Share

PERALATAN BAYI

Tok tok tok

Naura mengalihkan perhatiannya ketika pintu kamarnya di ketuk, dimana ia baru saja selesai memandikan sang bayi.

"Pak Aska…" Lirihnya pelan.

Aska memasuki kamarnya yang kebetulan terbuka.

"Apa sudah selesai?" tanya Aska.

"Sudah Pak."

"Baiklah kalau begitu, Laras kamu tolong jaga Vio ya? Hana juga akan kemari untuk menemanimu," lanjut Aska yang tak bisa meninggalkan putrinya di tangan orang yang belum ia percayai sepenuhnya.

"Saya kira Vio ikut Pak," timpal Naura.

"Dia masih kecil, kasihan jika dia kita ajak. Kita belum membelikan stroller untuknya, tidak mungkin kita terus-terusan menggendong Vio sedangkan barang yang akan kita beli sangat banyak."

Naura mengangguk paham, "Jadi kita berangkat sekarang?"

"Iya."

"Laras, beri dia susu setiap dua jam sekali dengan ukuran sedang. Jangan lupa untuk mencuci botol sebelum menyeduh susu atau setelah di pakai," pesan Naura pada asistennya.

"Baik Nyonya."

"Ayo!" Ajak Aska padanya.

Kemudian mereka berdua pun berjalan menuruni tangga menuju teras, dimana sebuah van mewah sudah menantinya.

Melihat kedua majikannya turun saat itu juga sang sopir segera membukakan pintu mobil untuk mereka.

"Silahkan masuk," ramahnya.

"Masuklah terlebih dahulu," ucap Aska.

Naura dengan patuh memasuki van tersebut yang di susul pula oleh Aska.

Mobil pun mulai melaju meninggalkan area pekarangan rumahnya yang begitu luas, yang tentu saja halaman tersebut membuat Naura merasa segar ketika melihat hamparan rumput yang berwarna hijau tampak menghiasinya.

Sedangkan di sisi lain Bu Mega dalam perjalanan pulang dari rumah sakit.

"Tio, kita ke butik langganan saya dulu ya?" pinta Bu Mega pada sang sopir.

"Baik Bu."

Tio kemudian membelokkan mobilnya dan berhenti tepat di sebuah butik mewah yang terkenal di kotanya.

Seorang wanita paruh baya lantas menyambut kedatangannya.

"Hallo jeng," sapanya seraya mencium pipi kanan dan kiri Bu Mega.

"Hallo."

"Sendirian?"

"Iya Rat, saya mau memesan jas dan gaun pengantin."

"Apa Aska akan menikah?" Tanya Bu Ratna yang merupakan sahabat dekatnya Bu Mega, sekaligus pemilik butik tersebut.

"Iya, rencananya pernikahan akan diadakan dua minggu lagi dan aku hanya bisa berharap kepadamu."

"Aku tidak menyangka akan mendapatkan berita dadakan seperti ini, dan tentunya aku akan memberikan yang terbaik untuk pernikahan Aska dan calon istrinya."

Bu Mega tersenyum dan menyampaikan keinginannya, "Sore nanti kalau tidak keberatan datanglah ke rumah Aska untuk menentukan ukuran jas dan gaunnya."

"Baik, sore nanti kami akan ke rumah Aska."

"Baiklah, Mungkin hanya itu yang hendak aku sampaikan padamu. Aku harus segera pulang dan beristirahat karena sebelumnya aku baru dari rumah sakit untuk pengecekan sendi dan tulangku."

"Di usia seperti kita tak heran jika kita mengalami masalah kesehatan, dua hari yang lalu aku pun mengecek gula darahku yang ternyata naik."

"Mungkin faktor usia."

Bu Ratna mengangguk, "Iya."

"Kalau begitu aku pulang sekarang," pamit Bu Mega.

"Mari aku antar sampai depan," tawar Bu Ratna.

Saat itu juga mereka berdua keluar dari butik, dengan sang sopir yang langsung membukakan pintu untuknya.

"Aku pamit."

"Hati-hati."

Setelah kepergian Bu Mega, Bu Ratna kembali memasuki butiknya dan mengatur siapa saja yang akan menemaninya ke rumah Aska nanti.

Di supermarket

Aska dan Naura tampak memilah beberapa pakaian bayi, sampai akhirnya seseorang menyapanya.

"Hai!" sapa seorang wanita cantik, yang tak lain dia adalah Fara.

Mereka berdua menoleh dengan terkejut, "Fara..!"

"Kompak banget," tawa Fara kecil.

Aska dan Naura saling memandang penuh arti.

"Kalian ngapain disini? Ini kan tempat perlengkapan bayi," curiganya seraya menaikan sebelah alis.

"E anu-"

"Ya memang, kita sedang mencari perlengkapan bayi…" ucap Aska yang memotong perkataan Naura, dimana ia meyakini bahwa Naura hendak mengelak namun pada akhirnya nanti Fara pun akan mengetahuinya bahwa mereka berdua akan menikah. Bagaimana tidak? Fara adalah sepupu dekatnya, yang pasti akan diundang saat pernikahannya nanti.

Fara tertawa, "Bayi? Bayi siapa? Jangan bilang kalau kamu menghamili seorang perempuan."

"Memang kenyataannya begitu," lirih Naura yang terdengar oleh Fara.

Lantas Fara pun menghentikan tawanya, "Jadi ini sungguhan? Aska, apa kamu menghamili Naura? Kamu benar-benar gila! Naura baru saja bekerja 3 bulan denganmu, tapi kamu sudah berani menghamilinya."

Aska membekap mulut Fara karena mereka kini tengah menjadi perhatian orang lain, "Jangan terlalu keras."

