Share

1. Bukan Urusanku

Jam menunjukkan 5 menit lagi pukul 7.15 dan gadis ini masih saja berada di jalan yang cukup padat dan akhirnya ia memutuskan untuk turun dari ojek online tersebut dan berlari menuju sekolahnya yang sebentar lagi akan mengadakan upacara bendera.

Gadis ini terengah-engah saat masuk halaman sekolah. Lalu, ia melanjutkan dengan  melempar tasnya ke arah pos untuk segera masuk ke dalam barisan. Dan setelah pagar ditutup anak-anak lain pun mengikuti dengan khidmat.

"Ahh sialan hampir saja terlambat," ucapnya terengah-engah sembari merapikan dasinya yang sudah tidak karuan.

Suara decitan tipis dari pagar itu menimbulkan sedikit atensi kepadanya. Dilihatnya seorang laki-laki memasuki sekolah ini dan dengan santainya ia melemparkan tasnya ke arah pos tanpa menerima hukuman dari guru piket. Tidak ada yang tahu sebenarnya siapa orang tuanya, tapi telah beredar desas desus bahwa ia adalah anak dari dewan komisaris. Ia pun berdiri di sebelah Alicia.

“Hei,” panggil laki-laki itu dengan lirih. “Aku ingin berkenalan denganmu.”

Gadis ini tersenyum singkat sambil membalas jabatan tangannya. “Alicia.”

“Adelio.”

***

Di kelas, Alicia memperhatikan dengan baik saat guru menerangkan, walaupun ujung-ujungnya ia tidak mengerti dan memilih mencari contekan untuk mengerjakan soal-soal yang diberikan setelahnya.

“Kerjakan halaman seratus lima puluh tujuh, lalu kumpulkan hari ini. Saya permisi,” ucap guru fisika itu sembari membawa tas, buku dan penggarisnya.

Anak-anak kelas MIPA 7 ini langsung saja membuat kelompok masing-masing untuk mengerjakan tugas. Ada yang bersama teman dekatnya saja ataupun yang mengerjakan bersama-sama. Jangan pandang angka di belakangnya, walaupun memiliki predikat kelas terakhir, tapi isinya orang-orang ambisius.

Jika kelas lain protes karena soal-soal yang diberikan terlalu sulit, maka kelas inilah yang menerima dengan lapang dada daripada harus membuang energi untuk protes.

Alicia tetap berbaur dengan mereka mempelajari apa yang mereka kerjakan, walaupun ia hanya menumpang lihat penjelasan dan pasti akan menyontek setelahnya.

"Guys, sudah ada desas desus kita akan makrab," ucap salah satu gadis berambut gelombang dengan bando di kepalanya.

"Woah, apaka itu menyenangkan?" tanya salah satu dari mereka.

"I dunno, i'm not sure."

Jika sudah terdengar seperti ini maka tidak lama lagi mereka akan melaksanakan makrab. Cukup terdengar menyenangkan untuk sebagian siswa. Namun, tidak untuk Alicia. Ia bahkan biasa saja.

Malam keakraban di sekolah inilah yang paling ditunggu-tunggu sebagian dari mereka karena selain acaranya yang menyenangkan bagi mereka acara semacam ini juga menjadi ajang mencari pacar untuk beberapa siswa dan siswi yang tengah di mabuk cinta.

Setelah mereka semua selesai dengan tugasnya, Alicia mengumpulkan buku-buku mereka dan membawanya ke kelas MIPA 2 yang berada di lantai 2 bersama dengan Felix si ketua kelas. “Alicia, sini biar aku aja yang bawa semuanya.”

“Tidak perlu, biar aku sendiri saja,” dumel Alicia yang dihadiahi senggolan dari Felix. “Hei! Tubuhmu besar. Jangan senggol-senggol nanti aku jatuh!”

“Maaf—"

Suara gaduh dari arah depan kelas MIPA 2 membuat Alicia dan Felix terhenti untuk melihat keributan yang sedang terjadi. Terlihat mereka yang lalu lalang hanya sekedar melihat tanpa ada yang mau membantu gadis yang sedang terjatuh dan ditendang oleh Enzi.

