Share

Bab 2 Dipaksa Menikah

Aku dipaksa Menikah

Aku benar-benar takut dan frustasi, ketika lelaki yang menatapku penuh intimidasi, mengatakan bahwa dirinya adalah calon suamiku, takdir apakah yang menimpaku saat ini?.

Aku tidak mau dan tidak sudi menikah dengan lelaki itu, tatapannya sangat mesum kepadaku. Lelaki yang tak aku kenal itu, lantas terus mendekati diriku.

"Bicara apa kau? Kau bukan calon suamiku, Arsen adalah calon suamiku, dia kekasihku saat ini," teriakku meralat ucapannya, kepadaku.

Lelaki itu lantas berusaha untuk menyentuh pipiku, segera aku tepiskan tangannya. Ku palingkan wajahku, ketika dia hendak mendekatkan bibirnya kearahku.

Lelaki itu tersenyum seringai kearahku, sungguh aku tak tau apa yang dia pikirkannya tentang diriku.

"Kenapa kamu sangat galak, cantik?" tanya lelaki itu seraya menggodaku.

Aku berusaha untuk menghindari dirinya yang semakin lama semakin datang mendekati kearahku.

"Jangan mendekatiku!" sergahku, ketika dirinya terus saja mendekat ke arahku.

"Kenapa? Besok kita akan menikah sayang, seluruh tubuhmu akan menjadi milikku," terangnya seraya mengedipkan sebelah matanya.

Sungguh aku sangat jijik kepada dirinya, mana mungkin aku mau menikah dengannya, apalagi menyerahkan tubuhku kepadanya.

"Aku tidak mau menikah denganmu!" tegasku, menatap kesal kearahnya.

"Kenapa?" tanya lelaki itu seraya menatap wajahku dengan tatapan menggodaku.

"Karena aku sudah memiliki kekasih, kau tak berhak mengatur hidupku, aku tidak mengenalimu dan kau jangan pernah memaksaku untuk menikah denganmu," tegasku, dengan menatap nyalang kearahnya.

Lelaki yang biasa dipanggil Tuan Zu, terlihat tertawa, ketika dirinya mendengarkan ucapanku.

"Hahahahaha...memangnya kau siapa? Kau hanya kutu kecil bagiku, kau adalah gadis tawanan dari orang tuamu."

Deg

Deg

Deg

Jantungku seketika berdegub dengan kencangnya, sungguh apa yang dikatakan olehnya, membuatku langsung Shock seketika.

Orang tuaku mana mungkin melakukan itu kepadaku, selama ini mereka sangat mencintaiku.

"Tidak, kamu pasti bohong!" ucapku dengan nada penuh emosi.

"Siapa yang berbohong? Orang tuamu sendiri yang membuat kesalahan kepadaku, dia melarikan diri dan meninggalkanmu di rumah sendiri," jawabnya menatap seringai ke arahku.

Deg

Sungguh aku tak bisa berkata apa-apa lagi, ketika lelaki itu menuduh orang tuaku berbuat sekeji itu kepadaku, sedangkan orang tuaku mengatakan kepadaku, kalau saat ini mereka sedang dalam tugas luar kota, itulah sebabnya orang tuaku meninggalkanku sendiri dirumah, hingga terjadilah penculikan yang menimpaku saat ini.

Seketika air mataku sudah mengalir membasahi pipiku, sungguh pilu nasibku saat ini.

"Kau tidak usah menangis, kau akan aku buat bahagia, asal kau menjadi istriku yang penurut."

"Tidak, aku tidak mau menikah denganmu, lepaskan aku!" tolakku dengan nada menjerit dan berusaha untuk menjauhkan tubuhnya dari tubuhku.

"Tak ada yang bisa menolakku, aku akan tetap menjadikanmu istri ke empatku."

Mendengar ucapan Tuan Zu, membuat hatiku langsung hancur seketika, tanpa basa basi lagi, tubuhku langsung ditariknya.

Aku terkejut dengan apa yang dia lakukan kepadaku. Tak lama setelah itu, Tuan Zu menarik tengkuk leherku, saat itupun dirinya memaksaku berciuman dengannya.

Aku meronta-ronta, kupukul-pukul dadanya beberapa kali, namun dia tetap tak mau melepaskan ciumannya dari bibirku.