Dengan kasar Fara melepaskan tangan Aska dari mulutnya, "Jadi kalian berdua sudah punya anak? Jauh sebelum Naura kerja di perusahaan kita?"

"Eng-"

"Iya!" angguk Aska, karena akan bahaya jika Fara mengetahui bahwa Naura bukan ibu dari bayinya. Pasti Fara akan mengomelinya dan banyak bertanya, kenapa Aska menikahi Naura bukan menikahi ibu kandungnya.

Naura menatap nyalang ke arah Aska, sedangkan Aska meminta Naura untuk menuruti sandiwaranya melalui kontak mata mereka.

"Lalu mengapa Naura berpura-pura tidak mengenalmu saat dia datang untuk melamar ke kantor?"

"Em susah untuk dijelaskan," cengir Naura.

"Aku tidak menyangka bahwa aku sudah menjadi bibi, lalu kalian berdua apa sudah menikah?"

Aska menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Mami yang akan mengatur acara pernikahan kami."

"Mungkin dalam waktu dekat ini kami akan melangsungkan pernikahan," tandas Naura yang menimpanya.

"Berita ini cukup mengejutkan tapi aku mengharapkan yang terbaik untuk kalian berdua."

"Terima Kasih," angguk Aska dan Naura.

"Apa boleh aku berkunjung ke rumah? Aku sangat penasaran dengan keponakanku. Dia laki-laki atau perempuan?"

"Dia perempuan, namanya Viola."

"Nama yang cantik! Pasti dia sangat mirip denganmu," seru Fara yang membuat Naura menggaruk tengkuknya.

"Bagaimana mungkin Vio mirip denganku," pikir Naura.

"Sepertinya aku harus segera pergi, aku kemari hanya untuk menghampiri kalian."

"Iya Far."

"Kalau begitu sampai jumpa lagi."

"Bye!"

Kemudian Fara meninggalkan mereka berdua dengan perasaan yang melegakan.

"Bapak kenapa bilang ke Fara kalau Vio anak saya juga?" Lirik Naura pada Aska.

"Sebentar lagi kamu juga akan menjadi ibunya Vio, ya walaupun bukan ibu kandung. Jika Fara tau yang sebenarnya pasti akan sangat merepotkan, dia sangat cerewet dan banyak bertanya. Aku hanya takut jika Fara mengatakan yang sebenarnya pada Mami, jika Mami tahu maka tamatlah riwayatku."

Naura hanya diam dan menuruti perkataan Aska untuk sekarang ini.

"Ayo kita cari tempat tidur Vio," ajak Aska kemudian.

"Ayo Pak."

Mereka berdua kembali melanjutkan langkah, untuk mencari apa yang mereka butuhkan.

Bahkan tak segan-segan Aska mengeluarkan uang ratusan juta hanya untuk perlengkapannya saja.

"Nanti dikirim sesuai dengan alamat yang saya berikan, kalau bisa sore ini harus sudah sampai ya Pak?" Pinta Aska pada seorang manajer, yang juga mengatur barang-barang Aska untuk dikirim ke rumah. Karena tak mungkin jika mereka sendiri yang membawanya, itu terlalu lama dan banyak.

"Ini sudah siang, bagaimana kalau kita cari makan dulu?" usul Aska.

"Saya ikut aja Pak, selagi bapak yang membayar."

Aska menggelengkan kepalanya, "Ya sudah kita ke restoran itu saja."

Naura mengangguk, "Iya Pak!"

Seorang pelayan datang menyambut mereka, ketika mereka baru saja masuk.

"Selamat siang, mau pesan apa?"

"Kamu mau apa?" tanya Aska seraya melirik ke arah Naura yang ada di hadapannya.

"Saya mau steak sama lemon tea."

"Samakan saja," pinta Aska pada sang sang pelayan.

"Baik Pak, silahkan di tunggu…" bersamaan dengan itu sang pelayan pun berlalu pergi untuk menyiapkan pesanan mereka.

"Bagaimana soal kontraknya Pak? Apa bapak sudah menyiapkannya?" Tanya Naura ketika mengingat kesepakatan mereka.

"Sudah siap, sebelum kemari aku sudah membuatnya. Sepulang nanti kita bisa diskusikan dan jika setuju kita bisa langsung menandatangani surat kontrak tersebut," jawab Aska.

"Jangan lupa untuk mencantumkan syarat yang saya ajukan."

"Kamu tidak perlu khawatir, semuanya sudah saya cantumkan dan jika kamu merasa kurang puas kita bisa merevisinya bersama."

Naura mengangguk paham, "Iya Pak."

"Apa semalam tidurmu nyenyak?" Tanya Aska yang melihat guratan lelah di matanya.

"Semalaman Vio menangis, mungkin karena dia merindukan ibunya."

"Saya harap kamu bisa menjaganya, saya tidak tahu lagi dengan siapa saya harus mempercayakan Vio. Saya yakin lambat laun Vio akan terbiasa denganmu," senyum Aska yang begitu menawan.

"Iyah Pak."

"Kamu tenang saja, selama pernikahan nanti saya akan mencari ibu untuk Vio. Kamu hanya perlu bertahan sebentar saja," ucap Aska yang sebenarnya merasa kejam karena sudah memanfaatkan Naura.

"Iya Pak,"

"Tapi selagi kita menikah saya mau kamu menjaga jarak dengan pria manapun-"

"Kenapa begitu!?" sela Naura.

"Saya tidak ingin namamu jelek di mata orang-orang, apalagi statusmu nanti sebagai istriku."

Mendengar kata istri membuat Naura sedikit geli dan aneh.

"Baiklah," angguk Naura pasrah.

Tak berselang lama seorang pelayan datang dengan membawa pesanan mereka, dan saat itu juga mereka berdua langsung menyantapnya.

Bersambung,

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status