Share

04. Trauma

"Ada apa?"

Pak Anas memberikan tangan saat laki-laki yang baru turun dari becak menyalaminya. "Salah paham." Jawab Pak Anas. 

Dia mengangguk, menoleh pada Yama dan Mika yang baru masuk rumah. Dalam ingatannya seperti tidak asing dengan mereka. 

"Culture shock." Jawab Mia sambil membuka warung untuk memasukkan belanjaan membuat laki-laki itu secara naluri membantu. "Kamu kok tumben bukan hari minggu pulang, Sa?"

"Adiknya pulang kok malah di bilang tumben."

"Ya gimana, Pak. Asahi kan irit banget. Kalau uangnya enggak bener-bener habis enggak akan pulang."

Asahi hanya tertawa, memang benar kalau uangnya tidak habis mepet hanya untuk ongkos pulang dia tidak pulang karena menghemat dan memaksimalkan uang saku. "Tanggal hitam di apit dua tanggal merah. Jadi sekalian di liburkan tiga hari." Asahi membantu menata belanjaan saat semua tas dan kardus sudah masuk warung. 

"Kamu lanjut ya, Sa. Mbak mau masak soanya harus kirim ke rumah sebelah."

Asahi menurut "Rumah sebelah sudah di tempati toh?" Tanya Asahi basa-basi saat Mia sudah masuk rumah. 

"Sudah. Mereka baru sampai kemarin malam." Jawab Pak Anas yang sedang melepas baju hanya menyisakan kaos dalam. Setelah mengantung kaos di pintu, Pak Anas menghampiri Asahi untuk membantu Asahi agar cepat selesai supaya Asahi bisa beristirhat karena Asahi baru sampai jadi butuh istirahat juga. 

"Kamu di kota sering lihat perempuan telanjang di depan rumah juga, Sa?"

"Telanjang di depan rumah?" Tanya Asahi bingung. 

"Iya. Seperti Mbak Mika tadi. Cuman pakai BH sama jaket aneh. Jaketnya sobek sampai batas dada. Heran kok ada yang jual jaket kayak gitu. Pakai jaket itu sama aja kayak enggak pakai jaket. Percuma."

Asahi tertawa mendengar penjelasan ayahnya. "Enggak pernah lihat soalnya Asahi jarang keluar. Paling sekolah-kos." Asahi melipat kardus agar bisa di gunakan lagi saat membutuhkannya lalu menaruh di rak paling atas. Dia menoleh pada rumah sebelah. "Mika? Apa dia?" Batinnya. 

Selesai membereskan semua, Asahi pamit untuk masuk ke dalam rumah. Saat mencium bau masakan, Asahi yang tadinya berniat ke kamar segera ke dapur setelah meletakkan tas karena perutnya terasa keroncongan. "Banyak banget masaknya."

Mia yang baru meletakkan ikan yang selesai di tiriskan ke piring mengangkat wajah. "Mau di kirim ke sebelah. Soalnya dapat pesenan sebulan untuk jatah sarapan, makan siang sama makan malam." Asahi mengangguk. Dia mencomot tempe setelah cuci tangan. "Kamu sekalian sarapan mumpung masih hangat."

Asahi menuju rak piring. Dia menghentikan aktivitasnya setelah memikirkan sesuatu sedari tadi. "Mbak, nanti aku aja yang nganter makanannya ke sebelah."

Mia yang akan mengulek sambel menoleh. "Boleh. Kamu tolong Mbak, lap rantang habis itu ambilin nasi untuk porsi dua orang. Sudah hampir jam 8 pasti mereka nungguin"

Asahi segera melaksanakan. Dia mengelap wadah untuk nasi. Memastikan wadah bersih tidak ada debu karena walau untuk orang lain harus tetap memperhatikan kebersihan dan tampilan makanan agar pelanggan puas. 

Selesai menata nasi berbarengan Mia selesai mengulek sambel. Asahi membantu Mia mengelap wadah lain untuk tempat lauk. "Kamu sekolahnya gimana?" Tanya Mia sambil menyiapkan.

