Share

Istri Kedua Tuan Farraz
Istri Kedua Tuan Farraz
Author: RidaFa05

Bab 01. Rumah Sakit

Di sebuah salah satu Rumah Sakit besar yang berada di ibukota, terlihat seorang pria tengah duduk sambil menggenggam erat seseorang yang terbaring lemah di atas brankar.

Hari-hari yang pria itu lalui begitu sulit, lantaran wanita yang ia cintai tak sadarkan diri. Karena sebuah tragedi kecelakaan beruntun yang menimpa sang istri, wanitanya di nyatakan koma selama 1 tahun ini.

Akibat kecelakaan beruntun itu, sang istri hampir saja kehilangan nyawa jika tidak segera di tangani. Saat kecelakaan itu, hanya menewaskan sopir yang sedang mengantar istrinya.

Rasa sesal kian mendera diri, ia hanya mampu berandai-andai saja sekarang ini.

Andai istrinya tidak menyusul ke kantor, mungkin dia tidak akan mengalami kecelakaan dan sekarang masih bersama dengannya. Grisella Anastasia, istri tercintanya. Yang pada saat itu mengalami kecelakaan saat sedang di perjalanan menuju kantornya.

Farraz hanya bisa menunggu dan menunggu sang istri yang tak kunjung membuka mata, nyawa istrinya antara hidup dan mati selama ini. Tidak ada bosannya ia menyempatkan waktu untuk menjenguk istrinya, bahkan selalu bermalam di sana karena tidak mau berjauhan dengan istrinya.

Farraz Arsawijaya, seorang pria yang kini berusia 28 tahun itu sedang memeluk tubuh Grisella yang tampak tak berdaya. Melihat kondisi istrinya, Farraz benar-benar terpuruk.

Satu tahun sudah istrinya mengalami koma, masih belum ada tanda-tanda bahwa Kondisi istrinya membaik. Setiap kali ia berkunjung, tidak ada yang berubah, Grisella masih di nyatakan koma dalam waktu yang lama.

"Bangunlah Grisella ... aku sangat merindukanmu!" Farraz mencium puncak kepala Grisella dengan waktu yang lama, seolah tidak rela jika harus di lepaskan.

"Apa kau tidak merindukanku? Bangunlah, sudah 1 tahun kau tertidur, apa kau mau menyiksaku dengan kerinduan ini, Grisella?" Farraz terus meracau di samping wajah istrinya.

Ia terus mengajaknya berbicara, berharap Grisella bisa bangun dan membuka matanya. Satu tahun sudah Farraz lewati, hari-harinya tidak menyenangkan lantaran sang istri masih dalam kondisi sama.

Farraz dan Grisella sudah menikah sejak 3 tahun lamanya, awal mula mereka bertemu ketika Grisella menolong Farraz karena waktu itu dia mengalami kecelakaan saat keluar kota.

Bagi Farraz, Grisella itu bagaikan malaikat penolong. Jika saat itu tidak ada Grisella, ia tidak akan hidup sampai sekarang. Karena pertemuan itulah, Farraz jatuh hati pada wanita blasteran itu. Keduanya semakin dekat dan akhirnya memutuskan untuk menikah.

Walaupun sudah menikah 3 tahun, mereka masih belum di karuniai seorang anak. Bagi mereka itu tidak masalah, hidup bahagia bersama saja sudah cukup. Ya terkadang sang keluarga menuntut untuk meminta keturunan.

Apalagi sang Ayah, yang tak henti-hentinya menuntut mereka agar segera memiliki keturunan. Mereka juga tidak tahu, kenapa selama itu mereka belum di karuniai seorang anak.

Padahal mereka melakukannya hampir setiap hari dan saat pemeriksaan kesuburan, keduanya subur, tidak ada kemandulan yang di derita dari salah satunya.

Ceklek

Suara pintu di buka membuat Farraz menoleh ke sumber suara, sontak ia menjauhkan tubuhnya karena ada Dokter dan Suster yang akan memeriksa.

Dokter Liam, ia merupakan Dokter muda dan terbaik di Rumah Sakit besar ini. Ia juga di tunjuk oleh Farraz agar selalu memeriksa istrinya. Dengan senang hati Dokter Liam mengiyakan.

