Share

7. Rasa Sesal Yura

YURA ingin sekali mengutuk dalam hatinya. Bagaimana bisa dia melakukan kesalahan sefatal ini, padahal jelas-jelas dampaknya tidak baik pada hati dan pikirannya?

Perempuan itu lantas menarik selimutnya hingga sebatas dada. Langit masih terlihat gelap, matahari bahkan belum tampak dari balik tirai jendela. Tapi Yura sepagi ini sudah berteriak hingga membangunkan Krisna yang juga dalam kondisi sama-sama polos.

“Astaga, Ra. Aku masih ada dua jam lagi buat tidur sebelum nanti terbang. Bisa nggak, sih, nggak usah pakai teriak segala?”

Yura menggigit bibirnya dengan wajahnya yang tertunduk.

“Kris…”

“Hm?” sahut Krisna dengan wajahnya yang sedikit mengantuk.

“Kita lupakan yang terjadi semalam, okay? Gue dalam keadaan mabuk dan anggap saja nggak pernah terjadi apa-apa di antara—”

“Kalau aku nggak mau?”

Yura termangu selama beberapa saat. Alih-alih menggunakan gue-lo sebagai sapaan seperti biasanya, Krisna sudah menggantinya dengan sebutan aku-kamu dalam percakapannya.

“Kris, gue—”

“Kamu menyesal?” tembak Krisna dengan cepat.

Yura tidak menjawab. Bagaimana dia menjelaskan perasaannya saat ini, mengingat bahwa dia sendiri masih dibingungkan sama perasaannya sendiri.

“Nggak gitu. Tapi Kris—”

“Aku tahu kalau kamu menyesal.” Krisna tersenyum getir “Tapi aku sama sekali nggak menyesal, Ra. Aku juga nggak keberatan kalau kamu memanfaatkan aku. Kamu boleh menggunakan aku sebagai tempat pelampiasan kamu. Setidaknya sampai kamu tahu ke mana hatimu akan berlabuh.”

Yura seketika membelalak. “Jangan gila, Kris. Gue nggak mungkin memanfaatkan lo. Situasi semalam memang gue yang salah, dan gue sadar betul kalau gue yang memulainya. Jadi lo nggak usah ngerasa bersalah.”

Dan setelah ini Yura berjanji tidak akan menyentuh minuman terkutuk itu.

“Aku jadi penasaran, apa yang bikin kamu tiba-tiba menghindar dari aku?” ujar Krisna lirih.

“Nggak ada, Kris. Gue memang sibuk dan—”

“Karena kamu memang belum siap memulai segalanya, kan? Atau kamu tahu kalau Abhimana masih bisa kamu dapatkan cintanya?” tembak Krisna dengan cepat.

Yura menggigit bibirnya bagian dalam, tidak menemukan jawaban tuduhan yang dilontarkan Krisna.

Ada rasa bersalah yang kini menggelegak di hatinya saat melihat perkataan Krisna terlihat benar adanya. Terus terang Yura sempat goyah.

“Aku tertarik sama kamu, Ra. Kamu tahu kalau aku juga punya masa lalu dan aku pernah terluka.” Bahkan dia sekarang akan menikah dengan sepupunya sendiri. “Tidak ada salahnya kalau kita saling menyembuhkan satu sama lain, kan?”

Lagi, Yura memilih untuk diam.

“Aku mungkin nggak seistimewa dia, yang sebegitu hebatnya mengambil hati yang kamu punya. Tapi setelah apa yang pernah kita lalui sama-sama, apa aku sama sekali tidak membekas di hati kamu?”

Yura kalah telak. “Gue nggak tahu, Kris.”

“Oke, aku tahu kamu butuh waktu. Tapi kalau kamu berubah pikiran, kamu bisa kasih tahu aku. At least, dia harus membayar apa yang pernah dia lakukan sama kamu.”

Tanpa menunggu Yura menanggapi ucapannya, Krisna lantas turun dari tempat tidurnya. Pria itu lantas melangkah keluar dari kamar dan langsung menghilang dari balik pintu kamar mandi.

Sementara Yura diliputi kebingungan yang luar biasa.

Waktu sudah menunjuk angka enam pagi saat Krisna akan meninggalkan hotel. Yura bahkan tidak sempat membersihkan dirinya lantaran situasi mereka yang tidak nyaman.

“Jangan menghindar dari aku lagi ya, Ra. Kamu nggak pengen aku kenapa-napa pas terbang nanti gara-gara mikirin kamu, kan?” ancam Krisna terselubung.