"Lancar, Mbak. Walau teman sedikit tapi mereka baik-baik."

"Kamu jaga diri di kota. Belajar yang rajin. Inget bapak jual sapi buat kamu lanjut SMA di kota. Jangan ngecewain bapak."

Asahi mengangguk. 

Rantang terakhir di susun paling atas membuat Mia dan Asahi bernafas lega karena semua makanan untuk rumah sebelah selesai. Mereka memastikan tampilan dan kebersihan 98% terpercaya. 

Asahi bersiap pergi melalui pintu samping, dia mengambil topi yang tergantung di pilar kayu saat Mia berucap "Nanti jangan lupa minta rantang yang semalam."

"Iya, Mbak" 

Asahi keluar, dia menuju rumah Yama melewati pagar samping rumahnya. Ingin langsung membuka pagar samping rumah Yama yang sejajar dengan pagar rumahnya ternyata masih terkunci, akhirnya dia lewat pagar depan. Asahi memanjangkan kepala saat melihat cahaya TV terlihat dari sela-sela ukiran. Dia masuk area rumah lalu mengetuk pintu.

"Permisi."

***

Cukup lama Yama menenangkan Mika. Dia terus merasakan tubuh Mika menegang setelah kembali dari rumah Pak Anas. Rasa kawatir dan rasa bersalah terus menghantui Yama membuat jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dan was-was. Yama merasakan badannya tidak enak, seperti orang demam tapi dia tidak demam.

Terakhir Mika seperti ini 1 tahun lalu saat konser solo pertama Yama. Yang saat itu di tengah acara, penonton  ricuh saling dorong demi merebut bola bertanda tangan yang Yama lempar. 

Di masa itu juga, Yama baru tahu kalau Mika memiliki panic attack. Saat itu ada Hansol yang langsung mengamankan Mika ke back stage dan ada staff yang berpengalaman menghadapai penderita panic attack jadi Mika bisa di tangani langsung.

Karena kejadian itu, Mika tidak pernah lagi menonton Yama secara langsung membuat Yama meminta ruangan khusus untuk Mika menonton dari layar saat dia sedang tampil di atas panggung di manapun acaranya. 

Mika yang menangis tanpa air mata menegakkan badan saat merasa lebih baik setelah minum obat penenang berdosis rendah. Dia melihat Yama dengan wajah menurun "maaf."

Yama menggeleng. Dia membekap Mika erat membuat Thor yang ada di bawah menggonggong kecil merasakan apa yang di rasakan tuannya. "Maafin abang juga karena membuat Mika lebih menderita. Maafin abang karena tidak ada saat Mika membutuhkan bantuan. Maafin abang karena datang terlambat membuat Mika di jambak ibu jahat tadi."

"Mika yang nyusahin abang terus."

Yama mendongak menahan air matanya agar tidak jatuh. Akhir-akhir ini dia sensitif dan mudah menangis "Tidak. Abang tidak merasa di susahkan Mika. Abang senang Mika membutuhkan abang. Abang senang membantu Mika kalau Mika kesulitan. Abang senang Mika ikut abang." Ucap Yama tidak mau Mika berfikir untuk meninggalakannya dan pergi ke Inggris. Yama tidak tahu hidupnya bagaimana lagi kalau Mika pergi. 

Yama melepas pelukan, dia menghapus air mata Mika dengan ibu jari lalu menangkup wajah Mika penuh sayang. "Lupakan semuanya. Ayo kita bahagi. Kalau kamu tidak betah di desa ini, kita pindah. Kebahagiaan kamu paling utama untuk abang."

Mika mengangguk. Dia menegakkan badan lalu mengusap air matanya sendiri. "Terima kasih, Bang Yama."

"Iya. Sama-sama." 

Setelahnya tidak ada obrolan di antara mereka. Yama dan Mika sama-sama diam. Melihat Mika yang jauh lebih baik, Yama berdiri. Dia menghidupkan TV agar ada yang menemani Mika saat dia mandi karena tidak ada sinyal di desa jadi percuman tidak bisa menggunakan internet. Tapi itu akan lebih baik karena Mika tidak akan membaca keributan di sosial media tentang hilangnya mereka. 

