Share

Keterpaksaan

Tanpa menunggu waktu yang lama, Dareen sudah menyiapkan semua yang di butuhkan untuk acara pernikahannya dengan Amanda. Sudah lama ia menantikan hal ini, yang ia tahu hanya Amanda yang bisa memenuhi keinginannya. Tapi yang namanya wanita, pasti enggak akan mau berbagi suami dengan wanita mana pun termasuk untuk memenuhi hasrat ingin memiliki seorang buah hati.

Amanda sangat tidak menginginkan hal ini. Baginya, pernikahan ini hanya bersifat sementara dan enggak akan bakal abadi seperti orang pada umumnya. Amanda mengetahui maksud dan tujuan pernikahan ini tak lain dan tak bukan karena keinginan besar dari Tuan Dareen ingin memiliki buah hati yang sudah lama ia inginkan.

“Amanda bagaimana? Sudah lo siapkan mental lo untuk menikah dengan gue? Besok kita akan menikah dan tuan penghulu akan datang tepat pada waktunya di kediaman lo. Jangan coba-coba untuk menolak atau pergi dari sini? Kalau itu sampai terjadi jangan harap orang tua lo akan selamat. Paham!”

Dareen, terpaksa mengatakan hal itu agar Amanda enggak bermain-main dengan ancamannya. Baginya, itu bukanlah isapan jempol semata. Walau sebenarnya itu bukanlah Dareen yang sesungguhnya.

Amanda tak lagi membalas setiap perkataan Dareen padanya. Ia hanya meratapi nasibnya yang memilukan, dengan tatapan yang menghunus ke arah depan. Baginya kenapa ini harus terjadi di hidupnya? Seakan Tuhan enggak adil dengannya. Tapi saat ini siapa yang harus ia salahkan? Nasi sudah menjadi bubur, masa mudanya hancur di saat dirinya ingin membangun untuk kebahagiaannya.

Ya, Amanda berpikir kalau ia akan bahagia dengan pria pilihan hatinya. Tapi apa? semua enggak seperti yang di bayangkannya. Kali ini hancur mimpinya tanpa tersisa kebahagiaan untuknya.

“..Hei”

Apa lo enggak bisa menghargai orang yang tengah berbicara dengan lo? Dengan gaya bicara angkuh khasnya Dareen.

Amanda, tak lagi menggubris perkataan yang terlontar dari mulutnya, Dareen. Ia masih saja menatap lurus ke depan tanpa mendengar apa yang Dareen ucapkan padanya. Bagi Amanda, perkataan Dareen seperti sebuah kaset rusak yang tengah bermain di dalam sebuah radio.

“Lo dengarin apa yang gue katakan barusan enggak sih, Manda?”ucap Dareen dengan kesal.

Amanda hanya bungkam dan lagi-lagi hanya bungkam. Ya, ini adalah bentuk rasa kecewa Amanda yang teramat dalam dari dirinya. Hingga untuk membuka mulut dan mengeluarkan sebuah kata saja dirinya enggan. Sebelumnya ia enggak pernah seperti ini, kalau pun ia kecewa dirinya masih mau membuka mulutnya untuk mengeluarkan satu patah kata walau hanya mengatakan kalau ia tengah lapar.

“Manda, lo kenapa sih? Kenapa sedari tadi lo enggak ada jawab perkataan gue?”desis Dareen.

Amanda berjanji dengan dirinya sendiri, kalau dirinya enggak akan berkata satu patah kata pun pada pria yang menurutnya sudah menghancurkan masa depannya.

“Ternyata lo itu emang benar-benar batu, susah di ajak ngomong baik-baik. Padahal maksud gue ini kan sebenarnya baik. Mungkin cara gue aja yang salah, dan itu gue akuin koq. Kalau lo emang marah dengan gue paling enggak lo itu keluarin semua kata-kata kasar lo jangan hanya diam membatu seperti ini.”

Paling tidak, Dareen akan pergi dan menghilang dari hadapannya. Itu udah cukup untuk diri gue, ungkapnya dalam hati.

“Amanda, ayo lah bicara dengan gue? Sambil mengelus pipi Amanda dengan lembut. Lo besok mau pakaian yang model apa? lo pasti akan sangat cantik mengenakan pakaian pernikahan. gue ini sebentar lagi akan menjadi suami lo. Coba lo bayangin deh, pasti kita akan berbahagia dengan pernikahan ini.”

