Share

5. Ketahuan

3 bulan sebelumnya….

"Maaf, tetapi harga diri saya tidak serendah itu untuk mengalah demi anak Mami."

Dua minggu setelah insiden itu Alicia, Letta dan Enzi pun dipanggil untuk disidang. Letta dimintai keterangan atas apa yang terjadi pada siang hari itu, disaat Enzi merundung Letta.

Tapi, rasanya Letta mau menjelaskan serinci apapun hanya akan dianggap angin lalu dan kalaupun ia punya bukti pasti akan ada 1001 alibi dari kepala sekolah agar Enzi tetap menjadi korban di kasus ini.

“Pak, saya tidak ada memukulinya,” tegas Letta dengan tangan terkepal yang berada di pahanya sedangkan Enzi yang berada di sebelah kirinya langsung bereaksi begitu gadis itu menyatakan pernyatannya.

“Kau memukuli! Kau tidak ingat?” histeris Enzi dengan mata yang melotot ke arah Letta sambil menangis, sedangkan Letta membuang mukanya ke arah sebaliknya.

Reaksi orang di sekitar bahkan hanya terdiam sambil menikmati apa yang terjadi di depan mereka, Alicia pun bahkan menatap Enzi dengan datar, seolah-olah sudah mengerti bahwa ini adalah drama yang direncanakan oleh Enzi.

Mamanya pun menenangkannya lalu memaki-maki Letta saat itu juga. Mengatainya perempuan yang tidak punya malu, tidak punya tata krama dan sebagainya. Tentu saja membuat Letta yang mendengarnya sakit hati.

Letta tidak membantah lagi, sudah cukup ia berbicara tentang fakta. Tidak akan ada yang mau mendengarkan.

Kini giliran Alicia yang disidang. Gadis itu bahkan tersenyum miring saat menggantikan Letta untuk menduduki kursi coklat yang berada di tengah-tengah mereka semua.

Saat sidang dimulai pertanyaan pun dibacakan dan Alicia menjawabnya dengan sangat lancar dan penuh senyuman manis, begitu pun dengan Enzi, gadis itu hanya mengiyakan apapun yang dipertanyakan. Namun, pertanyaan demi pertanyaan setelahnya….

“Apakah kalian terlibat perkelahian saat itu?” Alicia dan Enzi saling bertatapan cukup lama dan situasi menjadi cukup tegang saat itu karena salah satu dari mereka tidak ada yang menjawabnya. “Jawablah bersamaan.”

“Tidak,” ucap mereka berdua sambil memutuskan kontak mata.

Maka, kasus acara malam keakraban ini resmi ditutup. Bisa dipastikan tidak ada rumor miring yang akan mengikuti mereka lagi. Jika tidak ada yang mencoba untuk mengusiknya kembali.

Flashback off

***

Gilbert kini sedang berada di tempat bimbingan belajar. Ia tidak dapat membantah orang tuanya disaat dirinya ingin membolos barang sehari saja. Ayahnya akan mencabut fasilitasnya dan ibu tirinya yang seperti nenek sihir itu pasti akan mengomelinya 2 hari 2 malam dan ia tidak mau hal itu terjadi.

Saat ini ia tengah memainkan pulpennya, tanpa memerhatikan penjelasan tutor di depan, pikirannya kacau ketika Alicia mendatanginya di tribun saat Enzi pergi meninggalkan dirinya kemarin.

Alicia mendatanginya. Namun, mengingat sesuatu yang mengganjal di hatinya ia tidak bisa memercayai gadis bermata besar itu sepenuhnya. Saat itu pun Alicia menanyainya perihal Enzi padahal jika dilihat pun mereka sangat tidak bersahabat, lantas apa yang membuat Alicia bertanya tentang Enzi?

Pikirannya terus berkecamuk. Namun, di samping hal itu ia menemukan sesuatu bahwa, ini bisa menjadi skandal besar ditambah mereka yang tidak akur apalagi semenjak kejadian malam keakraban. Memikirkannya saja sudah membuat pusing. Namun, di satu sisi ia merasa senang dengan kejanggalan ini.

“Gilbert, kamu tidak memerhatikan lagi?” tegur tutornya yang sadar sedari tadi laki-laki itu hanya melamun sambil memutar-mutarkan pulpen di jarinya.

Sedangkan yang ditegur hanya memberikan senyum gigi sambil mengelus tengkuknya, lalu meminta maaf dan izin pulang, ia beralasan sedang tidak enak badan karena mengerjakan tugas semalaman kemarin.

