Share

3. Under Rain

Kegiatan malam pun di mulai para panitia pelaksana, mereka bilang akan bermain sebuah permainan yang cukup menantang. Peraturan permainan ini adalah cukup mencari bendera sesuai dengan apa yang diinsturksikan, tempat-tempatnya pun sudah ditentukan. Pos pun sudah tersebar.

Mereka mulai mencari keberadaan bendera tersebut dengan waktu 1 jam lamanya. Menyusuri hutan yang gelap hanya berbekal 3 buah senter disetiap kelompoknya yang berisikan 5 orang membuat mereka agak kesulitan pasalnya jalan yang berbatu dan tingginya rumput membuat pandangan menjadi lebih pendek.

“Mungkin tidak ada bendera berwarna lain yang kalau kita mendapatkannya, kita jadi dapat privilege?” ucap Felix tiba-tiba.

“Mungkin saja,” jawab Nara. 

Tiga puluh menit berlalu tim Alicia yang beranggotakan Felix, Nara, Lian dan Elin sudah berhasil menemukan 10 bendera yang mereka temukan di atas pohon, tertancap di antara semak-semak dan diberikan oleh pos karena telah melewati tantangan yang diberikan.

Alicia melihat ada satu bendera berwarna emas di dalam ranting-ranting yang telah ditumpuk itu. Enzi yang dari kelopmpok sebelah pun melihatnya. Mereka memisahkan diri anggota dari kelompok sehingga ada tidak menyadari bahwa Enzi dan Alicia telah berpisah dari mereka.

Mereka sama-sama berlari dan dengan cepat mengambil bendera itu, sayangnya Alicia yang mendapatkannya. Tidak mau kalah Enzi mengambil sebuah ranting yang ujungnya runcing dan menggoreskannya dengan seikit ditekan di lengan Alicia lalu berkata, “Harusnya ini milikku, Cantik.”

Gadis itu mengaduh kesakitan sambil memegangi ranting yang menggores lengannya, lalu dengan cepat ia mencabutnya walaupun rasa perihnya sekarang semakin menjadi-jadi.

"Sinting!"

***

Hujan mulai turun, yang tadinya berpencar kini mereka diteriaki oleh para  panitia untuk kembali ke tenda masing-masing karena tidak mungkin mereka akan melanjutkan acara malam ini.

Dua kelompok ini sadar bahwa teman mereka hilang setelah mereka memasuki tenda. Nara dan Elin langsung berlari dan melaporkannya, sama halnya dengan kelompok Enzi yang sadar jika gadis berambut sebahu itu menghilang sejak mereka dipanggil untuk berkumpul.

“Kenapa bisa kalian tinggal?!” ketus Tasya yang kini mulai pusing dengan kelakuan adik-adik kelasnya ini. Ia tidak habis pikir kenapa bisa temannya ditinggal begitu saja.

Tak ada yang menjawab pertanyaan Tasya. Gadis berambut sebahu dengan mata bulat itu pun langsung mengambil senter. Rio pun menghentikannya yang ingin pergi begitu saja. “Jangan gegabah. Ini hujan, kalau kau ikut hilang bagaimana?”

Tasya terdiam mendengar perkataan Rio, tetapi di satu sisi ia juga khawatir dengan keselamatan anak-anak itu. Guru-guru yang mengawasi pun akhirnya datang ke tenda OSIS dan menginterogasi mereka kelompok-perkelompok.

Bukannya mereda, hujan semakin lebat. Mereka akhirnya memutuskan untuk mencari kedua anak itu masuk ke dalam hutan, tak lupa juga dengan pita-pita yang diikatkan di ranting-ranting agar mereka tidak tersesat jauh ke dalam sana.

Terdengar suara jeritan oleh Tasya dan Rio. Mereka berdua pun langsung menghampiri sumber suara yang diduga dari Alicia dan Enzi.

***

“Kau mengajakku bermain? HAHAHA,” seru Alicia sambil memegang ranting yang tadi digunakan untuk melukai lengannya. Alicia melemparkan bendera itu ke wajah Enzi yang membuat dirinya merasa puas.

Saat Enzi mencoba berdiri Alicia langsung mendorong gadis itu agar kembali terduduk. “Apa maumu Alicia?!”

