Share

Insafnya Sang Playgirl
Insafnya Sang Playgirl
Author: Mata Pena

Part 1

Rembulan Aurora Ayodha, cewek dengan lesung pipit di sebelah kiri itu tersenyum manis tatkala melihat seorang cowok yang tengah duduk di taman seorang diri. Cowok itu belum menyadari kehadirannya, dengan langkah pelan Bulan mendekatinya.

Tiba-tiba Bulan berhenti mendadak tak meneruskan langkahnya. Berjarak delapan langkah menuju cowok itu, ia dikejutkan dengan kehadiran seorang cewek dengan rambut sebahu yang datang membawa sebucket bunga menuju cowok itu.

Melihat cewek itu datang, cowok yang akan ia temui langsung berdiri dan memeluk erat cewek itu.

Bulan mendekat ke mereka dan langsung menarik cowok itu dari sang cewek, cowok itu pun kaget dengan kehadiran Bulan yang tiba-tiba.

"B-bulan?" Gugup cowok itu.

"Bisa jelasin maksudnya apa?" Bulan menuntut penjelasan.

"Dia siapa?" Tunjuk cewek itu ke arah Bulan.

Bulan melipat kedua tangan di depan dada. "Gue Bulan, ceweknya Dirga. Lo siapa?"

"Kamu jangan ngaku-ngaku! Aku ini tunangannya Dirga."

Bulan kaget, bagaimana bisa. "Lo tunangan Dirga?"

Bulan menatap tajam Dirga. "Jawab Dir, jelasin! Jangan jadi brengsek dengan diamnya elo."

"DIRGA JELASIN!" Teriak cewek itu dengan menggoyangkan lengan Dirga.

Dirga yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara. "Oke gue jelasin!"

Dirga menghembuskan nafas, menatap kedua cewek ini bergantian. "Bulan, kenalin ini Dinda tunangan gue. Dan ini Bulan pacar aku!"

Plak...

Bulan menampar cowok itu. "Lo gila ya?"

Sedangkan cewek itu sudah berlinangan airmata. "Dir! Gimana bisa kamu tega khianatin ini."

"Aku bisa jelasin semuanya." balas Dirga, menghapus airmata Dinda yang langsung ditepis.

"Kamu juga cewek! Apa kamu gak punya hati? Gimana bisa kamu gandeng sama tunangan orang lain?" marah Dinda pada Bulan.

"Gak usah playing victim seolah-olah elo doang yang tersakiti! Kalau gue tau Dirga udah tunangan sama lo, gue juga gak akan mau." tukas Bulan.

"Harusnya kamu juga cari tau dulu seluk-beluk Dirga, jangan baru kenal langsung mau-mau aja! Coba kamu di posisi aku, gimana?"

"Posisi elo ya derita lo! Jangan salahin gue, salahin tunangan lo yang ngejar-ngejar gue duluan."

"Cukup!" bentak Dirga, menengahi

"Kamu diam!"

"Lo diam!" balas Dinda dan Bulan bersamaan.

"Cowok yang udah punya tunangan dan ngejar-ngejar cewek lain itu wajar, tapi kalau cewek yang dikejar itu juga mau namanya kurang ajar. Ibarat tamu, kalau pemilik rumah gak membuka pintu, tamu juga gak akan bisa masuk!" sungut Dinda.

Mendengar ucapan Dinda, Bulan terkekeh melipat kedua tangannya di depan dada. "Lo tunangan Dirga! Kalau Dirga yang udah punya lo sampai ngejar gue, berarti ada yang salah sama lo! Entah itu Dirga yang kegatelan atau lo yang gak bisa jaga pasangan!"

"Kamu-?"

"Gue kenapa?" potong Bulan.

"Harusnya lo ngaca! Apa yang kurang dari lo sampai Dirga selingkuhin lo, lo gak bisa seenaknya nyalahin gue. Lo juga salah, dan Dirga lebih salah. Kalau lo nganggep gue pelakor silakan itu hak lo, tapi gue tegasin, gue juga korban di sini!"

Dinda semakin menangis terisak-isak dan berlari pergi. Dirga hendak mengejarnya, namun Bulan menahan lengan cowok itu.

Dirga melepaskan cekalan Bulan, lalu mengambil, menggengam kedua tangannya. "Sorry Lan, gue udah tunangan sama Dinda jauh sebelum kita pacaran. Gue emang jahat! Udah mainin perasaan lo, gue gak bermaksud untuk itu. Gue LDR sama Dinda, gue butuh perhatian dari jarak dekat..." cowok itu menjeda ucapannya.

"Dan lo juga tau cowok itu serakah gak bisa milikin satu hati aja. Maafin gue, gue gak bisa pertahanin lo! Kita belum jauh sedangkan gue sama Dinda udah ke jenjang yang terlalu jauh. Gue mau memperbaiki hubungan sama Dinda. Maafin gue... kita selesai!"

