acara pernikahannya digelar. Namun saat Pak Jeremy dibawa ke rumah sakit, nyawanya sudah tidak bisa tertolong.”

Tatapan Dona masih terus terpaku dengan deretan gundukan tanah dimana kedua orang tersayangnya telah terbaring di dalamnya.

“Secepat itu?” gumam Dona sambil berdecih.

“Aku harus pulang untuk menguburkan jasad suamiku.” Dona membalikkan tubuhnya.

“Tapi Bu Jihan sudah terlebih dulu meminta agar jasad Pak Jeremy dibawa ke rumahnya.”

“Aku adalah satu-satunya istri sah Mas Jeremy. Tidak ada perempuan lain yang berhak atas Mas Jeremy dan semua yang dimilikinya selain aku sendiri. Bawa jasad Mas Jeremy ke rumah kami dan larang perempuan itu datang!”

“Baik, Bu.”

Dona melangkahkan kakinya menuju ke mobilnya.

“Aku tidak menyangka secepat ini kamu menuai semua kepahitan yang kamu tabur, Mas. Bahkan kamu belum sempat menikahi gundikmu itu. Aku sangat lega mendengarnya, setidaknya tugas dendamku telah berkurang. Aku hanya tinggal membalaskan kepedihan ini pada gundikmu yang tidak tahu diri itu!”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Salsabilla Kim
ceritanya menarik ... aku udah mampir ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status