Bab 11: Retaknya Ikatan yang Pernah Kokoh
Hari-hari di istana Landbird berubah menjadi mimpi buruk bagi Ratu Elea. Hubungannya dengan Flynn, yang dulu harmonis dan penuh saling pengertian, kini berubah menjadi jurang yang semakin lebar. Sementara itu, Beatrice tampak menikmati perannya sebagai pusat perhatian, terutama perhatian Flynn yang sepenuhnya tertuju padanya.Pagi itu, Elea duduk di ruang kerjanya, mencoba fokus pada dokumen-dokumen kerajaan yang membutuhkan tanda tangannya. Namun, pikirannya terganggu ketika Flynn masuk dengan wajah masam."Elea, apa maksudmu berbicara kasar pada Beatrice tadi pagi?" tanyanya tanpa basa-basi.Elea mengangkat alis, terkejut dengan tuduhan itu. "Berbicara kasar? Apa yang kau bicarakan, Flynn? Aku bahkan belum bertemu dengannya hari ini.""Dia mengatakan kau mengkritik cara pelayanannya terhadap tamu di ruang makan," lanjut Flynn dengan nada menuduh.Bab 12: Ketertarikan yang TersembunyiDi Istana Veridion yang megah, Raja Alaric duduk di ruang kerjanya, ditemani oleh sekretaris pribadinya, Lennox. Dinding ruangan dipenuhi rak-rak buku, sementara aroma kayu cendana mengisi udara. Alaric, dengan gaya santainya, memandang ke luar jendela besar yang memperlihatkan taman kerajaan. Namun, pikirannya jauh dari keindahan taman itu. Lennox, pria muda dengan rambut cokelat acak-acakan dan kacamata yang selalu tergelincir dari hidungnya, berdiri di dekat meja dengan tumpukan dokumen di tangan. Ia tampak sibuk mengatur dokumen itu, namun matanya sesekali melirik ke arah Alaric yang tampak termenung. “Yang Mulia,” Lennox membuka percakapan, suaranya ceria seperti biasa. “Dokumen ini memerlukan tanda tangan Anda. Dan, kalau boleh tahu, kenapa Anda terus melamun sejak kembali dari Kerajaan Landbird? Ada sesuatu yang terjadi?” Alaric mengalihkan pandangannya dari jendela dan menatap
Bab 13: Ketetapan Hati Sang Ratu Istana Landbird pagi itu dipenuhi dengan kesibukan. Para pelayan mondar-mandir, menyiapkan berbagai keperluan istana. Namun, suasana di kamar Elea terasa berbeda. Di dalam, sang ratu duduk di kursi kayu berlapis emas, wajahnya yang biasanya anggun kini tampak memancarkan ketegangan. Flynn berdiri di hadapannya, tatapannya penuh harap meskipun Elea tampak tidak tergerak. “Elea,” kata Flynn dengan suara lembut namun mendesak, “ini hanya sebuah pesta kecil. Untuk menghormati tiga bulan kehamilan Beatrice. Bagaimanapun, anak itu akan menjadi pewaris kerajaan ini.” Elea mengangkat pandangannya, menatap Flynn dengan mata birunya yang dingin namun tegas. “Flynn, aku adalah ratu kerajaan ini, bukan seorang pengurus perayaan pribadi. Aku sudah cukup sabar menjalankan tugasku, bahkan menyiapkan segala sesuatu untuk Beatrice tanpa protes. Namun, meminta aku mengadakan pesta untuknya? Itu terlalu ja
Bab 14: Bayang-Bayang Masa Lalu Malam itu pesta berlanjut dengan gemerlap yang membuai para tamu. Musik terus mengalun, mengiringi percakapan ringan para bangsawan dan langkah kaki mereka yang menari di lantai dansa. Namun, di balik kemewahan itu, ketegangan semakin meresap, terutama di antara tiga sosok yang menjadi pusat perhatian: Raja Flynn, Ratu Elea, dan Selir Beatrice. Elea memilih untuk tetap berada di sudut ruangan, menjaga martabatnya sebagai ratu. Ia tahu banyak yang memperhatikannya, mencari celah untuk mengomentari reaksinya terhadap kedekatan Flynn dan Beatrice. Dengan kepala tegak dan senyum anggun yang dipasang rapi, Elea terlihat tak terpengaruh. Tetapi di dalam, hatinya bergejolak hebat. Di sisi lain, Beatrice masih berada di lantai dansa bersama Flynn. Tatapan Flynn yang penuh kasih sayang membuat Beatrice merasa canggung, bukan karena perhatian itu, tetapi karena pria berambut merah yang berdiri di tepi ruangan. Ia m
