Happy Reading.
"Jadi sampai kapan kamu akan memelukku?" tanya Damara sembari mendengus malas.Arron tersenyum. Mendorong pelan Damara yang terlihat tak senang, bahkan tak tergoda oleh wajahnya yang rupawan. Sempurna, tapi mata indah Damara sama sekali tak menunjukan ketertarikan sejak awal.Cup!Arron mengecup jidat Damara pelan. Kemudian mengelus-elus surai Damara yang beraroma buah."Sampai bertemu esok!""Iya. Selamat tinggal, semoga perjalanannya tidak berjalan lancar.""Damara…"Belum sempat Arron melanjutkan kata-katanya untuk membalas perkataan tidak sopan Damara. Dia—Gadis bersurai hitam panjang itu justru kabur dari Arron sembari menjulurkan lidah, dan menarik satu kantong matanya ke bawah. Jelas mengejek Arron.Bukan marah, hati Arron justru tenang. Karena orang yang selama ini ia cari, ada dalam genggamannya.Sedang sang ayah hanya bisa terdiam di tempatnya melihat interaksi Arron pada Damara, yang sedikit berbeda dari sebelumnya. "Hm, menarik!" kata ayahnya sebelum menghampiri Damara.***Saat Arron pergi dengan kereta kuda mewah, berukiran naga yang dipahat dengan detail.Damara justru adu mulut dengan ayah dan ibunya lagi."MENIKAH? ESOK, TIDAK!""Damara, ayah dan ibu membesarkanmu menjadi sangat cantik. Bukan untuk melawan kami," ujar ayah mengingatkan. "Lagi pula kalian baik-baik saja…""DIA SEORANG PEMBUNUH, AYAHHH!"Sontak ayah dan ibunya terdiam. Saling tatap satu sama lainnya. "Kalian mau membunuhku?""Arron tidak melakukan itu!""Kalian tau itu. Tapi tak mau percaya! Apakah aku harus menghilang dari dunia ini, atau kembali hanya tinggal nama baru kalian percaya kalau Arron bukanlah pria yang baik?!" Mereka diam. Damara tersenyum paksa. "Jika aku dibesarkan untuk ditumbalkan, mengapa kalian memungutku?"Setelah mengatakan itu, Damara keluar dengan kekecewaan. Ayah dan ibunya membiarkan putri mereka itu sendiri, agar ia dapat meluapkan kemarahannya.Namun saat Damara keluar dari gerbang utama rumahnya. Seseorang menarik tangannya, masuk ke dalam sebuah kereta."Apa yang…Arronnn!"Bukannya senang, Damara semakin panas dingin. Hampir sulit mengendalikan amarahnya yang meluap-luap.Bukh! Bukh! Bukh!Pintu kereta menjadi sasaran pelampiasan, tidak peduli akan darah dan luka yang tercipta akibat hatamanan itu. Damara merasa berantakan, matanya berkaca-kaca karena marah saat menatap ke arah Arron.Tapi Arton hanya diam."Sudah tenang?" Arron bertanya dengan raut wajah datarnya."Hentikan keretanya!" minta Damara."Kalau aku tidak mau bagaimana?""Tuan Arron, yang tidak terhormat. Tolong hentikan keretanya. Apakah saya harus berlutut agar kau mau membuka keretanya?"Kali ini tidak ada tatapan seorang putri yang mudah tertindas, melainkan seorang penjahat yang mencoba untuk mengintai lawannya.Saling tatap selama beberapa saat, kereta pun berhenti. Dan kereta kuda terbuka dengan sendirinya, namun saat Damara melangkah keluar. Tubuhnya abruk oleh asap putih yang tiba-tiba muncul di depannya."Sebelum malam tiba, pastikan pengantinku sudah siap…"Kalimat terakhir yang dia dengar, sebelum penglihatannya semakin buram. Hingga kegelapan menyambut tubuh yang tak berdaya itu.