Share

Mau berteman?

Chelsea terus tersenyum saat memandang raut lucu Isaac, gemas sekali. Isaac terlihat sangat imut saat berpose ketakutan seperti sekarang. Matanya yang coklat hazel masih terus melotot ke arah Chelsea. Gadis itu bermain lempar daun dengan riang, menumpukan gugurannya yang kering pada kepala Isaac, pria itu masih setia dengan diamnya.

"Kamu nggak mau main sama aku?" tanya polos Chelsea. Apa mungkin Isaac tidak menyukai orang sepertinya.

Chelsea berdiri, dia menatap ke arah Isaac sebentar. Bahkan sampai sekarangpun Isaac masih saja diam tanpa gerakan, mematung seperti manekin. Hal tersebut membuat Chelsea merasa sedih, dia tidak punya teman bermain di sini, selain boneka-bonekanya di kamar, mereka benda mati, Chelsea menginginkan teman yang hidup seperti Isaac.

Chelsea memutar badannya, membelakangi Isaac. Sepertinya dia memang harus pergi, mungkin Isaac tidak menyukainya.

Chelsea menoleh ke belakang lagi, memberikan senyuman tulus kepada Isaac. Setelahnya gadis itu berjalan perlahan meninggalkan pria manekin tersebut.

Desik-serrrt!

Isaac mengambil beberapa daun yang gugur di depannya, lalu menghamburkannya ke atas, menciptakan suara yang lembut mengalun di dalam taman. Chelsea mengedarkan pandangannya.

Tubuh Isaac masih bergetar takut saat melihat Chelsea, tapi kali ini dia mencoba untuk lebih berani dari sebelumnya. Isaac terus memainkan daun-daun tersebut, mencakupnya lalu melempar ke atas. Membuat hujan tiruannya sendiri secara berulang-ulang.

Chelsea tersenyum menghadap Isaac, dia kembali, gadis itu mendekati Isaac yang sedang canggung bermain dengan daun kering.

"Mau berteman?" tawar Chelsea.

Mata Isaac membulat sempurna. Apa boleh seorang troll seperti dirinya berteman dengan anak seorang manusia?

Chelsea mengangkat alis dan pundaknya, gadis itu menanti jawaban Isaac dengan penuh antusias. Isaac menatap sekeliling, ia merasa kebingungan, apa yang harus dirinya katakan kepada Chelsea saat ini.

Isaac hanya mengangguk, mengisyaratkan bahwa troll versi manusia ini mau berteman dengan Chelsea.

Chelsea segera berjongkok, ia ikut mengambil daun gugur di sekitar kaki mereka. Tangannya mencakup beberapa lalu melemparkannya ke atas, meniru gerakan yang Isaac lakukan.

Garis halus di sekitar bibir Isaac terlihat, dia tersenyum manis saat bermain bersama Chelsea. Ternyata berteman dengan manusia tidak sebegitu menakutkan saat Isaac juga berwujud manusia, ini tidak seperti hal yang Isaac bayangkan dari dulu. Tapi apakah Chelsea masih mau berteman dengannya saat wujudnya kembali menjadi seorang troll?

Mereka berdua lelah, lantas merebahkan tubuhnya di atas guguran daun yang sudah menguning. Menyaksikan langit berawan yang cukup terik, menyilaukan mata.

"Isaac," ucap pria itu pelan.

Suaranya khas laki-laki dewasa, terdengar berat, tapi milik Isaac lembut saat sampai ke telinga Chelsea, membuat gadis yang masih dengan posisi telentang kini membuka matanya secara perlahan.

"Namaku Isaac, Isaac Davidson," sambung Isaac lagi. Dia mulai berani merangkai lalu mengucapkan sepatah kalimat.

Chelsea tersenyum manis, dia senang akhirnya bisa mengetahui nama teman bermainnya itu. "Isaac, besok mau main lagi sama aku?" tawar Chelsea. Gadis itu merubah posisinya ke samping, menghadap Isaac.

"Nggak tahu," jawab Isaac. Dirinya tidak bisa memastikan karena Isaac masih belum bisa mengontrol kapan bersinnya datang.

Chelsea mengangguk paham. Mereka baru saja menjalin hubungan pertemanan, Chelsea tidak bisa memintanya untuk selalu di sini setiap hari, tapi setidaknya dia sangat senang karena sekarang memiliki teman baru, bukan boneka lagi seperti di rumah.

"Chelseaaa ...," seorang pria dewasa memanggil nama Chelsea. Gadis itu segera duduk dan membersihkan kaos ungu tipis yang ia kenakan sekarang.