Alicia yang sudah ingin menitipkan buku-buku yang ia pegang pun dihentikan oleh Felix, walaupun Alicia sudah tahu betapa kotornya sekolah ini, tetap saja merundung seseorang bukanlah hal yang baik.

Anak-anak berkoneksi ini sangat menyebalkan bagi sebagian dari mereka yang masih sadar akan kemanusiaan.

“Cia, jangan. Nanti kamu terkena masalah,” ucap Felix yang sekarang tengah merangkul Alicia agar gadis itu tidak kelepasan. Walaupun pada akhirnya mereka yang jadi sorotan siswa dan siswi di sana saat melintasi kerumunan.

Setelah menaruh buku-buku tersebut datanglah sang perundung tadi dengan wajah sebalnya. Kelas MIPA 2 ini dipenuhi oleh anak-anak orang berkoneksi yang jika ada masalah selalu menyuap para guru ataupun kepala sekolah. Itu sudah menjadi rahasia umum bagi pelajar di sini.

“Hai, Alicia,” sapa Adelio yang tadinya sedang membaca buku, kini mengalihkan fokusnya terhadap Alicia dan gadis itu membalasnya dengan senyuman tipis dan anggukan singkat. Sedangkan di sisi lain ada yang menatap tidak suka dengan interaksi antara Alicia dan Adelio.

Alicia pun langsung menarik Felix untuk keluar dari sana karena merasa tidak nyaman lama-lama berada di kelas itu. “Kenapa?”

“Kau tahu? Enzi menatapku sinis tadi,” ucapnya berbisik sembari menyilangkan tangannya di dada. Sekarang mereka menuju kantin untuk istirahat dan makan.

“Aku rasa dia menyukai Adelio.”

***

“Baiklah, seksi acara tolong sistematis acaranya ini bagaimana?” tanya ketua OSIS yang tengah memimpin rapat kali ini.

Semua anggota OSIS dipanggil saat jam pelajaran terakhir agar tidak pulang terlalu malam setelah mereka mengadakan rapat.

Banyak perdebatan awalnya karena kelas 12 banyak menyetujui untuk menjalankan tradisi lama yang dapat dibilang cukup ekstrem untuk melatih mental dan fisik mereka. Namun, anggota kelas 11 ada yang dengan beraninya menentang karena perlakuan itu menuju ke arah kekerasan. Dan perdebatan kecil pun terjadi.

“Bagaimana mereka tidak mendumel dan menjelekkan angkatan atas kalau sikap kita saja begitu,” ucap Rio, anak kelas 12 yang berpikir jika omongan anggota kelas 11 itu ada benarnya.

Semua anggota melihat ke arahnya yang sedang memainkan sebuah pulpen di ujung meja.

“Terus, apa yang mau kamu lakukan sebagai gantinya?” tanya Tasya dengan matanya yang sinis. "Jika mereka tidak diperlakukan seperti kita terdahulu kemungkinan besar angkatamu akan diinjak."

“Aku kan hanya berbicara sebagai sudut pandang adik kelas, bukannya mendukung dia,” jawab Rio dengan santai. “Lagipun masih banyak kegiatan seru yang bisa mendidik mental mereka.”

“Contohnya?”

“Pikirlah!”

Melihat perdebatan yang tidak ada isinya ini sang ketua pun berbicara bahwa mereka akan melakukan tradisi sekolah yang terdahulu karena mau merubah tradisi itu pun belum menemukan solusi dan kondisinya pun belum tepat untuk membicarakan soal revolusi tradisi sekolah.

Setelah rapat selesai mereka semua pulang tak terkecuali Enzi yang melihat Gilbert sedang bermain bola basket di tengah lapangan saat hari menjelang malam ini. Dan ia pun menghampiri laki-laki itu.

“Kak Gilbert!” Laki-laki itu menghentikan aktivitasnya karena melihat Enzi yang menghampiri dirinya. “Tidak pulang?”

“Ini mau pulang, mau sama-sama?”

Enzi menerima tawaran tersebut dan mereka pun akhirnya pulang bersama meninggalkan sekolah yang sudah sepi dan gelap.