Bab 15: Bayangan Masa LaluMalam itu, Istana Landbird kembali sunyi setelah gemerlap pesta berakhir. Para tamu telah pulang, meninggalkan balairung yang kini hanya dihuni oleh para pelayan yang membersihkan sisa-sisa kemeriahan. Namun, di salah satu sudut istana, suasana jauh dari tenang. Di kamarnya, Beatrice mondar-mandir dengan gelisah. Pikirannya terus-menerus dihantui oleh ancaman Edwin di pesta tadi. Ia tahu pria itu tidak pernah berbicara tanpa maksud. Setiap kata yang keluar dari mulut Edwin adalah sebuah strategi, dan Beatrice tidak bisa mengabaikannya. Saat tengah berpikir keras, terdengar ketukan pelan di pintu. Beatrice terdiam, napasnya tertahan. Ia sudah tahu siapa yang berdiri di balik pintu itu. “Masuk,” katanya dengan suara gemetar namun tetap mencoba terdengar tegas. Pintu terbuka perlahan, dan Edwin melangkah masuk. Senyumnya yang licik muncul lagi, membuat Beatrice semakin tegang. Ia me
Bab 16: Intrik di Balik TopengFajar menyingsing dengan warna merah keemasan di langit Istana Landbird. Namun, di dalam istana, suasana tidak seindah pagi yang cerah itu. Teriakan histeris Beatrice menggema di lorong-lorong, mengundang para pelayan dan pengawal berlarian ke arah kamarnya. "Ratu Elea!" jerit Beatrice dengan suara yang terisak-isak, tubuhnya tergeletak di lantai kamar yang sengaja ia acak-acak sendiri. Rambutnya terurai berantakan, dan lengan bajunya terlihat sobek. Ia memegangi lengannya dengan ekspresi ketakutan, seolah-olah baru saja mengalami serangan brutal. Para pelayan yang masuk ke dalam kamar terkejut melihat keadaannya. “Yang Mulia Beatrice, apa yang terjadi?” tanya salah satu dari mereka, mendekat untuk membantunya berdiri. Beatrice menggeleng dengan lemah, air mata mengalir di pipinya. “Aku diserang... Seseorang mencoba menyakitiku! Mereka... mereka ingin mencelakaiku karena aku mengandung pewar
**Bab 1: Tamu Tak Diundang** Kerajaan Landbird berdiri megah di jantung benua Eropa, dikelilingi hamparan padang hijau yang membentang sejauh mata memandang. Selama bertahun-tahun, rakyatnya hidup dalam kemakmuran di bawah kepemimpinan Raja Flynn Landbird dan Ratu Elea Marre. Namun, di balik megahnya istana dan kebijaksanaan mereka, satu kelemahan menjadi bisikan di lorong-lorong istana: ratu belum juga memberikan seorang pewaris. Elea duduk di depan cermin besar berbingkai emas di kamarnya. Jemarinya dengan anggun mengoleskan bedak tipis ke wajahnya. Matanya yang biru cerah memantulkan ketegasan, meskipun hati kecilnya terasa hampa. Hari ini, ia akan menyambut Flynn, suaminya yang baru saja kembali dari perang. Namun, kegembiraan itu ternoda oleh kabar yang ia terima dari Daisy, pelayan setianya. “Jadi benar?” tanya Elea pelan, suaranya nyaris seperti bisikan. “Raja membawa seorang wanita ke istana?” Daisy, yang berdiri di belakang Elea, menunduk hormat sebelum menjawab. “Bena
Bab 2 bayang bayang di balik senyuman.Di sudut lain istana, Beatrice berdiri di balkon kamarnya. Angin malam yang dingin menerpa kulitnya, namun ia tampak tak terganggu. Tatapan matanya mengarah pada menara tempat Raja Flynn berada. Senyum kecil bermain di sudut bibirnya. “Bagaimana mungkin tempat ini begitu indah dan megah?” gumamnya pelan, seolah berbicara pada diri sendiri. Namun, di balik senyum itu, ada kilatan ambisi yang tersembunyi. Ia menatap cincin berlian yang kini melingkar di jarinya, hadiah dari Raja Flynn. Dalam pikirannya, ia melihat gambaran dirinya sebagai ratu di istana ini, menggantikan Elea yang tampak sempurna namun rapuh. Beatrice memejamkan mata, mengingat kembali hari ketika Flynn menemukannya di hutan. Ia tidak sepenuhnya berbohong tentang masa lalunya, tetapi ia juga tidak mengatakan seluruh kebenaran. Ia tahu betul bahwa air matanya adalah senjata, dan kelemahannya adalah alat untuk membangkitkan simpati. “Flynn,” bisiknya pelan, “kau akan memberik