Air mataku kembali jatuh membasahi pipiku, hingga akhirnya Tuan Zu melepaskan pagutannya, ketika nafasku mulai tersengal-sengal.

Saat itu, dia mendorongku ke belakang, Tuan Zu langsung mengusap bibirnya yang basah dengan ibu jarinya.

Aku yang masih Shock, hanya terdiam terpaku menatap dirinya saja, tak lama kemudian kurasakan bibirku yang sudah basah karena bekas ciumannya, akupun segera menghapus bekas ciumannya dengan menggunakan tanganku.

Berkali-kali aku mencoba untuk menghapus bekas ciumannya, namun masih kurasakan bibirnya masih membekas dibibirku.

Tuan Zu, menatapku dengan tersenyum menyeringai, aku melihat dirinya berdiri di depanku dengan menatap penuh ke arahku.

"Kenapa kamu menghapus bekas ciumanku?" tanyanya dengan menatap tajam kearahku.

"Cih aku tidak sudi bibirmu membekas di bibirku," cibirku dengan terus menghapus bekas ciumannya.

"Kau akan menerima ciumanku setiap hari nantinya, bersiaplah, kau akan ikut denganku sekarang!" ucapnya seraya mendekat ke arahku.

"Tidak, aku tidak mau!" tolakku, seraya memundurkan langkah kakiku.

Merasa dirinya aku tolak mentah-mentah, tiba-tiba Tuan Zu langsung menarik tanganku. Dengan cepat akupun digendong dengan cara dipanggul keluar dari kamar ini.

Aku meronta-ronta saat itu, namun dia dengan santainya terus memanggul tubuhku menuju ke arah mobilnya.

Saat itulah, tubuhku langsung didorong masuk kedalam mobilnya. Setelah itu, Tuan Zu langsung masuk ke dalam mobilnya.

Dia duduk bersebelahan denganku, lalu tangannya langsung memeluk tubuhku, kutepiskan tangannya, namun tak sedikitpun tangannya bergeser dari pundakku.

"Jalankan mobilnya!" titahnya seraya terus menatap wajahku.

"Baik, Tuan," Jawab sopir dengan menutup kaca pembatasnya.

Aku melihat kaca pembatas antara kursi penumpang dengan kursi pengemudi, sudah menutup sendiri, ketika sopir tersebut memencet sebuah tombol yang ada disetir kemudinya.

Saat itulah, Tuan Zu kembali menciumku dengan penuh intimidasi. Kedua tanganku yang kecil, dicengkram dengan satu tangannya, hingga aku tak bisa melepaskan diri darinya, tubuhku dihimpit dengan tubuhnya yang besar saat itu.

Aku menangis sejadi-jadinya, ketika dia berlalu tak senon*h kepada ku, kedua buah dadaku diremasnya beberapa kali.

Saat aku sudah kehilangan tenagaku, saat itu pula dirinya melepaskan bibirnya dari bibirku. Nafasku mulai tersengal-sengal, dadaku sudah naik turun dan kurasakan tubuhnya yang tadi sedang menindihku, langsung bangkit dari tubuhku.

Tuan Zu lalu menarik tubuhku, kemudian didudukkanlah tubuhku di atas pangkuannya, dia menatap wajahku, lalu menghapus air mataku.

"Jangan menangis Ana, aku tak mau wajah cantikmu akan hilang, karena tangisanmu itu."

Aku hanya terdiam dan tak menanggapi ucapannya, aku terus memalingkan wajahku ke arah lain.

Tak selang beberapa menit kemudian, aku merasakan mobil yang aku tumpangi saat ini, sudah terparkir di depan istanahnya.

Kulihat banyak para pengawalnya di rumahnya.

Aku benar-benar bingung dan penasaran dengan sosok lelaki yang saat ini berada dihadapanku. Siapakah dirinya? Kenapa dia seperti orang yang sangat berpengaruh saat ini.

Ketika Tuan Zu keluar, dia menyambut diriku dengan memberikan uluran tangannya ke arahku, aku hanya menatap wajahnya kesal, lalu kemudian aku keluar tanpa menyambut uluran tangan darinya.

Aku lalu berdiri tepat disisinya, tanpa basa-basi lagi, tanganku dilingkarkan ke arah lengannya, lalu akupun diajak masuk olehnya.

Saat aku dan Tuan Zu, memasuki Isatanahnya, tiba-tiba aku melihat 3 orang wanita kini sudah datang menyambutnya, lalu sekilas melirikku dengan tatapan sinis.