Dareen, mencoba mengawali perkataan dengan melakukan rayuan pada Amanda. Tapi Amanda tak bergeming sedikit pun dengan rayuan yang Dareen lontarkan padanya. Bagi Amanda itu hanya rayuan murahan. Terlihat dari itu semua kalau Dareen, enggak mampu membahagiakan orang-orang yang ia sayangi.

“..Stop”

Pergilah dan tinggalin gue sendiri. Gue harap lo berubah pikiran untuk menikahi gue. Bagaimana pun gue ini enggak pantas untuk pria kaya seperti lo. Sudah cukup cari muka dengan keluarga gue. Lebih baik lo pulang dan urus istri lo! Sampai kapan pun gue enggak akan pernah cinta sama lo.

“Bagi gue pernikahan yang di paksakan enggak akan baik nantinya untuk gue dan juga lo. Gue juga tau kalau lo enggak cinta kan sama gue? Lo hanya ingin punya keturunan kan? Gue bisa lakuin itu asal lo enggak akan menikah dengan gue.”

“Apa lo udah enggak waras, Manda? Dimana-mana, wanita itu maunya menikah walaupun enggak cinta asalkan semua kebutuhannya terpenuhi. Ini lo malah aneh, maunya? Wah, udah kehilangan akal sehat lo ya, Manda? Enggak nyangka gue, lo punya pikiran di luar nalar begitu.”

Yang jelas, gue enggak mau menikah dengan lo? Dan gue tau kalau lo enggak cinta gue kan? Lo hanya cinta sama istri lo? Buat apa menikah Tuan Dareen kalau nantinya akan ada yang tersakiti dan lo enggak akan pernah bisa adil dengan kami wanita yang kamu sakiti hatinya.

“Mungkin saat ini cinta itu belum bisa hadir ke pernikahan ini. Tapi gue yakin cinta akan datang dengan berjalannya waktu. Pernikahan ini emang di paksakan dan gue yakin ini akan baik nantinya.”

“..Cih”

“Jangan pernah mengatakan kalau cinta akan hadir. Nanti juga kalian akan lupa dengan perasaan cinta kalian ketika bertemu dengan wanita lain yang lebih muda dan cantik tentunya. Kalian, para pria hanya bisa berjanji lalu pergi meninggalkan kami para wanita. Begitu kalian sudah mendapatkan apa yang kalian inginkan. Gue, enggak mau seperti wanita-wanita lemah yang seperti itu,” ungkap Amanda dengan wajah yang sangat sinis menatap ke arah Dareen.

Dareen, yang posisinya sangat berdekatan dengan Amanda hanya tercekat diam dengan perkataan Amanda. Amanda usianya memang masih muda tapi nalar dan pikirannya enggak mencerminkan kalau dia masih muda seperti wanita seumuran dirinya.

“Kenapa diam? Enggak bisa jawabkan? Karena, lo sendiri enggak tau bagaimana ke depannya dengan pernikahan yang di paksakan ini. Seharusnya lo itu sabar dengan istri lo, bukannya mencari wanita lain untuk melahirkan benih dari lo.”

Ya, Amanda kali ini memang sangat emosional. Hingga dirinya, enggak mampu meredam emosinya yang memuncak karena pria yang bernama Dareen ini.

“Hei, Amanda..”

“Kenapa kamu se emosional ini? Apa sebenarnya sudah ada cinta yang tumbuh di hati lo, tapi lo enggak menyadari itu? Hingga lo berkata seolah lo udah merasakan hal ini? Jawab gue? Lo cinta sama gue tanpa lo sadar cinta itu sudah hadir?”

“Jangan pernah mengalihkan kata-kata yang jawabannya sendiri aja, lo enggak tau. Karena, gue enggak suka di bohongi dan gue juga enggak suka dengan perlakuan lo terhadap gue dan keluarga gue. Paham enggak lo?” Dengan menunjuk ke arah wajah Dareen.

Ya, kali ini pertanyaan yang di cecar oleh Amanda membuat Dareen enggak mampu membalas lagi perkataan itu. Walau hanya sebatas candaan untuk mencairkan suasana.

“..Baiklah”

“Gue akan mengalah dengan semua perkataan lo. Tapi gue enggak akan menyerah untuk membuktikan kalau pada akhirnya pernikahan ini akan tetap berjalan semestinya dan kita akan menjadi keluarga yang bahagia,” ucap Dareen

“Jangan pernah berjanji kalau enggak mampu untuk menepatinya. Malulah dengan perkatan janji sebab janji itu akan di tagih oleh Tuhan ketika lo enggak mampu menepatinya,” timpal Amanda.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status