***

Pukul 10 pagi, seluruh siswa dan siswi diberitahukan mengenai malam keakraban lewat pengeras suara.

"Malam keakraban untuk kelas sebelas akan dilaksanakan pada tanggal dua, bulan Agustus tahun dua ribu sembilan belas. Jadi, silahkan berkumpul di aula setelah pulang sekolah untuk mengetahui sistematis acara dan barang apa saja yang harus dipersiapkan. Dan jika tidak mengikuti malam keakraban ini maka bersiap-siap untuk menerima konsekuensinya."

Setelah mendengar berita itu anak sekolah itu pun menjadi riuh dan bersorak dengan antusias. Namun, banyak dari mereka juga yang sama sekali tidak peduli dengan acara tahunan sekolah ini karena mereka tahu di balik keseruan itu akan ada pembalasan dendam dari angkatan sebelumnya.

Alicia termasuk murid yang menanggapinya dengan biasa saja, karena sebelumnya pun ia banyak merasakan hal seperti ini sebelumnya.

Sekolah ini memiliki banyak acara turunan, malam keakraban saja ada dua jenis. Ya, kegiatan itu bernama 'Malam keakraban angkatan' dan 'Malam keakraban bersama kita'. Sistematisnya mudah, malam keakraban angkatan hanya terdiri 1 angkatan dan yang satunya seluruhnya.

Jam kosong di kelas MIPA 6. Dan itu membuat penghuninya leluasa untuk melakukan apapun yang mereka inginkan, sekarang mereka tengah menonton film bersama menggunakan proyektor yang sedang menganggur tentunya.

“Aduh, pengen ke toilet,” ucap teman sebangku Alicia yang bernama Nara. “Alicia, temenin yuk?”

Alicia mengangguk. "Yuk."

Mereka pun akhirnya menuju ke toilet. Namun, pemandangan yang tak mengenakkan pun terjadi kembali di depan mata Alicia. Seseorang yang kemarin dirundung ini didorong oleh Enzi dan langsung mengenai kaki Alicia setelah terdorong jauh.

Adelio hanya melihat perlakuan Enzi dari anak tangga sambil mengemut permennya yang sudah mulai mengecil. Melihat Enzi merundung menjadi hiburan tersendiri untuknya.

Nara yang telah selesai dengan kegiatannya pun terdiam membeku melihat tatapan mengerikan seorang Alicia. Oh Nara menjadi takut sekarang. Kini ekspresi Alicia terlihat lebih dingin dan datar.

Gadis ini mendekati Enzi dengan berjalan perlahan lalu tangan Enzi pun melayang sesuai dengan dugaan Alicia. Namun pergerakannya, segera ditangkis oleh Adelio yang segera melompat dari anak tangga tersebut dan muncul secara tiba-tiba.

“Eh?!” kaget Enzi yang tiba-tiba melihat Adelio berada di belakangnya.

Dengan rasa kesalnya yang menumpuk Alicia pun berkata, “Do you wanna play a game with me?”

Enzi yang tidak terima diperlakukan seperti itu pun menarik rambut Alicia tiba-tiba. “Aku tidak lagi takut denganmu, asal kau tahu!”

“Akupun sama,” jawab Alicia yang tersenyum miring melihat ekspresi kekesalan dari Enzi yang meninggalkan mereka di tempat.

Nara menghampiri gadis itu dan langsung memeriksa keadaannya karena terlihat dari hidungnya mengeluarkan darah segar. Adelio yang segera menolong gadis itu dengan cara membopongnya, lalu membawanya ke UKS sedangkan Nara dan Alicia mengikuti dari belakang.

Menjadi sorot perhatian? Sudah pasti. Walaupun Adelio seorang yang terlihat cuek, tapi ia masih punya hati untuk menolong gadis yang terkapar lemah tersebut.

Setelah membaringkan gadis itu Alicia pun menarik Adelio keluar dari UKS untuk berbicara 4 mata dengannya.

“Aku melihatmu hanya berdiam diri saat Letta dirundung Enzi, kenapa?”

“Karena itu bukan urusanku.” Setelah mengatakan itu Adelio pun langsung pergi tanpa memedulikan Alicia.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status