Aku belum tau siapa mereka, namun ketika aku melihat dari gelagat ketiga wanita tersebut, aku yakin mereka adalah istri dari Tuan Zu.

"Tuan Zu, apa kamu capek?" tanya wanita yang berambut ikal.

"Tuan Zu, siapa gadis itu?" tanya wanita yang berambut lurus.

"Tuan Zu, silahkan duduk, biar aku pijit," tawar wanita berambut pendek.

Tuan Zu, tak menghiraukan mereka semua, tampak dirinya menatap wajahku terus, hingga aku terlihat sangat gugup.

"Kalian, Perkenalkan ini adalah Ana, calon madu kalian. Kami akan menikah dengannya esok pagi, jadi jangan pernah kalian membully atau berbuat kasar kepadanya," ucap Tuan Zu, menatap nyalang kearah ketiga istrinya.

Tak ada satupun dari mereka yang berani membantah Tuan Zu, terlihat mereka sedang menatapku penuh.

Sungguh akupun tak mau menikah dengan pria yang sudah beristri, seperti Tuan Zu.

Tanpa basa basi lagi, akupun segera dibawa masuk ke dalam kamarnya. Aku menolak dan meronta, namun kembali tatapannya mengintimidasiku.

"Kau tidur bersamaku atau kau tidur dengan para pengawalku?" ancamnya dengan mata dan tubuhnya mengintimidasiku.

Gleg...

Seketika akupun menelan ludahku sendiri, aku terpaksa menurutinya untuk masuk ke dalam kamarnya.

"Kita tidur seranjang dan aku tidak akan berbuat macam-macam kepadamu."

Mendengar ucapannya itu, sontak membuatku langsung membolakan kedua mataku kearahnya.

"Apa Tuan bilang? Aku tidak sudi tidur denganmu." tolakku mentah-mentah.

Tuan Zu hanya mengulum senyumannya ke arahku, lalu dengan cepat tubuhku didorongnya ke belakang.

Aku sontak terkejut, ketika tubuhku langsung tersungkur diatas kasur, saat itulah dengan mudahnya dia langsung menarikku diatas ranjangnya, lalu memeluk tubuhku dari arah samping.

"Tidurlah, aku tak akan berbuat macam-macam kepadamu."

"Lepaskan aku!" aku memberontak berusaha melepaskan tubuhku dari pelukannya.

"Sekali lagi kau memberontak, akan aku telanjangi tubuhmu dan kutiduri dirimu."

Gleg..

Seketika akupun langsung terdiam dan tidak berani mengatakan apapun kepada dirinya.

"Bagus, itu lebih baik Ana, istirahatlah, karena besok adalah hari pernikahan kita.

Deg...

Jantungku mulai tak menentu, sungguh aku benar-benar tidak mau menikah dengan lelaki seperti dirinya.

"Arsen, tolonglah aku, aku sedang diculik saat ini, dan dia mau memaksaku menikah dengannya esok pagi." gumamku dalam hati.

****

Esok paginya, akupun segera dipaksa untuk memakai gaun pengantin putih yang sudah disiapkan oleh Tuan Zu, untuk pernikahan kami. Namun aku tetap menolak, aku tidak mau memakai gaun pengantin itu.

Aku menangis sejadi-jadinya saat itu, hingga akhirnya Tuan Zu datang ke kamar dan melihatku masih belum mengenakan gaun pengantinku.

Seluruh pelayan diminta keluar, setelah mereka keluar, kulihat Tuan Zu langsung menutup pintunya.

Dia menatap nyalang kearahku, tak lama setelah itu, diapun mendekat kearahku. Aku langsung memundurkan langkah kakiku ke belakang.

Tuan Zu terus melangkah maju ke arahku, matanya sudah menatap nyalang ke arahku. Tak lama setelah itu, aku rasakan tubuhku sudah mentok di tembok.

Tuan Zu lalu mengunci tubuhku dengan kedua tangannya dijulurkan di depanku.

"Kenapa kamu belum memakai gaun pengantinmu?" tanyanya dengan tatapan penuh intimidasi.

"Aku tidak mau menikah denganmu." jawabku dengan nada menolak.

Tuan Zu lantas tersenyum kearahku, lalu tak lama kemudian.

Sreeek...sreeeek..

