Sayangnya, Faleesha tertidur semakin dalam.
Dia hilang kesadaran dari relita dan justru tenggelam dalam bayangan masa kecilnya yang kembali tergambar jelas.
Kerinduannya pada sang ibu seperti belati tajam yang menusuk jantungnya. “Mama, di mana kamu, mereka jahat,” ujar Faleesha saat dia berumur delapan tahun. Masa itu, kehidupan yang pahit dan getir telah dimulai. Hari-hari bahagianya perlahan sirna. “Faleesha!” Kembali suara bariton Sanders menggema. Tangan kekarnya meraih tubuh mungil Faleesha yang melemah. Gadis itu bisa merasakan tidurnya begitu nyenyak. Siapa yang memanggilnya?Apa ini hanya sebuah halusinasi? “Kenapa kamu melakukan hal bodoh seperti ini?” Sanders tampak khawatir. Beberapa kali menepuk lembut wajahnya, tak ada reaksi. Pria itu membawanya dengan sigap dan meletakkannya di ranjang. Beruntung Beatrice melapor padanya, jika Faleesha mengunci pintu kamar mandi. Tubuhnya masih berbalut pakaian dan celana jins. Lekuk badannya tercetak jelas dibalik kain itu. Sanders sampai menelan saliva-nya dengan susah payah. Gadis ini kembali meningkatnya hasratnya.“Dasar, keras kepala,” sungutnya.
“Tuan, bagaimana Non Faleesha?”Maid itu datang dengan tergesa-gesa. “Ganti bajunya! Jangan biarkan dia kedinginan,” titah Sanders. “Ba-baik, Tuan,” jawab Beatrice.Maid itu mengganti seluruh pakaian Faleesha beserta dalamannya.
Netra Sanders tak lepas dari tubuh polos tanpa busana. Sangat menggoda. Bahkan sesuatu mengeras di pangkal pahanya--mendesak ingin dikeluarkan.Sayangnya, dia harus bersabar lebih lama lagi. Dia ingin membuat Faleesha bertekuk lutut padanya.
"Uhuk uhuk!" Faleesha mulai terbatuk. Beatrice tampak cemas, juga takut melihat wajah Sanders terlihat merah padam. “Anda baik-baik saja, Nona?”Sayangnya, pria itu justru menangkap kedua tangannya dengan mudah.
“Ssst!”Dia mengarahkan telunjuknya ke bibir Faleesha.
Dengan gerakan cepat, memeluk Faleesha dan membenamkan kepala gadis itu ke dadanya. “Lepaskan! Aku tidak sudi dipeluk olehmu,” teriak Faleesha. Namun, Sanders justru mengeratkan pelukannya. “Tuan, lepaskan saya,” pinta Faleesha. “Tidak akan sebelum kau tenang,” jawabnya datar. Sanders juga memberi kode pada Beatrice yang sejak tadi masih bergeming di tempatnya agar keluar, hingga wanita itu bergerak cepat.Faleesha tak sadar bahwa kini tinggal dirinya dan Sanders di kamar itu.
“Saya bersumpah, akan membunuhmu.”
Faleesha semakin kalap. Dia benar-benar tak bisa berpikir jernih. Mendengar ucapannya, Sanders justru tertawa keras. “Oh ya? Bagaimana bisa kau membunuhku?” Pria itu merengkuhnya semakin erat. Hingga Faleesha merasa sesak. “Lepas, tolong, lepas!” “Berjanjilah, kau tidak akan bunuh diri lagi,” ketus Sanders sembari berulang kali mencium aroma wangi dari tubuh Faleesha. Terlebih, rambutnya yang hitam legam.Walaupun pria itu tampak dingin. Namun, dia begitu panik saat melihat Faleesha mencoba bunuh diri.
Bukankah ini wajar dilakukan pemilik tawanan?
“Tuan, aku kehabisan napas,” lirih Faleesha, "aku berjanji tidak akan bunuh diri."
Sanders sontak tersadar jika pelukannya begitu erat.Dia segera melepas rengkuhannya.
“Sial, hampir saja aku mati,” gerutu Faleesha. Sanders tersenyum samar. Dia menahan bibirnya dari senyum lebar. Faleesha tampak lucu dengan bibir mengerucut. “Bukannya itu yang kau inginkan?” tanya Sanders. “Itu tadi, sekarang sudah tidak,” sela Faleesha. Pria itu menahan senyum, tidak mengira secepat itu Faleesha berubah. “Good, jangan lakukan hal bodoh lagi,” tukasnya. Faleesha hanya mengangguk.Dia menatap nanar keluar jendela, sembari tersenyum miring.
