Mutiara menepati janjinya pada Topan ia membawa Mentari ke rumah, ia ingin putranya dan Mentari se kamar Topan. Mentari meletakkan nampan di sebelah pahanya yang terakat untuk menjaga kesetabilan tubuhnya. Lalu sebelah tangannya membuka handel pintu .
Kreaak!
Pintu berdenyit halus, sosok lelaki tertidur pulas dengan posisi tubuh tidur telungkup, memperlihatkan otot tangan yang keras.
Mutiara menepati janjinya pada Topan wanita yang selalu berpenampilan elegan itu akan membawa Mentari ke rumah. Ia ingin putranya dan Mentari semakin dekat dan saling mengenal satu sama lain sebelum perniakahan. Orang kaya akan selalu merasa paling benar dan orang miskin akan selalu mengalah. Hal itu benar terjadi pada keluarga Mentari. Seharusnya lelaki yang datang berkunjung ke rumah perempuan, tetapi di sini Mentari yang justru diminta datang ke rumah Topan.
“Maaf Pak, saya diminta Nyonya Mutiara untuk menjemput Mentari,” ucap supir pagi itu.
“Loh, kami tidak diberitahu sebelumnya akan membawa Mentari ke rumah mereka,” ucap Gumala merasa kesal.
“Mentang-mentang orang kaya seenaknya saja membawa anak orang, mereka baru lamaran,” ujar Bulan sang kakak.
“Sttt, nanti di dengar Ibumu,” Gumala memperingatkan putri sulungnya.
“Baiklah, bapak tunggu di sini, karena ini hari minggu biasanya dia bangun siang, aku akan bangunkan dulu.” Bulan bergegas ke kamar Mentari
Butuh beberapa menit untuk Bulan membangunkan Mentari. Gadis pelajar itu memang sangat susah dibangunkan jika pulang ke rumah mereka. Ia juga selalu tidur saat menjelang subuh karena ia berkutat di depan laptopnya setiap malam. Keluarganya tidak ada yang tahu apa yang dikerjakan Mentari, ia hanya mengatakan kalau ia hanya membantu temannya mengerjakan data-data perusahaan. Orang tuanya dan kakaknya tidak pernah curiga apa yang dikerjakan Mentari selama ini.
“Mentari cepat bangun,” pangil Bulan sembari mengoyangkan badan sang adik.
“Apa sih Kak, ini baru jam berapa?” tolak Mentari sembari memeluk bantal guling.
“Mentari, di bawah ada supir Ayah Topan untuk menjemputmu.”
“Untuk apa? Aku tidak ada janji sama keluaga itu,” sahut Mentari dengan malas.
“Bagaimana kamu menikah dengan keluarga itu. Lihat kamarmu saja seperti kandang sapi, mengurus dirimu sendiri saja kamu tidak bisa Mantari. Bagaimana mau mengurus pernikahan. Menikah itu berat Dek, coba pikirkan sekali lagi. Kakak jadi khawatir.” Bulan membereskan barang-barang yang berserak di kamar Mentari
Mendengar keluhan sang kakak dan melihat wajah khawatir sang ayah. Mentari bangun, ia buru-buru mandi dan bergegas ikut supir ke rumah Topan. Ia tidak ingin melihat wajah keluarganya sedih terutama ayahnya, saat kakaknya bulan menceramahinya Bulan bergegas bangun. Ia menyakinkan keluarganya kalau ia baik-baik saja.
Tiba di rumah itu Mentari memasang wajah yang sangat ramah, walau dalam hati sebenarnya ia sangat benci dengan sikap keluarga tersebut. Bersikap pura-pura itu sangat berat.
“Mentari, selamat datang. Bunda ingin kalian lebih dekat lagi sebelum pernikahan. Tolong bujuk Topan ya,” ucap wanita itu saat Mentari tiba.
“Baik Tante,” sahut Mentari memberikan senyum terbaiknya pagi itu, walau hatinya jengkel tetapi ia berpura-pura senyum di depan calon ibu mertua.