Di ibukota ini, siapa yang tidak mengenal Farraz Arsawijaya? Sebuah penghargaan besar bagi Dokter Liam di percayakan oleh pria bertubuh jangkung tersebut.

Farraz Arsawijaya merupakan putra tunggal Aryan Arsawijaya. Sang Ayah merupakan seorang pengusaha di berbagai bidang. Arsawijaya Corparation nama perusahaan besar yang didirikannya. Tidak hanya di ibukota saja, Arsawijaya Corparation memiliki cabang di kota besar lainnya.

Tidak hanya itu saja, Arsawijaya family juga mempunyai bisnis yang bergerak di bidang pembangunan, properti dan juga perhotelan yang tersebar di seluruh kota dalam Negri.

Itulah mengapa, keluarga Arsawijaya sangat terkenal di penjuru Indonesa dan banyak di segani oleh masyarakat, mereka juga berasal dari keluarga berada dan terpandang.

"Selamat siang, Pak Farraz," sapa dr. Liam sembari berjabat tangan.

"Ya, siang Dok," balas Farraz, menerima jabatan tangan Dokter muda itu.

Beberapa hari ini Farraz di sibukkan oleh pekerjaan kantor, sehingga ia baru bisa datang dan menjenguk istrinya di sini.

"Lama tidak bertemu, anda kemana saja Pak Farraz?" tanya dr. Liam.

"Ada sedikit urusan. Itulah sebabnya aku tidak datang. Oh ya, bagaimana keadaan istriku? Apakah sudah ada perkembangan?" Farraz berbalik tanya. Ia tidak mau berbasi-basi.

Dokter Liam tertawa kecil. Baginya, Farraz Arsawijaya itu sosok dingin, kejam dan arogan, dia tidak bisa melawan karena wajah dinginnya teramat menyeramkan.

"Sebentar Pak. Aku akan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu." Farraz hanya bergumama sebagai jawaban.

Di samping brankar sang istri, sekujur tubuhnya menegang saat dr. Liam melakukan pemeriksaan. Dia penasaran, apakah pemeriksaan hari ini ada perkembangan atau tidak.

Dia harap, kondisi istrinya ada perkembangan.

Kala Dokter muda sudah selesai memeriksa dan melepaskan stetoskop di telinganya, Farraz tidak sabar untuk mendengarkan penjelasan sang Dokter.

"Bagaimana?" Sontak Farraz langsung bertanya.

Sang lawan bicara tidak langsung menjawab, melainkan terdiam beberapa saat. Netranya menatap Grisella yang menggunakan nebulizer di hidungnya.

"Maaf Pak Farraz. Pemeriksaan hari ini masih sama dengan pemeriksaan sebelumnya. Bahwa tidak ada perubahan pada Bu Grisella, keadaannya Bu Grisella masih sangat lemah," papar dr. Liam. Sedikit waspada, takut jika Farraz akan mengambuk dan menghajarnya jika mendengar kabar yang sama setiap harinya.

Hembusan napas pasrah Farraz keluarkan, dia tidak mengamuk seperti biasanya. Sekujur tubuhnya lemas dan ia terduduk di kursi. Mengusap wajahnya dengan kasar, dia sangat putus asa jika terlalu lama menunggu Grisella membuka mata.

"Lakukan yang terbaik. Anda boleh keluar, Dok," ujar Farraz sekenanya. Sebab, yang ia inginkan berdua dengan Grisella.

Tanpa membantah ucapan Farraz. Dokter Liam dan Suster itu keluar dari ruangan. Hanya menyisakan mereka berdua.

Sebenarnya Farraz sedang ada masalah di rumahnya, ia tidak mau menguras tenaga dan melampiaskan amarahnya di sini.

Dia juga malas untuk pulang, jika dia pulang pasti ia akan menerima tekanan. Dia paling muak jika dirinya di atur, padahal dia sendiri bisa menjalani hidupnya sendiri.

"Grisella, aku hanya mencintaimu dan akan selalu mencintaimu."

"Bangunlah, agar kita bisa berbahagia bersama seperti sedia kala."

Bibir Farraz terangkat, membentuk sebuah senyum simpul. Netra matanya menatap sendu ke arah wajah pucat Grisella yang terhalang oleh nebulizer di hidungnya. Sudah 1 tahun ini, alat medis itu melekat di hidung bangir Grisella.