Beberapa kali mengerjapkam netranya. “Mungkin aku harus punya rencana yang matang untuk kabur dari sini,” batinnya.“Apa yang kau pikirkan?”Ucapan Sanders mengagetkannya. Pria itu seolah tahu, Faleesha sedang menyusun rencana.
“Tidak ada,” jawab Faleesha acuh.“Baiklah, aku akan masih banyak urusan. Lebih baik kau bersiap untuk kejutan selanjutnya dariku,” ujar Sanders. “Kejutan apa?”Wajah Sanders terlihat puas dengan rasa penasaran Faleesha. “Lihat saja nanti.”
“Tapi, ingat. Jangan coba-coba bunuh diri lagi, itu tidak akan membantumu.” Setelah mengatakannya, Sanders pun melangkah mendekatinya. Sedikit ancaman mungkin diperlukan. "Apa kau tidak sayang dengan ayahmu?" tanya Sanders sukses membungkam mulut Faleesha."Aku menyayanginya, tapi dia lebih memilih keluarga barunya," jawabnya.Tatapan Faleesha kosong menyiratkan kepedihan yang mendalam."Karena itu, kau harus tumbuh lebih kuat, balas perbuatan ibu dan saudara tirimu," balas Sanders.Dia melayangkan tangannya perlahan dan membelai pipi lembut gadis itu.Tanpa disangka, Faleesha menghindar. Dia mundur teratur."Aku tahu, tapi jangan gunakan kesempatan dalam kesempitan," sindirnya.Sanders pun merasa tersinggung. Merasa ditolak mentah-mentah. Mengapa Faleesha lebih memilih menghindar darinya walaupun mereka hidup satu atap?Padahal semua wanita tergila-gila padanya? "Ck, kau menyebalkan, Faleesha," ucapnya, "tapi anehnya, aku suka."Deg!Belum hilang kegugupan Faleesha, Sanders sudah membingkai wajah Faleesha dengan kedua tangan kokohnya.
“Wajah cantik ini selalu saja menentangku,” ucapnya. Lagi-lagi, Faleesha membuang muka. “Padahal, selama ini, tidak ada satu orang pun yang menolakku, gadis kecil.” Suaranya tampak berat dan mereka hanya berdua dalam kamar. Kini Sanders mulai membelai lembut pipi Faleesha membuat gadis itu merasa gemetar.Tanpa aba-aba, pria itu menghimpit tubuh mungil Faleesha yang montok dan berisi.
Berbanding terbalik dengan tubuh Sanders yang kekar dan keras. Sepertinya, Sanders benar-benar ingin memberikan Faleesha hukuman.“Tenang saja, tidak akan sakit,” balas Sanders tersenyum devil, "justru akan nikmat."
Ada getar tak biasa dalam hatinya. Namun, Faleesha tak boleh lengah, hanya karena perlakuan Sanders mulai melunak. Gadis itu sontak meronta. Apalagi ketika dia merasakan sesuatu yang keras menempel sempurna di dekat pahanya. “Tidak ada salahnya kita coba lagi, aku akan memberi jeda agar kau juga menikmatinya,” ucap Sanders, "kali ini, sampai selesai." Faleesha menggeleng pelan dengan tatapan memohon. “Aku mohon, Tuan. Jangan,” ujarnya. “Ini hukuman untukmu karena tidak patuh.” Tatapan Sanders menggelap. “Lagi pula, kau sudah menjadi milikku, Sayang.” Sentuhan Sanders semakin liar. Dia bahkan menyentuh titik-titik sensitif Faleesha, hingga gadis itu merasakan sensasi aneh itu lagi. Srak! Dalam sekejap, Sanders berhasil menanggalkan pakaian Faleesha. Gerakannya gesit tanpa bisa dihalau oleh gadis itu. “Jangan diteruskan, aku mohon. Aku bersedia lakukan apapun, asalkan Anda melepasku-” Ucapannya terbata dengan air mata yang mulai luruh. Faleshaa merasa tubuhnya sangat kotor.