**Bab 3: Fitnah di Istana Lily** Malam yang tenang di Istana Landbird menjadi awal dari badai baru. Beatrice, dengan cermat menyusun rencananya, memutuskan untuk mengambil langkah yang lebih berani. Ia tahu bahwa Flynn telah terpikat olehnya, namun untuk benar-benar mengamankan posisinya, ia harus melemahkan pengaruh Elea di mata sang raja. Setelah makan malam, Beatrice berpura-pura terlihat murung di kamarnya. Matanya memerah seolah habis menangis, sementara tangan gemetar memegang sapu tangan sutra pemberian Flynn. Saat salah satu pelayan lewat, Beatrice memanggilnya dengan suara lemah. “Bisakah kau menyampaikan pesan ini kepada Raja Flynn? Katakan... aku ingin berbicara dengannya. Ini penting,” ujar Beatrice dengan nada putus asa. Pelayan itu segera menyampaikan pesan kepada Flynn yang tengah berada di ruang kerjanya. Flynn, yang merasa khawatir, langsung menuju kamar Beatrice tanpa menunda. Ketika Flynn masuk, ia menemukan Beatrice duduk di tepi tempat tidur, menangis te
Bab 16: Intrik di Balik TopengFajar menyingsing dengan warna merah keemasan di langit Istana Landbird. Namun, di dalam istana, suasana tidak seindah pagi yang cerah itu. Teriakan histeris Beatrice menggema di lorong-lorong, mengundang para pelayan dan pengawal berlarian ke arah kamarnya. "Ratu Elea!" jerit Beatrice dengan suara yang terisak-isak, tubuhnya tergeletak di lantai kamar yang sengaja ia acak-acak sendiri. Rambutnya terurai berantakan, dan lengan bajunya terlihat sobek. Ia memegangi lengannya dengan ekspresi ketakutan, seolah-olah baru saja mengalami serangan brutal. Para pelayan yang masuk ke dalam kamar terkejut melihat keadaannya. “Yang Mulia Beatrice, apa yang terjadi?” tanya salah satu dari mereka, mendekat untuk membantunya berdiri. Beatrice menggeleng dengan lemah, air mata mengalir di pipinya. “Aku diserang... Seseorang mencoba menyakitiku! Mereka... mereka ingin mencelakaiku karena aku mengandung pewar
Bab 15: Bayangan Masa LaluMalam itu, Istana Landbird kembali sunyi setelah gemerlap pesta berakhir. Para tamu telah pulang, meninggalkan balairung yang kini hanya dihuni oleh para pelayan yang membersihkan sisa-sisa kemeriahan. Namun, di salah satu sudut istana, suasana jauh dari tenang. Di kamarnya, Beatrice mondar-mandir dengan gelisah. Pikirannya terus-menerus dihantui oleh ancaman Edwin di pesta tadi. Ia tahu pria itu tidak pernah berbicara tanpa maksud. Setiap kata yang keluar dari mulut Edwin adalah sebuah strategi, dan Beatrice tidak bisa mengabaikannya. Saat tengah berpikir keras, terdengar ketukan pelan di pintu. Beatrice terdiam, napasnya tertahan. Ia sudah tahu siapa yang berdiri di balik pintu itu. “Masuk,” katanya dengan suara gemetar namun tetap mencoba terdengar tegas. Pintu terbuka perlahan, dan Edwin melangkah masuk. Senyumnya yang licik muncul lagi, membuat Beatrice semakin tegang. Ia me