Alicia tersenyum sambil berjongkok lalu menekan rahang Enzi dengan kuat dan akhirnya melepasnya kembali dengan kasar. Gadis itu kembali membuat goresan di lengan sebelah kirinya. Enzi yang melihat itu segera mengambil ranting itu agar Alicia tidak membuat goresan lebih banyak lagi. Sudah cukup kepalanya ikut terbentur tadi dan sekarang mengeluarkan darah.

Mereka berkelahi dengan penuh amarah malam itu. Alicia yang menahan rasa sakit di lengan dan kepalanya dan Enzi yang menahan rasa sakit akibat tertusuk rumput-rumput berduri yang berada tidak jauh dari tempat ia terjatuh tadi.

"Jika saja kamu tidak membuatku marah, Enzi."

"Bercermin, Alicia. bukankah kamu sama busuknya?!"

Enzi merasa Alicia lebih mengerikan malam ini. Tubuh Enzi lemas tidak dapat bangun dan sekarang ia hanya bisa berbaring di rerumputan yang basah ini sambil menangis ketakutan.

“Aku tidak akan memaafkanmu, Enzi,” lirihnya sebelum pada akhirnya Alicia mencoba menggoreskan ranting itu ke tangan Enzi dengan menyebutkan kesalahan-kesalahannya terdahulu. “Huruf E untuk Enzi, N untuk nakal, Z untuk … untuk apa kira-kira? Untuk dua puluh empat kali menindas orang lemah, dan I untuk kata apa yang bagus? I untuk Letta saja ya?”

Enzi berteriak minta pertolongan. Namun, mulutnya segera dibekap oleh Alicia. Enzi menangis meminta ampun pada Alicia untuk menyudahi kegiatannya yang sangat menyakitkan itu. Ia mencoba menulis nama Enzi menggunakan ranting di lengan Enzi.

“Menjeritlah terus, tidak akan ada yang mendengarmu,” cetus Alicia sambil ikut berbaring di sebelah Enzi. Samar-samar terdengar suara orang-orang yang mencari mereka.

Karena terlalu banyak darah yang keluar, mereka berdua pun sama-sama tidak sadarkan diri saat ditemukan.

***

Enzi dan Alicia segera dilarikan ke rumah sakit terdekat saat ditemukan. Orang tua mereka diberi kabar bahwa mereka mengalami kecelakaan di dalam hutan dan sampai sekarang pun salah satu dari mereka belum ada yang sadarkan diri.

Felix, Adelio dan Tasya menawarkan diri untuk menemani Alicia di rumah sakit, sedangkan Mia menawarkan diri untuk Enzi. Mereka berempat akhirnya menjadi wali pasien, tetapi Adelio dipindahkan untuk bersama dengan Mia dan Enzi.

“Jika ada sesuatu tolong cepat hubungi kami,” ucap guru tersebut. Karena mereka tidak mungkin meninggalkan anak-anak sebegitu banyaknya hanya karena 2 orang.

Hujan berhenti di pukul 3 dini hari membuat suasana semakin dingin. Adelio terbangun untuk mengambil selimut. Namun, ia terkejut saat tidak menemukan Enzi di ranjangnya. Lantas ia mencari-cari gadis itu karena takut terjadi sesuatu yang tidak diduga.

Setelah mencari Enzi di mana-mana tidak ditemukan, laki-laki berparas tampan ini pun langsung tertuju untuk mencarinya di kamar Alicia dan betapa terkejutnya ia menemukan Enzi berdiri di sebelah ranjang Alicia yang sedang memegang gelas kaca dengan tatapan yang kosong.

Pikiran Enzi saat ini sedang kacau. Ia menjadi marah dan takut. Perasaanya kalut, ia ingin menghabisi Alicia rasanya, tetapi tidak mungkin ia akan menghabisinya karena hukum akan terus berjalan. Pikirannya terus berkecamuk. Dari awal ia membuka mata saja rasanya banyak aura negatif mengelilinginya dan berbisik untuk membunuh Alicia yang telah mengukir nama di lengannya dengan sangat cantik.

Tasya yang mengigil karena kedinginan pun terbangun dan terkejut ketika melihat seserang yang berdiri di samping ranjang Alicia. “Enzi?”