"Isaac, aku pulang dulu ya. Kita lanjut main lagi besok. Daaa ... Isaac!" pamit Chelsea.

Isaac duduk, memandangi Chelsea sampai gadis itu pergi keluar dari taman. Menyenangkan sekali, apa besok Isaac masih bisa bertemu dan bermain lagi dengan Chelsea seperti tadi.

***

Isaac pulang ke rumah. Air hujan membuat rompinya sedikit basah, ntah mengapa awan-awan tersebut tiba-tiba berubah menjadi mendung lalu turun dalam bentuk hujan. Issac melepas benda itu dari tubuhnya lalu ia jemur di samping jendela.

"Om Isaac!" sapa seseorang dari dalam rumahnya.

Isaac menggerakkan kepala, mengedarkan pandangan mencari darimana arah suara tersebut, ternyata Filbert yang memanggilnya. Sejak kapan Adik Gwen berada di sini.

"Loh, kok ada Filbert di sini?"

"Iya, Mama sama Papa pergi cari barang dan makanan. Filbert dititipin di sini sama om Isaac dan kakak Gwen," jelas Filbert. Tangannya tengah sibuk memegang erat tongkat mainan buatannya sendiri.

"Terus Gwennya di mana?"

"Tuh, tidur." Filbert menunjuk buntalan lemak di atas kasur.

Dasar Gwen, kalau tidak tidur kerjanya hanya makan. Sungguh merepotkan. Isaac meletakkan jamur yang ia bawa ke dalam lemari kalengnya. Pria itu duduk termenung, kaos biru dari Chelsea sedikit kotor terkena lumpur. Bagaimana ia membersihkan kaos sebesar itu sekarang?

Filbert bermain dengan tumpukan mainan yang dibawa dari rumah, anteng, syukurlah anak troll yang satu ini tidak seperti kakaknya, sukab bikin ulah dan ribut saja kerjanya.

Kira-kira kapan Lord Malfoy dan Lady Malfoy pulang akan lalu menjemput anak mereka. Bukannya tidak mau, Isaac hanya terganggu jika rumahnya berantakan. Troll

OCD sepertinya bisa saja membersihkan rumah sampai 3 kali sehari, sampai di rasa benar-benar sempurna. Baru setelah itu dirinya akan merasa puas.

"Rumah Om Isaac bagus, banyak bintangnya, Filbert suka banget." Filbert memandangi lampu kelap-kelip yang terpajang di antara sudut atap rumah. Warnanya yang gemerlap membuat mata paratroll tersihir dengan pesonanya. Mereka bahkan sanggup memandangnya tanpa berkedip sekalipun.

"Om Isaac, Filbert boleh minta bintangnya satu nggak?" tanya Filbert. Biasanya setelah itu dia akan merengek jika tidak dituruti.

Isaac mengangguk, dia berjalan ke arah kotak usang di sudut ruangan. Sepertinya masih ada lampu kelap-kelip yang Filbert sebut dengan bintang.

Isaac mengais barang-barang di dalamnya. Dia mendapati satu bohlam lampu warna merah, Isaac ingat ini dari Mamanya, dia meletakkannya lagi, Isaac tak mau barang berharganya diambil oleh Filbert.

"Filbert, lampunya habis, nanti kita cari lagi ya kalau udah nggak hujan," alibi Isaac, ia tak mau bohlam merah berharganya dimiliki oleh adik Gwen tersebut. Bisa-bisa lampunya yang berharga bisa pecah seketika.

"Yah ... Om Isaac, yaudah deh. Nanti kalau nggak ada juga sampai Filbert pulang, lampu Om Isaac buat Filbert ya!"

Sudah Isaac duga, anak troll usil tersebut pasti tidak mau mengalah, persis seperti kakaknya. Keluarga yang aneh. Gwen menguap, dia terbangun dari tidurnya. Sudah kenyang tidur seharian, Gwen bingung sekarang harus berbuat apa.

"Isaac, aku capek banget," sahut Gwen. Dia berjalan mendekati mereka berdua.

"Dari tadikan Gwen tidur, kenapa bisa capek?"

"Iya, nggak ngapa-ngapain itu capek banget. Kamu harus coba, kalo udah capek nanti keringetan. Otomatis tidur adalah olahraga," jelas Gwen.

Omongan Gwen ngelantur kemana-mana, mungkin karena baru saja terbangun dari tidurnya. Sementara Isaac dibuat geleng-geleng kepala setelah mendengar ucapan Gwen barusan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status