Bab 14: Bayang-Bayang Masa Lalu Malam itu pesta berlanjut dengan gemerlap yang membuai para tamu. Musik terus mengalun, mengiringi percakapan ringan para bangsawan dan langkah kaki mereka yang menari di lantai dansa. Namun, di balik kemewahan itu, ketegangan semakin meresap, terutama di antara tiga sosok yang menjadi pusat perhatian: Raja Flynn, Ratu Elea, dan Selir Beatrice. Elea memilih untuk tetap berada di sudut ruangan, menjaga martabatnya sebagai ratu. Ia tahu banyak yang memperhatikannya, mencari celah untuk mengomentari reaksinya terhadap kedekatan Flynn dan Beatrice. Dengan kepala tegak dan senyum anggun yang dipasang rapi, Elea terlihat tak terpengaruh. Tetapi di dalam, hatinya bergejolak hebat. Di sisi lain, Beatrice masih berada di lantai dansa bersama Flynn. Tatapan Flynn yang penuh kasih sayang membuat Beatrice merasa canggung, bukan karena perhatian itu, tetapi karena pria berambut merah yang berdiri di tepi ruangan. Ia m
Bab 13: Ketetapan Hati Sang Ratu Istana Landbird pagi itu dipenuhi dengan kesibukan. Para pelayan mondar-mandir, menyiapkan berbagai keperluan istana. Namun, suasana di kamar Elea terasa berbeda. Di dalam, sang ratu duduk di kursi kayu berlapis emas, wajahnya yang biasanya anggun kini tampak memancarkan ketegangan. Flynn berdiri di hadapannya, tatapannya penuh harap meskipun Elea tampak tidak tergerak. “Elea,” kata Flynn dengan suara lembut namun mendesak, “ini hanya sebuah pesta kecil. Untuk menghormati tiga bulan kehamilan Beatrice. Bagaimanapun, anak itu akan menjadi pewaris kerajaan ini.” Elea mengangkat pandangannya, menatap Flynn dengan mata birunya yang dingin namun tegas. “Flynn, aku adalah ratu kerajaan ini, bukan seorang pengurus perayaan pribadi. Aku sudah cukup sabar menjalankan tugasku, bahkan menyiapkan segala sesuatu untuk Beatrice tanpa protes. Namun, meminta aku mengadakan pesta untuknya? Itu terlalu ja
Bab 12: Ketertarikan yang TersembunyiDi Istana Veridion yang megah, Raja Alaric duduk di ruang kerjanya, ditemani oleh sekretaris pribadinya, Lennox. Dinding ruangan dipenuhi rak-rak buku, sementara aroma kayu cendana mengisi udara. Alaric, dengan gaya santainya, memandang ke luar jendela besar yang memperlihatkan taman kerajaan. Namun, pikirannya jauh dari keindahan taman itu. Lennox, pria muda dengan rambut cokelat acak-acakan dan kacamata yang selalu tergelincir dari hidungnya, berdiri di dekat meja dengan tumpukan dokumen di tangan. Ia tampak sibuk mengatur dokumen itu, namun matanya sesekali melirik ke arah Alaric yang tampak termenung. “Yang Mulia,” Lennox membuka percakapan, suaranya ceria seperti biasa. “Dokumen ini memerlukan tanda tangan Anda. Dan, kalau boleh tahu, kenapa Anda terus melamun sejak kembali dari Kerajaan Landbird? Ada sesuatu yang terjadi?” Alaric mengalihkan pandangannya dari jendela dan menatap
Bab 11: Retaknya Ikatan yang Pernah KokohHari-hari di istana Landbird berubah menjadi mimpi buruk bagi Ratu Elea. Hubungannya dengan Flynn, yang dulu harmonis dan penuh saling pengertian, kini berubah menjadi jurang yang semakin lebar. Sementara itu, Beatrice tampak menikmati perannya sebagai pusat perhatian, terutama perhatian Flynn yang sepenuhnya tertuju padanya. Pagi itu, Elea duduk di ruang kerjanya, mencoba fokus pada dokumen-dokumen kerajaan yang membutuhkan tanda tangannya. Namun, pikirannya terganggu ketika Flynn masuk dengan wajah masam. "Elea, apa maksudmu berbicara kasar pada Beatrice tadi pagi?" tanyanya tanpa basa-basi. Elea mengangkat alis, terkejut dengan tuduhan itu. "Berbicara kasar? Apa yang kau bicarakan, Flynn? Aku bahkan belum bertemu dengannya hari ini." "Dia mengatakan kau mengkritik cara pelayanannya terhadap tamu di ruang makan," lanjut Flynn dengan nada menuduh.