Ya, Faleesha tak sanggup membayangkan nasibnya benar-benar berakhir di mansion megah ini.Bau parfum Sanders yang masih melekat di tubuhnya membuat Faleesha merasa risih.Tak mau berlarut, dia pun membersihkan diri dan mulai menyusun rencananya....***Tok tok tok!“Nona!”Suara maid menyambut Faleesha yang baru saja berganti handuk kimono.“Kenapa kau menggedorku seperti itu?” tanya Faleesha datar.“Tidak apa-apa. Saya hanya ingin memastikan nona baik-baik saja,” jawab sang pelayan. Tampaknya, dia sangat khawatir setelah drama Faleesha mencoba bunuh diri.“Oh.” Tidak seperti sebelumnya yang banyak tanya, Faleesha hanya melewati Beatrice dan menuju meja nakas. Dia mulai menyantap makanannya dengan tenang. Faleesha butuh tenaga untuk memikirkan cara lolos dari tempat ini, bukan?Sayangnya, Beatrice justru lega melihat tingkah Faleesha.Wanita paruh baya itu mengira jika Faleesha sudah menerima takdirnya dengan Sanders.“Non, kalau begitu saya tinggal dulu ya? Masih ada kerjaan yang
Faleesha terhenyak saat Sanders melempar tubuhnya ke atas ranjang. Sontak dia beringsut mundur menjauhi pria itu. “Kau ini berat sekali,” gerutu Sanders. Walaupun ranjang miliknya empuk, tetap saja Faleesha merasakan sakit karena anggota tubuhnya ada yang terkilir. Tiba-tiba Sanders meju mendekati Faleesha, membuat hawa mencekam melingkupi gadis itu.“An-anda mau apa?” suaranya tertahan di tenggorokan. Seringai iblis pun terbit di wajah Sanders sembari menatap lekat tubuh mungil yang tampak gemetar itu.“Hei, kenapa kau setakut ini.” Diusapnya wajah Faleesha dengan lembut. Tapi, tatapan netranya tidak bisa berbohong. Ada kemarahan yang terpendam di sana. Faleesha melihat gairah di mata Sanders, sehingga dia buru-buru merapatkan tubuhnya ke sandaran ranjang. “Kau tanya aku ingin berbuat apa?” tanya Sanders.“Rupanya kamu belum puas bermain-main denganku, Honey.” Senyuman licik kembali tersungging di bibirnya. Faleesha beringsut mundur. “Maafkan aku, aku hanya ingin meliha
“Nona, saya membawakan obat untuk anda.” Kepala pelayan masuk membawa nampan berisi obat tradisional. “Obat apa?” sela Faleesha datar. “Untuk kaki anda, ini ramuan tradisional, tapi sangat ampuh untuk meredakan sakitnya kaki anda,” jawabnya. Beatrice masih menunggu diambang pintu. Faleesha menghela napas panjang. “Masuklah.” Dia masuk dan meletakkan nampan itu ke meja nakas. “Anda harus selonjor dulu supaya saya bisa memijitnya.” Faleesha mengikuti perkataan Beatrice. Paruh baya ini tampak cakap dan berpengalaman dalam segala hal. “Apa Sanders mengatakan padamu jika aku terjatuh?” tanya Faleesha.Beatrice menggeleng. “Tuan hanya bilang, kaki anda terkilir, saya harus lekas mengobati,” jawabnya. “Nona, apa pun yang sedang coba anda lakukan, lebih baik anda pikir ulang-”“Maaf bukannya lancang, tapi pikirkan keselamatan anda. Satu atau dua kali, mungkin Tuan masih bisa menahan amarahnya, tapi-”“Tapi apa?” tanya Faleesha. “Tapi kalau sudah berulang kali, Saya takut Tuan akan
“Tuan Sanders memintaku untuk mengikutimu hingga ke dalam rumah sekalipun,” ujar Emily. Dia seumuran dengan Faleesha. Namun, caranya bersikap sudah seperti orang dewasa. Sesuai dengan arahan Sanders. Pria itu memberi dua pengawal yang menemani Faleesha. “Kalau kamu ikut, bagaimana cara menjelaskannya pada Papa?” protesnya. “Papaku orangnya curigaan, kalau dia semakin marah gimana?” Faleesha tak mau privasinya diketahui orang lain. “Terserah kau. Yang penting aku ikut, aku malas berduaan dengan dia di sini,” jawab Emily sekenanya. “Dia?” ulang Faleesha. Emily mengarahkan dagunya ke arah Nick yang terlihat santai-santai saja. “Oh, kamu tidak mau berduaan saja dengan Nick di dalam mobil?” lanjut Faleesha. Sedangkan Nick tetap memasang tampang cool. Pria berusia 26 tahun yang ditugaskan untuk mengawasi Faleesha sekaligus menjadi pengintainya. Rata-rata pria yang bekerja pada Sanders adalah pria yang terlatih bela diri. “Ck, aku juga malas semobil dengan wanita tomboi seperti