Behasil mendapatkan izin ia langsung pergi meninggalkan tempat bimbingan tersebut dan menuju ke café tempat di mana ia biasa menghabiskan waktu bersama teman-temannya.

Tiba-tiba ponselnya bergetar menandakan adanya pesan masuk.

+6284567xxxxxx                                                                                                            Are you ready? Let’s begin!

Gilbert mengernyit heran menatap ponselnya. Kira-kira siapa yang mengerjainya dengan mengirim pesan seperti itu.

Gilbert                                                                                                                            Salah kirim

+6284567xxxxxx                                                                                                             Saya tidak salah kirim, Gilbert Delmarettan.

Gilbert pun menjadi awas, ia menelpon pemilik nomor itu, namun yang ia dapatkan hanya suara orang sedang mengobrol tidak jelas dan berakhir ia memutuskan sambungan telpon itu.

Ia benar-benar penasaran sekarang.

***

Enzi kini tengah makan malam bersama keluarganya di ruang makan, mereka terlihat sangat gembira membicarakan pekerjaan ayahnya yang semakin sukses.

Terlihat dari pancaran mata ayahnya. Namun tiba-tiba pria itu bertanya. “Enzi, kamu kenal dengan Felix ‘kan?”

Gadis itu hanya mengangguk ketika ditanyai mengenai Felix dan nafsu makannya seketika menurun.

"Anaknya tampan."

"Terus?" 

"Tidak tidak, lanjutkan saja makanmu."

Setelah makan malam yang cukup tidak enak itu selesai, ia memilih untuk mengambil sepotong kue red velvet dari dalam kulkas dan sekotak susu full cream untuk ia makan di dalam kamarnya.

Ia melangkah ke arah kamarnya, lalu ia taruh kue dan susu itu di atas meja belajarnya dan mulai membuka laptopnya. Namun, tak lama kemudian listrik padam yang disertai dengan hujan yang lebat. Gadis itu melangkah ke arah meja riasnya untuk mengambil sebuah senter tetapi tiba-tiba….

Dukk… dukk…

Terdengar suara seperti lemparan benda keras ke arah kaca jendelanya sebanyak 2 kali dan Enzi pun mencoba untuk menyibak tirainya walaupun ia sendiri takut karena pasti di luar tengah gelap gulita. Namun suara telepon yang tiba-tiba berdering dari ponselnya mengalihkan perhatiannya.

Terlihat nomor tidak dikenal tengah berusaha menghubunginya beberapa kali karena sejujurnya Enzi pun takut untuk menjawabnya.

Dengan nyalinya ia pun mencoba menjawabnya. “Halo, ini siapa?”

Hanya terdengar suara napas yang berderu dari seberang sana disertai dengan suara hujan. Lantas Enzi mematikan sambungan telepon itu sepihak karena menurutnya ini terlalu mengerikan.

Namun nomor itu kembali menelponnya.

“Cepatlah berbicara, saya tidak pu—”

“Saya mau buat penawaran dengan anda,” ucapnya dari sana. Tidak bisa dipastikan siapa karena ia memakai pengubah suara yang membuatnya tidak dapat dikenali.

“Apa? Kamu siapa?” tanyanya sembari membuka laptopnya dan mencari sebuah film untuk ia tonton.

Penelpon itu pun memberinya sebuah penawaran yang menurut Enzi tidak dapat ia lakukan, yaitu sebuah penawaran untuk berhenti merundung, menjadi murid biasa-biasa saja, dan yang paling parah menurutnya adalah mengakui Letta sebagai temannya.

“Tidak akan! Kau siapa menyuruhku?” tegasnya, Enzi pun memutuskan sambungan telepon itu dan mulai mencari film yang ia mau. Dan lagi-lagi sebuah pesan masuk ke ponsel Enzi.

+6284567xxxxxx                                                                                                                Baiklah jika itu maumu.

Enzi mengabaikan pesan itu dan melanjutkan kegiatannya sambil memakan kuenya dan duduk santai di kursi belajarnya. Ia berpikir jika Alicia lah yang tengah menakut-nakutinya karena musuh terbesarnya sekarang adalah Alicia sekarang ini.

***

Letta sekarang berada di alamat yang diberikan oleh Alicia. Terlihat dari luar seperti rumah biasa pada umumnya. Pagar hitam dengan lampu depan berwarna putih, hanya saja pagarnya benar-benar tinggi. Letta berpikir jika isi di dalam rumah ini pasti besar.