"Abang mandi dulu." Pamit Yama mengusap rambut Mika. 

Mika mengangguk menangapi. Dia condong ke depan melambai agar Thor mendekat lalu mengambil Thor yang berlari-lari di bawah sambil mengonggong kecil. Mika tersenyum, menciumi Thor gemas lalu mengusap bulunya lembut. "Makan yang banyak ya, Thor biar gemuk seperti Ruby." Mika tertawa, dia lebih tertarik bermain dengan Thor dari pada menonton TV karena tidak ada tontonan yang menarik baginya karena hanya ada 3 chanel lokal. 

Thor mengonggong, menggerak gerakkan ekornya, lalu memiringkan kepalanya. Mika semakin gemas, dia mengusak bulu Thor yang tak lama bersin membuat Thor lari karena kaget. "Maaf! Maaf" Mika tertawa, dia condong ke bawah untuk memgambil Thor saat mendengar suara dari luar. 

"Permisi."

Mika mendelik, dia segera mengambil Thor lalu bersmbunyi menempel dinding. Jantungnya tiba-tiba berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. 

"Permisi."

Mika buru-buru lari ke arah pintu kamar mandi lalu mengetok pintu brutal membuat Yama yang ada di dalam kaget. "Ada apa, Mika?" Balas Yama dari dalam kamar mandi. 

"Ada tamu."

"Oh. Mungkin Mbak Mia ngantar sarapan. Kalau kamu takut biarkan saja, nanti abang yang ambil."

Mika mengangguk walau tahu Yama tidak melihatnya. Dia menuju kamar untuk mengambil mainan Thor lalu kembali ke kursi yang ada di depan TV. Mika melepas Thor, melempar mainan berbentuk paha ayam itu ke tanah membuat Thor mengejarnya.

"Permisi.",

Suara itu belum kunjung hilang membuat Mika berdecak karena terganggu. Dia menggendong Thor berniat mengambil sarapan karena hanya Mia, fikirnya. 

Mika membuka pintu, tubuhnya mematung saat yang di luar ternyata buka Mia tapi seorang laki-laki muda seusianya. Tanpa sadar dia mencengkeram Thor membuat anjing kecil itu loncat dan bersembunyi di belakang kakinya. 

Mika mengepalkan tangan, dia berusaha menenangkan dirinya sendiri. Memberi sinyal ke otak kalau yang berdiri di depan ini bukan orang-orang yang tadi pagi menjambaknya atau mengerumininya. "Ya?"

"Aku Asahi, adiknya Mbak Mia mau ngantar sarapan."

"Oh?" Mika menerima rantang, "terima kasih"

"Aku juga di suruh ambil rantang yang semalam."

"Belum di cuci." Jawab Mika reflek menunjuk belakang dengan ibu jari tepat saat Yama yang baru selesai mandi dengan rambut basah mendekat.

"Siapa, Mika?"

Asahi tersenyum ramah. "Aku Asahi adiknya Mbak Mia, ngantar sarapan." Jawabnya membuat Yama tersenyum dan mengangguk.

"Mau ambil rantang yang semalam, juga." Ucap Mika

Yama reflek menunuk belakang dengan ibu jari "belum di cucui."

"Tidak apa-apa."

"Tunggu sebentar." Titah Yama lalu segera ke belakang untuk mencuci rantang lebih dulu. Membuat Mika dan Asahi yang di tinggalkan saling diam. Thor juga ikut diam sambil mengendus rantang. 

Asahi menggaruk leher dia melihat Mika ragu "kamu Mikaila Thomson?"

Mika melebarkan mata, kaget. Dia mundur sedikit dari pintu lalu melihat area luar seolah ada yang menguping dan mengenalnya. "Kamu tahu aku?" Asahi mengangguk. "Jangan kasih tau siapapun keberadaan kami, aku mohon."

"Ya?!" Ucap Asahi bingung.

Yama keluar, dia memberikan rantang lalu Asahi pergi. 

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status