***Cahaya lampu dan derap langkah dari banyak orang. Membangunkan gadis yang terbaring di atas tempat tidur, dengan riasan full make up. Bunga di rambutnya, dan gaun putih panjang yang melekat di indah di tubuhnya."Aish, pria brengsek itu!"Menarik keluar gaunnya, Damara berjalan kearah jendela. Membukanya, tanpa ragu melompat dari ketinggian 4 lantai dengan mudahnya mendarat di atas tanah."Mau memaksaku? Kerahkan dulu 1000 pasukan, baru bisa menangkapku hahaha!"Rasa kesal, berganti rasa senang. Meski dibohongi ayah dan ibunya lagi, tapi Dia—Damara, justru bersyukur karena bisa melihat kota Hilike yang begitu indah."Tapi aku tidak berniat tinggal disini!" Gumamnya. Sebelum….BOAMMM!!!Bersambung….Happy Reading BOAMMM! Bukh! Damara jatuh membentur tembok karena ledakan yang diduga terjadi karena adanya pergerakan. "Lokasi ini berbahaya!"Mata Damara menganalisis jejak darah yang melekat di sepanjang tembok perumahan dan jalanan daerah yang sepi. Tap! Tap! Tap! "Lihatlah, siapa yang menginjak perangkap kita hahaha.""Seorang gadis cantik!" Pria berpakaian serba ungu itu jelas adalah pembuat onar di kota ini, yang hobinya menculik dan merampok. "Bagaimana kalau kita berbagi saja, sisa pun tak masalah!""Kalian mau memakanku?" tanya Damara sok polos. "Tidak, tapi bagaimana kalau kita bermain-main saja?" mereka tertawa menatap dada dan paha Damara yang terekspos. Robek karena ledakan. "Ide bagus!"Dari dinding belakang Damara, muncul makhluk mengerikan yang langsung menerkam mereka. GRAWWWWW! ***Tak lama kemudian pasukan pertahanan Hilike, yang ketuai oleh Lycus Achilles. Pria bersurai merah yang dikenal karena senyuman indah namun mematikan itu justru sedang terkeju
Happy Reading. Seminggu berlalu sejak hilangnya Damara. Lycus selalu membantu menyiapkan semua keperluan Damara, dan itu yang membuat Arron tak tenang. "Bagaimana bisa, seorang gadis dari desa kecil. Tak bisa kalian tangkap!" Pimpinan utama, ayah Arron. Tuan besar Charon Ferry Mycena. Tegah emosi. Hadir juga ayah dan ibu dari Damara. "Aku akan mencarinya sendiri!" putus Arron tak tahan lagi. ***Pasar Helike. Yang penuhi prajurit yang mencari Damara, justru melewati gadis yang mereka cari beberapa kali. Lycus hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, melihat betapa bodohnya prajurit yang utus Arron. "Lapar, nih. Biar tidak pusing selama mencari!" beri Damara pada para prajurit. Menyodorkan buah-buahan segar, yang ia beli dengan uang Lycus. "Terima kasih.""Sama-sama. Semoga kalian berhasil menemukan gadis sialan itu.""Ya, semoga ia dihukum penggal karena telah menyusahkan kami."Damara mengangguk-anggukan kepalanya setuju. "Hm, lebih bagus digantung dan dikuliti. Kan, kasihan ka
Happy Reading. Karena ulah Damara, Arron harus mengurusi masalah petisi. Dan surat permohonan hukuman mati yang pantas untuk Damara.Sedang gadis itu, merasa bosan berada dalam kamarnya. "Bosan, aku lapar!" katanya saat matahari sedang berada di puncak-puncaknya. Bangkit dengan sekuat tenaganya. Melangkahkan kakinya untuk mencari makan. Tapi saat ia berada di depan pintu dapur, Damara justru tersenyum mengejek saat mendengar kata-kata seorang pelayan. "Siapapun yang merebut tuan Arron akan mati!""Benar, gadis itu juga harus diberi pelajaran!"Tanpa ragu. Damara masuk. "Benar, dia harus diberi pelajaran. Tapi dengan cara apa? Em, kita racuni saja makanannya. Atau letakan minyak di depan kamarnya!" saran Damara dengan raut wajah penuh sindiran pada pelayan-pelayan tidak tahu posisi. "Ck! Kau akan mati Nona yang sok, cantik!""Aku memang cantik, kenapa, takut tersaingi?""Kau…kita lihat saja nanti, siapa yang akan menang?""Aku tidak bersaing dengan wanita tua sepertimu, kalau mau.