“ Jangan panggil tante, panggil Bunda saja. Kami mau pergi dulu. Sana temui Topan di kamarnya.” Mutiara mendorong Mentari agar masuk ke kamar Topan.
“Bunda pergi saja, nanti aku akan membawa serapan ke kamar Kak Topan,” ucap Mentari.
“Ok, baiklah.” Wanita berpenampilan mewah itu ingin pergi dengan supir untuk belanja.
*
Mentari bergegas ke dapur dan membawa serapan ke kamar Topan. Mentari meletakkan nampan di sebelah pahanya yang terangkat untuk menjaga kesetabilan tubuhnya. Lalu sebelah tangannya membuka handel pintu .
Kreaak!
Pintu berdenyit halus, sosok lelaki tertidur pulas dengan posisi tubuh tidur telungkup, memperlihatkan otot tangan yang keras.
“Selamat pagi,” ucap Mentari menyingsingkan gorden dalam kamar.
Kepala lelaki itu mendongak dengan wajah mengkedut kesal, karena terkena terpaan matahari pagi.
Ia membalikkan tubuhnya mendesisis marah, karena ada Mentari di kamarnya.
“Kamu! Ngapain ke kamarku” bentak Topan dengan wajah kesal, ia merasa terganggu, menarik ujung selimut untuk menutupi bagian bawahnya, karena ia terbiasa hanya mengunakan celana pendek saat tidur.
“Ini sudah siang Kak, bangunlah,” ucap Mentari dengan gaya yang bodoh amat degan penolakan Topan Bayanaka padanya.
“Keluar! dari kamarku!” usir Topan
“Tidak apa-apa. Aku akan jadi istrimu nanti, Bunda kamu yang memintaku datang,” ujar Mentari.
Topan Bayanaka terlihat sangat jengkel dengan kehadiran Mentari, ia berjalan cuek dan masuk ke dalam kamar mandi. Ia bahkan menganggap Mentari sebagai wanita ia berjalan cuek ke kamar mandi.Kemarahan pada ayahnya ternyata berimbas pada Mentari juga. Ia berpikir Mentari dan keluarganya yang meminta perjodohan itu dilakukan.
Membuka kran miliknya dan membuang ampas, Topan keluar dari kamar mandi. Ia berpikir Mentari sudah meninggalkan kamar, tetapi saat ia keluar wanita itu masih menunggunya di sana dengan santai.
“Apa kamu, ingin melihatku berganti pakaian?” tanya Topan menatap gadis muda itu dengan tatapan sinis
“Tidak apa-apa, aku kan calon istrimu”
“Mentari, aku tidak pernah tertarik menikah dengan kamu.”
“Tapi Bundamu sudah melamarku,” balas mentari.
“Apa kamu dan keluargamu begitu menginginkanku jadi menantu?”
“Iya,” sahut Mentari.
“Kenapa?”
“Karena kakekmu dan kakekku sudah menyetujui pernikahan antara keluarga kita,” jelas Mentari.
“Itu tidak akan terjadi pergilah dari kamarku.” Topan mengusir Mantari dari kamar pribadi Topan,
“Baiklah, besok aku akan menunggumu di sekolah” ucap Mentari berusaha mempertahankan tubuhnya saat di dorong lelaki itu keluar dari kamarnya.
“Jangan harap, aku tidak akan mendatangi sekolahmu,”ucap Topan.
“Bunda kamu sudah mengatakan padaku kalau kamu akan bekerja di sekolah,”ujar Mentari.
Setelah diusir paksa keluar dari kamarnya oleh Topan, Mentari bergegas pergi. Bertemu Mutiara di depan, wanita itu ternyata belum pergi ia menunggu Mentari keluar. Ia tahu kalau Topan akan menolak Mentari. Karena Topan lelaki yang punya standar tinggi untuk wanita pilihannya, sementara Mentari hanya gadis miskin yang berpenampilan biasa dan yang membuat Topan semakin marah wanita itu masih seorang pelajar SMA. Ia merasa harga dirinya jatuh saat teman-temannya sampai tahu kalau ia menikahi gadis SMA.