Pakaianku langsung disobeknya, dia merobek-robek pakaianku, tidak hanya itu, Tuan Zu langsung melucuti pakaianku, hingga terlihatlah tubuhku yang hanya memakai pakaian dalam saja.

Tuan Zu tampak marah kepadaku, lalu dirinya mulai mengambil gaun pengantin itu dan dipakaikannya kepadaku.

"Sudah aku bilang, tidak ada satu orangpun yang bisa menolakku kali ini."

"Dengar Ana, kau jangan pernah bersikap lemah dan melawan dihadapanku, aku bisa lebih kejam kepadamu, kau pikir siapa dirimu? Kau hanya sekedar barang gadai, yang dititipkan orang tuamu kepadaku."

Aku hanya menangis saat itu, dia terus menghinaku dan mengancamku.

Sungguh aku tak bisa berkata apa-apa lagi, Tuan Zu tampak murka kepadaku, sungguh aku ketakutan saat itu, ketika dia mengarahkan sebuah pistol ke arah kepalaku.

"Dengar baik-baik, jika kau tidak mau menikah denganku nanti, kau akan tau akibatnya nanti, jadi jangan berbuat macam-macam kepadaku Ana," ancamnya seraya menodongkan pistol itu ke arahku.

.

.

Saat semuanya sudah siap, aku pun segera dibawa kesebuah Gereja, disana aku akhirnya akan mengucapkan janji suci didepan Pendeta yang akan menikahkanku nanti.

Tak selang beberapa lama kemudian, aku pun diantar seorang pengiring menuju ke tempat Tuan Zu yang ada di depan.

Pengiring itu terus saja menatap wajahku, ketika dia mengantarkanku ke arah altar untuk melakukan prosesi janji suci. dia adalah istri pertama Tuan Zu.

Ketika tubuhku sudah berdiri disamping Tuan Zu, samar-samar kulihat wajahnya terlihat menatapku penuh intimidasi.

Segera aku hilangkan rasa kegugupanku dengan terus menatap wajah Pendeta yang ada di depanku saat ini.

Saat itulah, pendeta tersebut langsung membacakan janji suci pernikahan kami.

Tuan zu mengucapkan janji sucinya terlebih dahulu, setelah selesai, akupun menjawab janji suciku kepada Tuan Zu.

Ketika semuanya sudah selesai kami mengucapkan janji suci tersebut, Pendetapun langsung membuka penutup kepalaku, lalu dihadapan semua orang, dia mencium bibirku dengan mesra.

Selesai acara pernikahan kami, akupun dibawa kesebuah tempat, dimana aku sendiri tidak tau alamatnya.

Tuan Zu lalu menggendongku dan menurunkan tubuhku, di atas ranjang pengantin yang sudah dihias sebelumnya.

Aku hanya terdiam, ku geser tubuhku ke belakang, kulihat Tuan Zu sudah melepaskan semua pakaiannya, hingga menyisakan boxer yang menempel di tubuhnya.

Dia langsung menarik tubuhku dan merobek gaun pengantinku.

Dengan tatapan penuh mengintimidasiku, Tuan Zu memerintahkan diriku untuk melayani dirinya, aku menolaknya mentah-mentah.

"Kita sudah menikah, tak bisakah kau memberikan malam pertama kita dengan cara spesial?"

"Aku tidak mau! menikah denganmu sudah membuatku cukup menderita. Tolong lepaskan aku!" tolakku seraya dengan menangkupkan kedua tanganku.

Tuan Zu menatap geram kearahku, tanpa basa basi lagi, pakaian dalam yang menempel ditubuhku, tiba-tiba dilucuti semua olehnya.

"Aku akan melakukan malam pertamaku denganmu sekarang, suka atau tidak, aku akan melakukannya kepadamu sekarang."

Deg..

Jantungku sudah berdetak tak karuan, ketika Tuan Zu dengan kasarnya merenggut kesucianku saat itu, dia menyusuri setiap lekuk tubuhku dan terus mengintimidasiku.

Aku yang melawan dirinya hanya sia-sia saja, tenagaku tak sebanding dengan tenaganya.

Dia lalu dengan kasar menerobos lembah surgawiku, hingga aku tak kuat menahan rasa sakitku, ketika dirinya merenggut keperawananku dengan cara paksa dan kasar.

"Sakiiiit...hiks..hiks..."

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status