Karena sebentar lagi ia akan kembali ke kantor, dia harus memuaskan diri dengan istrinya dulu. Setelah waktunya jam makan siang, Farraz menolak makan siang di kantor dan memilih untuk datang ke sini.

Hanya menemui dan melihat Grisella membuat Farraz tenang, sekali pun sedang di selimuti oleh amarah.

Begitu pentingnya Grisella di kehidupan Farraz. Meski Grisella tak sadarkan diri, Farraz akan selalu setia menemaninya hingga sadar nanti.

Hanya Grisella, wanita yang ia cintai setelah Ibunya. Ibunya Farraz sudah meninggal sejak dirinya kuliah. Pada saat itu, sang Ayah memilih untuk menikah lagi dengan seorang janda beranak satu.

Yang Farraz baru ketahui, jika keduanya sudah menjalin hubungan ketika Ibunya masih hidup. Tentu saja Farraz sangat murka, ia sangat membenci mereka bertiga.

Ting!

[Pak Farraz, Tuan Aryan datang berkunjung. Beliau bilang, dia ingin menemui anda.]

Farraz memasukkan kembali benda pipih itu ke dalam saku jasnya. Sejujurnya, Farraz merasa berat hati jika harus meninggalkan istrinya. Tapi, ada hal penting lainnya yang sudah menjadi tanggung jawabnya.

***

Disebuah lorong rumah sakit, seorang gadis kini sedang berjalan dengan tergesa-gesa dengan tangan yang berada di telinganya, yang sedang berbicara dengan seseorang di seberang sana.

Shanaya Alunda namanya, seorang gadis yang kini umurnya 25 tahun itu mulai terbawa emosi. Shanaya merupakan lulusan terbaik di salah satu Universitas di Ibukota, dia juga aktif dalam dunia modeling. Namanya cukup terkenal di masyarakat.

Sementara di arah berlawanan, terlihat seorang pria itu memakaikan kacamata hitam yang baru keluar dari ruangan. Karena terlalu terburu-buru, ia tidak melihat ke arah depan dan menabrak pundak pria itu. Akibatnya, kacamata yang bertengger di hidung bangirnya pecah karena jatuh ke lantai.

"Oh my God, maafkan saya, saya benar-benar tidak sengaja menabrak anda," ujar Shanaya yang merasa bersalah akibat kecerobohannya.

Shanaya menghentikan langkahnya dan Shanaya menangkupkan kedua tangan, merasa bersalah atas kecerobohannya.

"Apa kau punya mata? Jika matamu masih normal, gunakan matamu untuk melihat!" ketus pria itu.

Gadis berambut berambut kepirangan kaget, dengan nada bicara pria itu yang tak santai.

"Kok anda marah? Saya 'kan sudah meminta maaf atas perbuatan saya. Lagi pula, saya tidak sengaja menabrak anda karena terburu-buru," jelas Shanaya.

"Kacamataku jadi pecah karena kecerobohanmu. Harusnya security melarang gadis ceroboh seperti masuk ke dalam Rumah Sakit, agar tidak membuat kekacauan!"

"Apa maksudmu bicara seperti itu?! Namanya juga tidak sengaja, mana saya tahu akan menabrak dan memecahkan kacamata anda. Berapa harga kacamatanya? Biar saya ganti, karena kecerobohanku ini."

Shanaya membelalakan matanya saat pria itu menepis tangan yang menyodorkan beberapa lembar uang seratus ribuan. "Tidak perlu. Uangmu tidak akan mampu mengganti kacamata mahalku. Dasar gadis gila!"

Dicaci maki seperti itu oleh orang asing, membuat Shanaya berdecak kesal. Kedatangannya ke sini untuk menemui temannya, karena temannya di rawat di sini.

Sungguh hari sial bagi Shanaya, harus dipertemukan dengan pria angkuh dan arogan seperti di hadapannya ini.

"Dasar pria tidak punya tata krama! Berani sekali dia menghinaku seperti itu! Ya Tuhan, mimpi apa aku semalam bertemu dengan pria seperti dia? Semoga ini yang pertama dan terakhir kalinya," gumam Shanaya, melanjutkan langkahnya ke ruangan tempat temannya dirawat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status