“Tante? Bukannya tadi pergi?”
“Kamu menunggumu, aku tahu kalau Topan akan menolakmu, kamu bukan tipenya. Kasihan Topan.” Ia melihat Mentari dari atas sampai ke bawah.
“Aku sedang berusaha,” ucap Mentari.
“Tidak cukup hanya berusaha seperti itu Mentari, kamu harus mengubah penampilanmu agar lebih cantik. Bagaimana Topan akan tertarik padamu kalau kamu seperti orang kampung seperti ini, supir saya saja tidak akan mau jatuh cinta padamu,”ujar wanita itu menghina.
“Saya bisa mundur kalau Tante tidak mau,” ucap Mentari.
“Tidak bisa mundur, kamu sudah membuat kesepakatan denganku. Oh, saya ingin menambahkan tawaran lagi, Ayahmu akan saya angkat jadi kepala sekolah, jika Topan berhasil menikah denganmu.”
“Tante, kenapa Om sama Tante ingin kami menikah? Padahal dulu Tante dan Om yang membatalkan sepihak rencana pernikah mereka.”
“Ayah Topan ingin melajutkan wasiat almarhum kakek Topan yang pernah dia langgar dulu.”
‘Bohong, suamimu ingin menang di pemilu kali ini’ ucap Mentari dalam hati, walau hatinya benci, marah, ia akan tetap bersikap manis.
“Baik aku akan semakin berusaha mengajak Topan menikah.”
“Jika perlu, jebak Topan agar tidur dengan kamu, lalu kita bisa menuntutnya untuk menikahimu dengan cepar,” ujar Ibunda Topan.
Bersambung
Masih SekolahBel berdering nyaring, di sekolah favorit Trida School, Sekolah Internasional bergengsi di kota itu, tempat anak-anak orang yang kaya menimbah ilmu.Sekolah berlantai tiga yang di lengkapi segala fasilitas yang tidak semua sekolah memilikinya. Saat masuk pelajaran pertama Mentari, menguap dengan malas di kelas.“Lo, tu iya asal pelajaran mate-matika selalu saja menguap, Lo gak mau mempertahankan frestasi Lo, apa?” ujar Melie menoyor kepala sahabatnya.“Malas gue mati-matika. Lagian pelajaran mate-matika itu mudah, asal tahu saja kuncinya. Perkalian, penambahan, pembagian, pengurangan, itu saja intinya, kalau sudah hapal ke empat itu, artinya sudah pintar,” ujar Mentari mengambar sesuatu dalam sampul buku tulisnya.Ia akan melakukan itu, kalau sedang bosan.“Eh, tapi Lo ngak takut, kalau misalkan Alice menyalip Lu dan dia juara kelas, lagi?”“Biarkan saja, justru gue inginya seperti itu, gue bosan juara kelas mulu, sesekali gue pengan yang nilai paling terah
Berusaha Menggalkan Perniikahan.Di satu sisi Topan tidak suka dengan rencana perjodohan yang dilakukan orang tuanya. Tetapi di sisi lain Mentari sudah bertekad akan melakukan apapun agar bisa menikah dengan Topan. Ia melakukan itu demi keluarganya. Hari ituSaat Mentari sedang berkutat di depan computernya, ponselnya berdering ada panggilan dari Ibu Topan.“Ah, apa lagi yang diinginkan keluarga ini,” rutuk Mentari dengan kesal.“Halo Tante.”“Mentari Bunda meminta kamu datang ke sini.”“Tapi ini sudah malam Tante.”“Justru sudah malam. Kamu mau menikah gak tidak dengan Topan?”“Iya Mau Tante,” sahut Mentari bigung.“Datanglah sekarang, saya akan meminta supir menjemput kamu.”“Ah … ini sudah-”“Sudah jangan membantah ikuti saja,” ucap Wanita itu dengan sikap memaksa. Ia bahkan tidak memperdulikan perasaan keluarga Mentari.Mentari terpaksa pergi diam-diam, kalau ia minta ijin sama ayah dan kakaknya sudah pasti dilarang .Tiba di rumah Topan Mutiara meminta Mentari masuk ke kamar Top