Bab 10: Pengumuman dan Janji yang Menggetarkan Pagi itu, istana Landbird dipenuhi kegembiraan yang luar biasa. Beatrice, dengan senyuman lebar dan wajah yang tampak berseri-seri, mengumumkan sesuatu yang telah lama dinanti oleh Raja Flynn dan seluruh kerajaan. "Yang Mulia Raja," katanya dengan nada yang hampir bergetar oleh antusiasme, "dokter istana baru saja mengonfirmasi bahwa saya sedang mengandung." Flynn yang sedang duduk di ruang makan utama bangkit dari kursinya dengan mata yang membelalak lebar. "Apa yang kau katakan, Beatrice?" tanyanya, suaranya penuh harap. "Saya akan memberikan Anda seorang pewaris, Yang Mulia," kata Beatrice sambil membungkuk dengan anggun, meskipun dalam hatinya ia merasa puas melihat kegembiraan Flynn. Kabar itu segera menyebar ke seluruh penjuru istana, disambut dengan sorak-sorai para pelayan dan pejabat. Para musisi dipanggil untuk memainkan melodi-melodi bahagia, dan suasana menjadi penuh perayaan. Namun, di sudut lain istana, Elea
Bab 9: Cerahnya Sang Raja TetanggaPagi itu, suasana di taman istana terasa lebih hangat dari biasanya, bukan karena matahari yang bersinar cerah, melainkan karena kehadiran Raja Alaric. Ia sedang duduk di bangku taman bersama Elea, yang menatapnya dengan pandangan datar, meskipun hatinya sedikit terusik oleh pembawaan pria itu. Alaric, dengan wajah penuh senyum dan tangan yang bergerak dramatis, sedang bercerita tentang salah satu perjalanan diplomatiknya yang berujung kacau karena salah memahami adat setempat. “Bayangkan, Yang Mulia,” kata Alaric dengan nada tawa yang ringan. “Saya mencoba menyapa kepala suku di sana dengan berjabat tangan, seperti kebiasaan kita. Ternyata, mereka menganggap itu penghinaan besar! Saya malah diminta menari di depan mereka sebagai permintaan maaf. Dan, oh, Anda pasti tidak ingin tahu seperti apa tarian saya.” Elea tidak bisa menahan tawa kecil yang akhirnya lolos dari bibirnya. Ia buru-buru menutup mulut, tetapi Alaric sudah melihatnya. “Aha!
Bab 8: Bara Cemburu di Balik IstanaKeesokan harinya, suasana Istana Landbird terasa sedikit tegang. Raja Flynn duduk di ruang kerjanya dengan tatapan yang gelap. Pikirannya dipenuhi gambaran dari pesta semalam—Elea yang terlihat berbincang akrab dengan Raja Alaric. Flynn tidak bisa mengabaikan caranya tertawa kecil atau cara Alaric memandang Elea dengan penuh perhatian. Ketukan di pintu membuyarkan lamunannya. Beatrice masuk dengan senyuman manis, membawa nampan berisi secangkir teh dan beberapa kue kecil. "Yang Mulia," katanya lembut. "Anda tampak gelisah. Apa yang mengganggu pikiran Anda?" Flynn mendesah panjang. "Tidak ada yang perlu kau khawatirkan, Beatrice." Namun, Beatrice tetap meletakkan nampan itu di meja dan mendekati Flynn, duduk di kursi di sampingnya. "Maaf jika saya lancang, tetapi saya tidak bisa tidak memperhatikan bagaimana Anda memandangi Ratu Elea dan Raja Alaric tadi malam." Flynn menatap Beatrice dengan tajam, seolah menantangnya untuk melanjutkan. "