"Lo brengsek yang pernah gue temuin!" ucap Bulan melepaskan tangannya.

"Gue sangat-sangat brengsek! Silakan pergi Lan! Jujur, gue juga berat buat lepasin lo, tapi gue gak bisa lepas sama Dinda. Gue harap lo ngerti, dan gue yakin lo bisa bahagia tanpa gue."

"Pergi! Jangan pernah nunjukin wajah lo depan gue lagi apalagi balik ke gue, gue benci sama lo!"

Dirga mengangguk, mengelus bahu cewek itu sebentar dan berlalu menghilang menyusul tunangannya.

"Sialan!" Bulan menunduk. Ia tidak menangis! Untuk apa menangisi cowok seperti itu? Bulan cantik, dalam waktu singkat, dirinya yakin akan mendapatkan cowok baru. Lagipula Bulan tipikal cewek yang cepat bosan, tak heran cewek itu sering berganti-ganti pasangan. Bulan is playgirl.

***

Pukul tujuh kurang lima menit, Bulan baru saja sampai di gerbang sekolah. Hari ini dia tidak membawa mobil sendiri, malas nyetir. Memilih naik taksi karna sopirnya sedang pulang kampung.

Saat melewati lapangan banyak sekali cowok yang menatap nya. Jelas! Bulan cantik, salah satu primadona di sekolahnya. Jadi tak heran ia menjadi incaran kaum adam.

Kembali ke Bulan, cewek dengan sragam ketat serta rok setengah paha itu berjalan lurus memasang wajah judes tanpa memperdulikan godaan dari cowok-cowok yang ia lewati.

"Bulan, jadi cewek gue dong?"

"Coba aja kalau gue ganteng, udah pasti bersanding sama Bulan"

"Ibarat pungguk merindukan Bulan, gue remahan rengginang ingin bersanding berlian"

Dan masih banyak lagi godaan yang ia dengar. Bulan bukannya caper dengan melewati area lapangan, ia hanya ingin cepat sampai di kelas. Ia malas harus berdesakan di jam seperti ini jika harus melewati koridor utama. Jika melewati lapangan dipastikan tidak berdesakan tapi dengan resiko menjadi pusat perhatian cowok-cowok disini.

Saat Bulan hendak berjalan menyamping menuju tangga koridor, ia dicegat oleh segerombolan cowok. Salah seorang dari mereka berdiri tepat di depan Bulan. Itu Farel Antariksa, salah satu troublemaker di sekolahnya yang sangat menggilai Bulan.

"Mau ke mana?"

Bulan memutar bola matanya malas, ia jengah. Hari ini ia ingin tenang tapi terganggu karna cowok ini yang selalu mengganggu ketenangannya, benar-benar sangat terobsesi padanya meskipun sudah berkali-kali Bulan tolak.

"Minggir!"

"Kalau gue minggir, lo gak akan ngelirik gue!"

"Kalau lo ditengah, cowok dipinggir yang ngelirik gue!"

"Aww... Sikat bos." ucap salah seorang dari gerombolan Farel yang disambut gelak tawa dari mereka.

Farel ikut terkekeh, "Yang ngelirik lo matanya gue cukil!"

Gerombolan Farel semakin bersorak heboh. Sedangkan Bulan, diam tak menanggapinya.

Farel itu tampan, sangat tampan. Meskipun ia pembuat onar, tapi masih sangat banyak cewek yang mengantri padanya. Namun sepertinya Farel hanya bisa melihat pesona Bulan saja.

Bukan hanya tampan, cowok itu juga ramah, terlebih pada Bulan. Hal ini lah yang membuat beberapa kaum hawa terang-terangan mengibarkan bendera perang pada Bulan. Contohnya dua hari lalu, ia dilabrak oleh Cika-kakak kelasnya hanya karna dirinya di kantin bersama dengan Farel. Cika menuduh dirinya telah merebut Farel darinya, padahal Cika bukan siapa-siapa Farel. Lagipula Farel yang mengajak Bulan ke kantin bareng, bukan dirinya.

"Lo masih marah sama gue?" tanya Farel dengan tangan yang hendak mengelus rambutnya, namun Bulan dengan cepat menghindar dan mengacuhkan Farel.

Ia benar-benar tak mood hari ini, mau bagaimanapun ia juga masih galau karna Dirga. Ditambah Farel yang menyegatnya ini tentu saja mengundang banyak pasang mata untuk menyaksikan ini, menyebalkan. Lihat saja setelah ini pasti akan ada yang menggunjingnya lagi.

Melihat Bulan yang mengacuhkan dirinya tanpa respon, Farel meraih tangan kiri Bulan yang juga langsung ditepis oleh Bulan.