Ervina terkejut dengan kemunculan Fahaz. Tidak menyangka suaminya itu masih terjaga.“Sayang.” Ibu tiri Faleesha terlihat gelagapan. “Papa, Faleesha di sini.”Gadis itu mendekat dengan tubuh gemetar. Tangisnya tak terbendung. Ingin menumpahkan segala keluh kesah. Faleesha segera menghambur ke pelukan sang ayah. Menghirup dalam-dalam aroma tubuh yang begitu dia rindukan. Sang ayah memeluk putrinya dengan hangat. Sedangkan ibu dan saudara tirinya mulai cemas. “Kemana saja kamu, Sayang? Kenapa pergi tidak bilang? Papa cemas sekali,” ucap sang ayah terbata. Angela berbisik di kejauhan. “Ck, percuma aja, Mi. Kita ngompori Papa sampai mulut berbusa, dia tetap saja sayang sama Faleesha.” “Memang si Faleesha itu pembawa sial. Jangan biarkan mereka semakin dekat.” Ervina mendengus kesal. Sedangkan Faleesha bingung menjawabnya, dia harus menjaga perasaan Papanya agar tidak drop lagi. “Maafin Faleesha, Pa. Aku nggak pernah pergi jauh dari Papa, ada kerjaan yang harus aku selesaikan
“Apa yang ingin kamu bicarakan, Sayang?” tanya Fahaz pada putrinya. Netranya mengawasi halaman depan. Gadis itu berjalan menuju ke arah pintu. Menguncinya agar tidak ada yang menguping. Dia yakin sekali, ibu dan saudara tirinya mengawasi gerak geriknya. Dibelakangnya, mereka bertindak seperti musuh. “Pa, aku mau minta izin ke Papa, untuk tinggal sementara di rumah Emily.” Wajah Fahaz seketika berubah muram. “Kenapa? Apa kamu tidak betah tinggal di sini? Apa karena Papa terlalu mengekang kamu?” Faleesha menggeleng pelan. “Tidak, Pa. Bukan itu. Aku hanya butuh tempat untuk diriku sendiri-”“Papa tidak tahu bagaimana rasanya jadi aku, Papa tidak tahu bagaimana sulitnya Faleesha menerima keluarga ini sejak dulu.” Gadis itu menghela napas panjang.“Aku mohon, Papa jangan salah paham. Aku hanya ingin jujur tanpa menyakiti siapa pun.”Faleesha berusaha memberi pengertian. “Mami Ervina memang baik, Angela juga baik, tapi aku masih belum selesai dengan diriku sendiri, luka yang memb
Keesokan harinya…Faleesha berpamitan pada ayahnya. Dia berjanji akan menjenguk Fahaz dua hari sekali asalkan diizinkan tinggal bersama Emily. Sebelum pergi, Faleesha juga berpesan pada pembantunya agar menghubunginya diam-diam jika sesuatu terjadi pada ayahnya. Atau gerak gerik ibu dan saudara tirinya mencurigakan. Takutnya mereka membuat masalah setelah kedatangannya. “Mi, gimana orang-orang Mami? sudah disiagakan belum? Si anak kesayangan itu harus kita beri pelajaran,” bisik Angela. Mereka sudah mengatur strategi untuk melukai Faleesha. “Sst, jangan keras-keras, nanti Papamu dengar, Mami yang kena.” Ervina melekatkan jari telunjuk ke bibirnya sendiri. “Mami curiga, apa jangan-jangan Tuan Sanders juga dibohongi oleh Faleesha-”“Sampai dia mudah sekali mengizinkan gadis pembawa sial itu keluar,.” Ervina tampak gelisah. Seharusnya Faleesha- tetap hidup dalam kurungan mansion mewah itu. Dia yakin, Sanders tidak memperlakukannya dengan baik. “Nah ‘kan, Mi. Apa kataku!” se