Pembicaraan Bulan dengan Topan ternyata di dengar Mentari, akhirnya ia tahu kalau Topan masih memiliki rasa pada Kakanya Bulan. Mentari juga bisa melihat dari tatapan wanita cantik itu kalau ada sisa cinta masa lalu. Mentari masih berdiri tidak jauh dari Topan dan Bulan.“Aku tidak akan melakukan itu, antara kamu dan aku sudah tidak ada hubungan apa-apa,” ujar Bulan.“Lalu kenapa kamu memintaku menikah dengan adik kecilmu.”“Itu atas permintaan keluargamu bukan keinginan kami,” balas Bulan.“Apa kamu bisa menjamin hatimu tidak tertarik lagi padaku jika aku menikah dengan adikmu.” Topan menatap wajah Bulan.“Aku bisa menjamin itu Pak Topan jangan kwatir.” Bulan meninggalkan Topan berdiri di taman sekolah.Bulan masuk ke ruang kelas, ia bersiap akan mengajar. Tetapi kehadiran Topan pagi itu di sekolah mengusik pikirannya ia hanya duduk diam di kursi dan meminta para siswa untuk mencatatat dan merangkum bacaan dalam buku paket. Sementara Bulan masih duduk dikursinya ia memijit jemari
Hari itu Topan baru saja tiba di kantor. Saat menandatangani beberapa berkas sayahnya kembali menelepon. Topan merasa dadanya bergemuruh saat ayahnya selalu menekan hidupnya.“Halo!”“Kamu di mana?” suara Angkasa begitu tegas.“Masih di kantor, Yah.”“Pulang ayah mau bicara.”“Aku baru tiba di kantor, kalau ayah ingin mengatakan sesuatu, katakan saja sekarang Yah,” ujar Topan.“Kamu pulang sekarang atau saya menghancurkan kantormu.”Dengan tangan terkepal kut Topan menutup telepon dan menyimpan berkas di tangannya. Wajahnya mengeras menahan amarah, kalau saja pria berkepala botak itu bukan ayahnya ia sudah dari dulu ingin menghabisinya. Tapi Topan tidak ingin menjadi anak durhaka ia selalu menahan emosi menghadapi sikap keras ayahnya.Topan baru saja membangun perusahaan sendiri walau harus mengunakan embel-embel nama belakang keluarganya di belakan bisnis tetapi ia hanya memakai nama kelurganya semua modal dari Topan sendiri. Ia ngin lepas dari ayahnya. Tapi kerja kerasnya memb
Hari itu Topan baru saja tiba di kantor. Saat menandatangani beberapa berkas ayahnya kembali menelepon. Topan merasa emosinya memuncak saat ayahnya selalu menganggunya saat bekerja. Kalau saja ayahnya tidak menjadikan ibunda tercintanya sebagai pelampiasan ia tidak akan mau menuruti semua kemauan Ayahnya.Topan memejamkan mata lalu menghela napas panjang, mengusap panel berwarna hijau di ponsel miliknya“Halo!”“Kamu di mana?” suara Angkasa begitu tegas.“Masih di kantor, Yah.”“Pulang ayah mau bicara.”“Aku baru tiba di kantor, kalau ayah ingin mengatakan sesuatu, katakan saja sekarang,” ujar Topan.“Kamu pulang sekarang atau saya menghancurkan kantormu.”Dengan tangan terkepal kuat Topan menutup telepon dan menyimpan berkas di tangannya. Wajahnya mengeras menahan amarah, kalau saja pria berkepala botak itu bukan ayahnya ia sudah dari dulu ingin menghabisinya. Tapi Topan tidak ingin menjadi anak durhaka ia selalu menahan emosi menghadapi sikap keras ayahnya.Topan membangun perusa
