Share

PART 3

Kubuka mata perlahan. Tampak orang-orang yang begitu kusayang berjejer di tepi ranjang. Ranjang yang seharusnya menjadi ranjang kenangan indah bersama pasangan, kini hanya menanggalkan sesak dan luka terdalam. 

Luka yang kupastikan tak bisa dengan mudah hilang dari ingatan. Begitu membekas dalam dada, sebab saat itulah aku merasa tak ada harganya dan dicampakkan begitu saja. Terlalu menyakitkan.

Mas Gaza masih sibuk bicara dengan ibu dan umi di sudut ruangan. Mungkin membicarakan video yang tadi kulihat sekilas di ponselnya. Benar-benar hanya beberapa detik karena aku tak sanggup melanjutkan untuk menonton lebih lama. Kepalaku mendadak pening dan sakit melihat tayangan di layar bening itu. 

Sebuah video mengerikan tampil di sana. Jauh lebih mengerikan lagi sebab menampilkan wajahku di sana. Aku benar-benar shock. Cukup histeris dan pingsan begitu saja.

Aku yakin itu tak benar dan sebatas editan, tapi sekilas memang tak tampak jika itu sebuah editan. Seperti nyata, begitu sempurna rekayasanya. 

Namun, bagaimana caraku untuk membuktikan bahwa itu hanya sekadar rekayasa? Jika Mas Gaza tak berniat untuk menyelidikinya lebih lanjut, dengan alasan dia tak ingin mengumbar aib keluarga?

Teganya dia langsung percaya begitu saja bahwa yang ada dalam video itu adalah aku. Dia menjatuhkan talaknya tanpa bertanya satu dua patah kata padaku tentang video itu. Benar-benar sulit dipercaya jika sosok Mas Gaza bisa seceroboh itu.

"Mas, tolong jelaskan padaku. Kamu dapat darimana video itu?" tanyaku lirih. 

Mas Gaza menoleh ke arahku. Ummi dan ibu pun memandangku dengan tatapan iba, tak ada kecewa di wajah mereka. Mungkin mereka juga yakin kalau aku tak mungkin melakukan hal seburuk itu. 

"Aku dapatkan dari orang yang terpercaya, Ran. Mereka tak mungkin membohongiku, aku kenal sudah lama dengan mereka bahkan bertahun-tahun," jawab Mas Gaza kemudian. 

"Iya tapi siapa?" tanyaku setengah memaksa. Aku berusaha untuk duduk, bersandar dengan bantal di atas ranjang. 

"Kamu nggak perlu tahu soal itu, Ran. Yang harus kamu jelaskan, kenapa kamu bisa melakukan ini?" tanya Mas Gaza lagi. Kutatap tajam kedua matanya yang masih diliputi kecewa dan emosi. 

"Apa kamu percaya jika aku bilang bahwa dalam video itu bukan aku?" tanyaku lagi. 

"Berarti kamu menuduh pengirim video itu membohongiku?" tanyanya balik.

"Aku tak menuduhnya. Aku hanya tanya apa kamu percaya ucapanku jika aku bilang bahwa dalam video itu bukan aku?" tanyaku lagi. 

"Jadi maksud kamu apa, Ran? Perempuan bug*l dalam video itu bukan kamu, begitu?" tanyanya lagi.

"Iya. Itu bukan aku, Mas. Bahkan melepas hijab di teras rumah saja aku nggak pernah. Bagaimana mungkin aku melakukan hal sebodoh itu?"

"Apa aku harus lebih percaya sama kamu yang baru kukenal beberapa bulan dibanding pengirim video itu? Mereka yang sudah kukenal bertahun-tahun?" Mas Gaza kembali bertanya. 

"Tapi aku nggak pernah melakukan itu. Terserah kamu percaya atau tidak, Mas," ucapku lagi. 

Tangisku kembali pecah. Tega-teganya suami sendiri meragukan ucapan istrinya. Lantas bagaimana nasib rumah tanggaku nanti jika dia jauh lebih mempercaya orang lain dibandingkan istrinya sendiri?

"Abah antar ke orang yang lebih paham dalam hal ini, Za. Kita buktikan yang sebenarnya. Kamu jangan percaya begitu saja apalagi ini bukan perkara biasa. Bagaimana jika Rania yang benar sedangkan kamu yang salah?" Abah kembali memberi saran namun lagi-lagi Mas Gaza menolak. 