Enzi menatap Tasya dengan tatapan yang kosong. Tangan Enzi yang memegang gelas terangkat untuk segera memukulkannya ke Alicia yang masih tertidur di atas ranjang. Adelio yang mengintip di balik pintu langsung masuk dan menimbulkan kegaduhan karena gelas yang dipegang pecah ke lantai setelah Adelio memeluk tubuhnya dari belakang.

Enzi lantas tidak sadarkan diri kembali.

***

Suasana yang seharusnya bersenang-senang menjadi suram akibat insiden malam itu, malam itu mereka tidak boleh melakukan kegiatan apapun kecuali di dalam tenda. Yang mereka lakukan di dalam tenda hanyalah berspekulasi tentang apa yang terjadi sambil memakan makanan ringan.

“Bagaimana bisa mereka berdarah-darah seperti itu?” tanya salah satu perempuan yang mengenakan sweater merah muda bergambar panda itu, terlihat dari raut wajahnya ia sangat penasaran dengan apa yang menimpa 2 gadis yang sifatnya hampir sama tersebut.

Terlihat yang lain berpikir dan mulai mengeluarkan pendapat mereka tentang kejadian itu. “Mungkin bertemu dengan hewan buas atau yang lainnya?”

“Apa jangan-jangan mereka berkelahi?” ungkap perempuan berambut pendek yang membuat dua temannya ini bergidik ngeri.

Di luar tenda anggota OSIS dan para guru tengah berdiskusi tentang apa yang terjadi dengan Enzi dan Alicia, setahu mereka gadis itu bahkan tidak saling mengenal, tapi mungkin saja mereka mempunyai masalah.

“Setahu saya mereka itu tidak pernah saling bertegur sapa,” kata Fariz.

Rio dengan cepat membantah itu. “Kita tidak tahu mereka bagaimana, punya masa lalu atau tidak? Siapa tahu mereka dahulu berteman.”

Semua berpikir ucapan Rio ada benarnya.

Fariz selaku ketua OSIS pun kembali membuka suara, “Besok jam empat pagi kita bangunkan mereka untuk bersiap ke air terjun, lalu setelahnya langsung pulang."

Mereka awalnya kurang setuju dengan usulan Fariz karena sudah terlalu berbahaya. Namun, mengingat pagi hari mungkin tidak masalah karena hari sudah terang.

Pukul 4 dini hari semua dibangunkan untuk segera membereskan semua barang-barang mereka dan segera sarapan karena pukul 7 nanti mereka sudah harus berada di bawah air terjun.

Bisa dibayangkan bagaimana dinginnya setelah hujan kalian harus menyusuri air terjun dan matahari belum muncul sama sekali. Mereka hanya disediakan teh panas dan roti yang telah dikumpulkan kemarin. Masih banyak persediaan bahan makanan tetapi mereka harus pulang pagi itu.

Sampai di bawah air terjun mereka turun bersama-sama untuk berendam sebagai formalitas. Jika acara seharusnya mereka mendapat hukuman fisik di pagi hari lalu direndam berkali-kali. Namun, yang ini sangatlah berbeda.

Suara gemercik air terjun menemani mereka dalam berucap janji angkatan.

Selesai dari sana mereka hanya melakukan sesi dokumentasi, dan langsung menuju toilet untuk berganti pakaian karena yang tadi telah basah dan segera pulang dari sana.

“Sayang sekali angkatan kita terkena musibah.”

***

Orang tua Alicia datang dan langsung melihat kondisi anaknya itu. Terlihat dari raut wajah ibunya yang sangat khawatir dan ayahnya yang segera meminta kejelasan dari Adelio, Felix dan Tasya yang sedang berada di ruangan Alicia.

“Bagaimana bisa terjadi? Tolong jelaskan lebih detail.”

Pagi itu mereka menceritakan dengan detail apa yang terjadi dan tiba-tiba saja Alicia terbangun dari tidurnya.

“Aku di mana?”

Dokter segera dipanggil ketika Alicia terbangun. Semua orang di sana menghela napas lega karena Alicia telah tersadar dari pingsannya.

“Di mana Enzi?” Seluruh orang yang ada di ruangan itu saling berpandangan dan memberi jawaban atas pertanyaannya jika Enzi masih tertidur di ruangannya.

Alicia duduk terdiam lalu mengangguk dengan tatapan yang tidak dapat diartikan. Namun Felix melihat ia tersenyum miring tipis sekali, entah apa maksudnya.

‘Aku ingin bertemu dengannya.’

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status