Saat Mentari ingin bejuang agar pernikahan mereka berlanjut, Topan malah sebaliknya, ia ingin rencana pernikan mereka batal. Bagi Topan , pernikahan mereka tidak masuk akal, salah satunya perbedaan umur yang sangat jauh.Ia juga tidak ingin berhubungan lagi dengan keluarga mantan kekasihnya. Saat ia berusaha keras untuk menolak , rupanya Mentari berjuang untuk tetap bisa menikah dengan Topan. Mendengar hal tersebut Topan mencoba mencari titik kelemahan Mentari.“Baiklah, aku akan menikah denganmu, tapi aku ingin melihat kamu apa kamu masih perawan atau tidak. Aku akan mempercepat pernikahan kalau kamu masih perawan.”‘Apa jaman sekarang hal itu masih penting?’ tanya Mentari tapi ia tidak mau terlihat lemah.“Baik,” sahut Mentari santai.“Mari kita ke hotel, aku akan pastikan dulu baru kita menikah.” Mentari setuju, Topan tersenyum kecut melihat keberania gadis muda tersebut, ia juga semakin tidak suka melihat Mentari.Sepanjang jalan ada banya hotel berderet, mulai yang murah
Selesai acara pernikahan Topan sengaja membawa mentari ke hotel,l tujuannya agar ia bisa mendapat ketenangan agar bundanya tidak ikut campur dalam hal urusan ranjangnya, sebab Topan belum berniat melakukan malam pertama dengan Mentari.Tetapi setelah pernikahan dan mereka berada di hotel, ada sesuatu yang berubah dari Mentari . Wajahnya tidak lagi ceria seperti sebelum pernikahan. Seakan-akan ia sudah menyelesaikan tugas penting.“Aku ingin membuat kesepakatan,” ucap Topan, ia mengeluarkan kertas dari dalam tasnya.“Iya, katakan saja.” Mentari duduk tenang.“Setelah pernikahan tidak ada yang akan berubah. Kamu akan tetap sekolah dan jangan pernah mengatakan pada orang tentang pernikahan kita. Aku juga tidak akan menyentuh kamu, jangan mengharapkan itu dariku lagi,” ucap Topan.“Baiklah,” sahut Mentari menatap layar ponselnya dengan serius.“Kamu tidak akan mengurusi pribadiku dan aku juga demikian,” ucapnya lagi.“Baiklah.” Mentari tidak menghiraukan Topan, layar ponselnya jauh
Setelah mandi bersih, Mentari bersantai di kamarnya sembari memegang Ipad di tangannya dan mengerjakan tugas dari Mandala. Lalu menelepon seseorang.“Aku sudah mendapatkannya Bos, aku sudah mengirimnya pada Rehan,” ujar Mentari.“Kerja bagus Mentari. Klien kita sangat puas dengan kerjamu, saya sudah transfer bonus ke rekening kamu,” ujar Mandala sang Bos.“Baik Bos.”“Oh, hati-hatilah setiap bertindak,” ujar lelaki itu memperingatkan Mentari. Semntara Topan menunggu Mentari di hotel, ia tidak ingin kembali kerumah sendirian, kalau ia pulang sendiri dan Mentari pulang sendiri, takut orang tuanya curiga. Saat lelaki berwajah tampan itu sedang menunggu, ada panggilan masuk ke ponselnya.“Bunda?” Topan mengusap layar ponsel.“Halo Bun, ada apa?”“Kamu di mana Pan, Mentari sudah di rumah, kalian bertengkar? Dia pulang sendirian.”“Oh tadi ada urusan sebentar Bun, aku pulang.”Saat mendengar Mentari sudah di rumah Topan menendangkan kakinya ke udara dengan perasaan jengkel. Padahal i