Happy Reading. "Nona?!"Para pelayan berteriak, tapi Damara yang sudah 2 jam dalam kamar mandi. Tak kunjung keluar, pasalnya hari semakin malam. Dan itu tak baik bagi tubuh Damara. Sesaat setelah para pelayan yang berseteru dengan Damara tadi siang masuk, dan langsung mendobrak pintu. Menguncinya dari dalam. Yang lainnya berjaga, sedang pelayan perempuan yang paling tua masuk. Terkejut saat melihat tubuh Damara yang tanpa pakaian, terendam di dalam air. Penuh dengan luka lama dan baru. "Apa ini? Bukankah kau bilang mau bersaing denganku?!"Damara yang sedang tertegun akhirnya sadar. Menatap bingung ke arah wanita tua itu, sebelum menatap ke arah pintu yang masih terkunci. "Apa kau hantu!""Nona, ini sangat dingin."Damara malah tersenyum. "Tidak apa-apa, airnya hangat. Aku akan baik-baik saja!" kata Damara. "Hah, tidak peduli seberapa buruk dan kuatnya Anda. Tapi apa yang saat ini sedang Anda lakukan sangatlah tidak benar!" tegurnya sebagai wanita yang jauh lebih paham soal baik
Happy Reading. "Damara?!" panggil Arron sembari tersenyum pada gadis yang terlihat terkejut. Sebelum Arron mengulurkan tangannya pada Damara.Disambut dengan sangat baik."Hehehe, ini…""Baru sebentar. Kenapa kamu tidak bisa diam di tempatmu? Senang merepotkanku?" tanya Arron cukup dekat. Tetapi Damara terdiam tak berkutik karena kali ini, ia memang salah. ***Di kediaman Arron, bukannya membawa Damara ke kamar. Arron malah membawa Damara ke dalam sel penjara bawah tanah. "Serius? Kau mau meninggalkanku disini?"Arron tersenyum smirk, tak menjawab malah berbalik meninggalkan Damara di dalam penjara. "Renungkan kesalahanmu?""OH, SEKARANG BARU MENUNJUKAN WUJUD ASLIMU?!" teriak Damara dengan wajah kesalnya pada Arron. "HEI, KENAPA TIDAK MENJAWAB?!"Tak lama kemudian, pelayan tua yang selalu menasehati Damara muncul dengan minuman di tangannya. Bersama dengan beberapa prajurit penjaga. "Eh, mau melepaskanku ya?"Damara senang saat melihat pelayan itu membukakan pintu penjara, dan ma
Happy Reading. "Mau kemana?" DEG! ***Harusnya Damara tau kalau ini hanya jebakan Lycus. Tikus sialan itu, sebab Arron sedang menunggunya di tangga keluar penjara. "Ku bantu!" tawar Arron sambil mengulurkan tangannya pada Damara, menatap Damara penuh harap. Sebelum dibalas Damara dengan baik. Menggendong. Arron membawa Damara sejauh-jauhnya dari wilayah Hilike, menuju ke arah timur. Ke tempat dimana Lycus tak akan menemukannya. Lama perjalanan. Arron akhirnya sampai ke tanah 1000 manfaat, disebut demikian karena ditumbuhi pohon Elm. Yang memiliki banyak sekali manfaat. "Kenapa membantuku?""Karena aku suka.""Suka menyusahkanku!" sambung Damara. Berjalan, menelusuri tempat baru yang baru ia kunjungi. Tempat yang beraromakan mint dan herbal, menyatu menjadi satu. Luka di tubuh Damara seakan diobati, dingin, sejuk, sangat nyaman bagi tenggorokan. Lupa kalau Damara menghirup dalam-dalam udara disekitarnya, sambil memejamkan matanya tenang. "Kau senang?" pertanyaan yang membua
Happy Reading. Karena sikap dan cara bicara Damara yang begitu pandai mengambil hati, dan mengubah segala topik yang menyudutkannya. Akhirnya Damara dibebaskan tanpa syarat, oleh sang pimpinan. Namun siang harinya. Damara menghilang…. ***"Temukan Damara!"Pasukan pertahanan dan pasukan dari Arron dikerahkan untuk mencari Damara. RAUUUU! Namun para Faycon tiba-tiba menyerang, mengepung setiap, jalan masuk dan keluar para prajurit. Makhluk berpenampilan mengerikan dengan berbagai bentuk dan ukuran, bahkan ada yang menyerupai pohon dan manusia biasa. Namun dengan kekuatan yang mengerikan. GRRRR! Erangan, disertai penyerangan yang membabi buta. Tak akan pernah ada habisnya, meski Faycon yang sekarang melemah. Tapi tubuh mereka abadi sampai sang Alpha ditaklukan, barulah mereka akan berhenti. "Tuan ada yang aneh!"Para para prajurit sadar akan situasi saat ini. Arron dan Lycus pun demikian. "Mereka tidak mencoba untuk menyerang, tetapi mencoba untuk masuk ke gedung utama! Adakah
Happy Reading. Damara menghentikan penyerangan atas perintah dari Arron dan Lycus secara terpaksa. Setelah selesai, ia menatap ke arah Arron dan Lycus bergantian sembari menghembuskan nafasnya kasar. "Kita pulang sekarang?" tanya Arron sambil mengulurkan tangannya pada Damara. Yang disambut dengan sangat baik. Melingkarkan tangannya pada pinggang Damara, Arron membawa dia pergi. Diikuti Lycus di belakang mereka. Dalam perjalanan. Damara melihat kekacauan yang ia buat, cukup parah, cukup meninggalkan trauma bagi rakyat. "Belum sampai sehari, kota ini terlihat berantakan ck!" Arron dan Lycus yang mendengarnya hanya diam, tau sikap Damara tapi tidak mengetahui rencana yang ia buat. Sampai di kediaman. Arron menurunkan Damara perlahan-lahan, yang langsung disambut oleh para pelayan dan prajurit yang mengenal Damara. "Astaga, Nona apakah kau baik-baik saja? Kau tidak terluka kan?"Arron membiarkan Damara menghadapi kekhawatiran orang-orang. Yang tidak dimengerti oleh Damara. Saat