"Nggak perlu, Bah. Gaza nggak mau menyebarkan aib keluarga sendiri. Gaza sudah lihat video itu beberapa detik sampai Gaza lihat ada jam tangan dan gamis yang tergeletak di ranjang, sama persis seperti gamis yang pernah dipakai Rania kala itu. Apa itu belum cukup bukti jika video itu memang dia?"

"Istighfar, Gaza! Umi yakin itu bukan Rania. Umi kenal betul siapa ibunya," ucap Ummi membela."

"Iya, Ummi memang kenal ibunya sejak lama tapi umi nggak begitu kenal anaknya." Mas Gaza masih saja bersikukuh dengan opininya. Dia tetap tak ingin rujuk, bahkan terang-terangan bilang akan segera mengurus perceraian kami. Ah, teganya dia!

"Tega kamu, Mas. Kamu lebih mempercayai orang lain dibandingkan aku, istrimu sendiri," ucapku lagi. 

Kupeluk ibu dan menangis di pangkuannya. Ibu pun mengusap kepalaku perlahan. Aku yakin detik ini tak hanya aku yang sakit hati, tapi umi, abah, mas Alif dan keluarga besar ini pun mengalami sakit yang sama kecuali Mas Gaza yang dirasuki entah apa. 

"Kamu baru sehari menjadi istriku, Ran. Sedangkan pengirim video ini, aku sudah mengenalnya bertahun-tahun. Kamu dengar itu, kan? Dari dulu mereka tak pernah membohongiku. Aku mengenalnya bahkan keluarganya," ucap Mas Gaza begitu yakin.

"Ajak dia ke sini. Biar aku sendiri yang tanya kenapa dia bisa mendapatkan video itu. Darimana dan kapan dia mendapatkannya," ucapku lagi. Aku tak terima difitnah begitu saja, apalagi dengan fitnah yang menjijikkan seperti itu. 

"Kenapa? Kamu nggak mau mengajak mereka ke sini?" tanyaku lagi. 

"Aku sudah berjanji untuk tak membocorkan identitas pengirim ini, Ran. Aku tak mungkin melanggar janjiku sendiri," ucap Mas Gaza lagi. Dia tetap menolak permintaanku untuk menghadirkan pengirim video itu. 

"Tapi kamu juga sudah melanggar janjimu di hadapanNya, Mas. Janjimu untuk menjadi pemimpin yang adil. Nyatanya baru tadi pagi kamu berjanji, detik ini kamu sudah mengingkari." Mas Gaza mendongak cepat, menatap kedua mataku lekat.

"Aku nggak mungkin melanjutkan pernikahan dengan perempuan yang mengumbar auratnya bahkan bug*l di hadapan laki-laki lain, Rania. Aku malu jika ibu dari anak- anakku memiliki sikap seburuk itu. Aku malu. Aku malu!"

"Terserah apa maumu, Mas. Tapi yang jelas, dalam video itu bukan aku! Aku masih waras dan nggak mungkin melakukan hal sebodoh itu!"

"Ibu juga bisa pastikan kalau itu bukan Rania, Za. Ibu mendidiknya sedari kecil untuk menutup aurat bahkan jika keluar rumah, kedua kakinya pun tertutup rapat. Mana mungkin Rania melakukan hal bod*h seperti itu.

Buat apa? Soal uang dia tak pernah kekurangan meski hidup kami pas-pas an. Alif juga sosok pengganti bapak yang baik untuk keluarga. Dia kakak yang tanggungjawab. Tak pernah membiarkan adiknya kenal laki-laki sembarangan" Ibu tergugu di sampingku, lalu berpelukan dengan Ummi. 

"Maafkan anakku, Er. Maafkan dia," ucap Ummi berulang kali. Mereka masih saja berpelukan dalam tangis. 

"Aku tak akan memaafkanmu begitu saja, Za. Kamu sudah merendahkan adikku!" bentak Mas Alif kemudian. Kedua tangannya mengepal hendak menonjok Mas Gaza, tapi Abah memintanya untuk kembali istighfar. 

"Maafkan Gaza, Bah, Mi. Pikiran Gaza kacau. Gaza malu. Sekali lagi maaf, Gaza nggak bisa melanjutkan pernikahan ini," ucap Mas Gaza lagi. Dia pergi begitu saja meninggalkan kami di kamar yang cukup luas ini.

***

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Daanii Irsyad Aufa
katanya orang berpendidikan ko cetek sih pemikiran nya. kroscek dulu dong?? apa juga motif pelaku ngirim video pas malam pertama gitu..haduh ...‍♀️
goodnovel comment avatar
Anita Ratna
Wah videonya kayaknya yg ngedit 2 cewe sohibnya tuh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status