Alicia                                                                                                                            Sudah datang? Tunggu aku di situ.

Letta                                                                                                                                   Iya.

Letta pun menunggu dan tidak lama setelah itu suara pagar berderit menandakan tuan rumah telah mengizinkannya untuk masuk.

Sepanjang jalan perempuan itu mengagumi luasnya rumah itu saat mereka melintasi halaman rumah. Ini adalah rumah Alicia sebenarnya, ia selama ini tinggal di sekitar sekolah hanya karena terlalu memakan waktu dari kediamannya.

Gadis itu dipersilahkan untuk duduk di ruang tamu. Letta pun menghela napas kasar dan bersandar pada sofa karena perjalanannya cukup panjang, ia harus menempuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai ke sini.

Alicia datang kembali dan menyuruh mereka untuk berpindah tempat ke area belakang.

“Letta, kamu sudah punya apa jika mau melawan Enzi?” Pertanyaan Alicia sukses membuat Letta kebingungan. “Maksudku semacam bela diri atau apa?”

Gadis berambut panjang berkacamata ini menggelengkan kepalanya sambil membenarkan kacamatanya yang merosot. Ia berkata bahwa ia hanya pernah mengikuti Karate, namun setahun lalu ia berhenti.

Alicia mengangguk sambil terlihat berpikir dengan mengusap-usap dagunya.

“Aku akhir-akhir ini sedang berpikir untuk mengikuti bela diri. Kau mau ikut lagi tidak?” tawar Alicia. “Sekalian mencari pacar.”

“Haha ada-ada saja kau ini.”

Awalnya wajah Letta terlihat senang setelahnya menjadi murung. Nampaknya ia tidak bisa menerima tawaran Alicia karena ia berpikir tidak ingin merepotkan dirinya dan orang lain. Gadis dengan rambut coklat ini bimbang sambil menggulung-gulung rambutnya dengan bibir yang dibasahi dengan salivanya, sudah dapat dipastikan ia akan menolak tawaran ini.

Seakan dapat membaca pikiran Letta, Alicia pun berkata jika keperluan bela diri bebas biaya dengannya. “Serius?!”

Alicia mengangguk. Gadis itu tersenyum senang ketika melihat Letta senang setidaknya malam ini ada yang menemaninya mengobrol setelah kakak dan orang tuanya pergi ke luar negeri 2 hari yang lalu dan kemungkinan akan pulang 3 bulan sekali.

Tiba-tiba saja hujan turun dengan sangat lebatnya setelah adanya angin deras dan hilangnya bintang-bintang di langit.

Terlihat lagi raut wajah khawatir di wajah Letta karena takut tidak bisa pulang atau pulang terlalu malam nantinya. Apalagi jarak dari rumahnya yang jauh dari sini.

“Malam ini menginap saja di rumahku, seragamku ada dua. Bagaimana?” Alicia menawarkan Letta untuk bermalam karena kondisi yang tidak memungkinkannya untuk pulang.

Sebenarnya bisa saja Alicia mengantarnya pulang lewat supirnya. Namun, ia urungkan karena ia merasa kesepian. Dan Letta pun mengiyakan apa kata pemilik rumah ini.

***

Terdengar suara ponsel berdering milik Alicia yang sedari tadi berusaha di-reject olehnya tetapi nomor itu terus saja menelponinya. Dan pada akhirnya Alicia menyuruh Letta untuk pergi ke kamarnya saja duluan ia beralibi akan membawa jajanan sebentar lagi.

Alicia mengangkat telpon itu, lalu tersenyum senang mendengarnya. Ia hanya akan mendengarnya tanpa menjawab karena di seberang sana berkata jangan menjawab apapun, maka gadis yang tengah berkepang 2 itu menurut saja.

Setelah telepon mati ia bergegas kembali ke dalam kamar tidurnya.

"Astaga aku tidak tahu itu nomor Nara," ucapnya sambil terkekeh.

Letta yang tengah bercermin di meja belajar milik Alicia terkagum dengan banyaknya buku-buku latihan soal milik Alicia. Ia mulai membukanya karena merasa ingin melihat isinya, namun sesuatu yang ia lihat di buku dan di balik cermin membuatnya terkejut, sehingga membuat buku itu terjatuh dan selembar kertas pun menarik perhatiannya.

“Ini kertas….”

“Yah … aku ketahuan.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status