"Kenapa lagi?" Nada ucapan Farel meninggi, yang berarti dirinya mulai kesal dengan tingkah Bulan.

Perlu diingat juga meski sikapnya ramah, Farel juga memiliki sisi jahat. Tak segan-segan sikap jahat itu terkadang juga Farel tunjukkan ke Bulan saat cewek itu mulai bertingkah menyebalkan.

Bagi Farel meskipun ia menggilai Bulan, cewek itu juga harus terbiasa dengan sikapnya, ia terangan-terangan menunjukkan kebiasaan aslinya pada Bulan. Cowok itu tak mau Bulan hanya melihat cover luar Farel tanpa melihat cover dalamnya juga.

Kembali ke mereka, Bulan diam, tak memperdulikan Farel. Hingga terdengar bel masuk berbunyi, seluruh siswa yang menonton dramanya bubar dan berlalu lalang ke kelas masing-masing. Begitupun dengan Bulan yang hendak berlalu namun tangannya langsung dicekal Farel.

"Jangan buat gue nyakitin lo dengan sikap acuh lo ke gue!" Ancam cowok itu yang langsung berlalu dengan antek-anteknya.

Bulan melipat kedua tangannya di depan dada, lalu mendengus kasar.

Tanpa sengaja dirinya menoleh ke arah ruang musik, di sana terdapat seorang cowok yang menatapnya tajam, itu Reyhan Bintang Abizar. Entah kenapa cowok itu selalu menatapnya tajam, padahal ia tak pernah ada masalah apapun dengan Reyhan. Kenal saja tidak, ia hanya tau nama cowok itu, namun sepertinya cowok itu kurang suka dengan Bulan.

Cowok itu terus menatap Bulan yang dibalas tatapan juga oleh Bulan. Hingga teman cowok itu datang lalu menutup pintu ruangan tersebut.

Bulan mengedikkan bahunya, tak ambil pusing dengan tatapan cowok itu. Toh ia tak ada masalah dengannya. Ambil positifnya saja mungkin cowok itu menyukai Bulan namun hanya bisa memandang tanpa menggenggam.

"Rembulan Aurora Ayodha!"

Bulan menoleh, bola matanya hampir copot kala melihat Bu Cecil tengah berkacak pinggang menatap Bulan garang.

Mati aja gue!

Bu Cecil berjalan mendekat, tepat berdiri dihadapannya. Guru berkacamata hitam dengan hills setinggi 7cm itu, membuka sedikit kacamatanya menatap Bulan dari ujung sepatu hingga ujung rambutnya.

"Mau kondangan di mana Bulan?"

Bulan menunduk diam memainkan kuku-kukunya.

"Bulan!"

Bulan mendongak kaget menatap Bu Cecil.

"I-iya Bu."

"Beraninya kamu tidak mendengarkan ucapan saya?"

"Saya denger kok Bu" cicit Bulan

"Kamu ini! Sudah datang terlambat. Lihat! Sragam tidak sesuai aturan..." tunjuk Bu Cecil.

Plis deh Bu ini fashion, batin Bulan

"Tidak memakai sabuk, kalau rok kamu melorot gimana?..."

"Gak pakai dasi juga? Terus kenapa ini gak dikancingin? Mau pamer kamu?..." ucap Bu Cecil sembari mengancingkan dua kancing baju paling atas Bulan.

"Harusnya gak perlu pakai rok sekalian daripada sependek ini!..." Bu Cecil menarik rok Bulan agar lebih panjang.

Tolong Bu, ini pedes banget, batin Bulan kedua kalinya.

"Ini lagi! Ngapain pakai kuku diwarna-warnai begini? Kebanyakan cat kamu di rumah? Mending kamu sumbangin aja ke tetangga kamu biar bermanfaatnya..."

"Jadi, rambut kamu habis kebakaran di mana?"

Bu plis saya teraniaya tapi ini pertanyaan bikin ngakak, batin Bulan ketiga kalinya.

"Bulan! Saya sudah capek menasehati kamu, percuma mau saya hukum berapa kali pun, kamu juga tetap mengulangi kesalahan. Dengar Bulan! beruntung kamu masih ditingkat dua, masa nakalnya anak SMA, saya masih sabar menghadapi kamu! Tapi nanti saat kamu ditingkat tiga dan masih seperti ini, saya tidak akan segan-segan membawa kamu langsung menghadap ke kepala sekolah. Kamu harus berubah Bulan! Ingat itu!" tegas Bu Cecil panjang lebar.

"Iya Bu." jawab Bulan lesu.

"Masuk kelas jangan bolos!"

Bulan mengangguk patuh dan berlalu.

Ia benar-benar kesal, andai saja Farel tidak mencegatnya mungkin Bulan tidak akan bertemu dengan Bu Cecil dan telinganya tidak akan kepanasan mendengarkan siraman rohani di pagi ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status