“Ancamannya nggak main-main, ya! Bisa nggak bercandanya nggak usah bawa-bawa nyawa segala!”

“Bercanda, Ra. Nanti aku telpon kalau udah sampai bandara, okay?”

Yura hanya menganggukkan kepalanya saat mobil jemputan Krisna sudah tiba dan bersiap untuk meninggalkan hotel. Pria itu lantas menghilang dari balik pintu mobil, dan meninggalkan Yura yang masih berdiri di depan lobi dengan perasaannya yang berkecamuk.

Baru setelahnya, Yura memberhentikan taksi yang lewat di depannya. Dan detik itu juga Yura kembali ke hotel tempatnya menginap. Leon pasti mengkhawatirkannya.

“OMG! Ra, lo habis dari mana, sih? Gue hampir telepon polisi nyariin lo tau, nggak?! Lo nggak habis diculik sama om-om? Atau habis dari mana?” Leon mencecarnya dengan berbagai pertanyaan begitu Yura tiba di hotel.

“Hp gue mati, El. Sorry!”

“Sorry? Minimal lo bilang dari mana semalam!” desak Leon cepat.

Yura menghela napas. Kepalanya kini terasa pening, terlebih saat bayang-bayang apa yang telah dilakukannya semalam bersama Krisna kembali terngiang di kepalanya.

“El, coba cubit gue. Gue nggak lagi mimpi, kan?” Leon menuruti permintaan Yura, lalu, “aw! Sakit, El!”

“Lo kenapa sih, Ra? Lo semalam ngilang ke mana?”

Yura tak langsung menjawab. Perempuan itu lantas berhambur memeluk Leon dengan wajahnya yang terlihat putus asa.

“Gue semalam pergi sama Krisna, El. Dan… gue melakukan kesalahan sama dia. Lagi.”

“OMG! Lo bilang nggak suka, tapi kenapa jadi ketagihan gitu, sih?” cibir Leon sekenanya.

Yura lantas menarik diri lalu memukul dada Leon dengan pelan “Gue serius ya, El! Pokoknya, gue…” Perempuan itu mendesah panjang, “astaga, El. Gue kayaknya harus jauh-jauh dari dia, deh.”

“Kenapa harus jauh-jauh kalau lo aja suka?”

Yura menggigit bibirnya bagian dalam. “Nggak gitu. Tapi by the way, gue belum mandi, El. Lo nggak mencium aroma sisa-sisa orgasme dari badan gue, kan?”

“Sini coba, gue mau nyium aroma spermanya Abang Pilot!”

Yura mendelik ke arah Leon. “Mesum!”

“Lo yang mancing gue! Mandi besar, gih! Muka lecek gitu kayak habis keenakan lo!”

“Tapi sumpah, El, gue nggak bermaksud sama sekali. Ini juga bagian dari salah lo juga, ya!” ujar Yura tak terima.

“Kok gue? Gue bahkan nggak lo kasih tau ke mana lo pergi, ya!”

“Iya, dong! Coba kalau lo nggak main ngilang gitu aja, gue nggak mungkin pergi sama Krisna semalam!” sahut Yura tak terima.

“Tapi kan lumayan dapat pelepasan, Ra.”

Yura lantas menggandeng tangan Leon, dan mengajak sahabatnya itu menuju ke kamarnya. Yura bisa merasakan sekujur tubuhnya lelah luar biasa, apakah semalam dia seperti jalang yang butuh pelepasan?

“Gue lebih suka lo sama Krisna katimbang Abhimana, by the way,” ujar Leon tiba-tiba.

“Kenapa tiba-tiba lo ngomong begitu?”

Leon mengedikkan bahu dengan entengnya. “Lebih macho dan gentle dia aja, sih. Katimbang Om lo yang gaje itu. Kenapa lo nggak mau nyoba sama dia aja?”

Yura tak langsung menjawab, dia sedang tidak bisa berpikir dengan jernih sekarang. “Sebenarnya dia menawarkan diri untuk dimanfaatkan sih, El.”

“Dimanfaatkan gimana?”

“Dia menawarkan diri secara sukarela untuk gue manfaatin sebagai alat balas dendam gue ke Om Abhimana.”

“Terus?”

“Ya nggak terus-terus. Gue nggak sejahat itu kali sampai-sampai memanfaatkan dia, El. Kalau gue justru baper gimana?”

“Ya malah bagus, kan? Udah saatnya lo move on dan buka lembaran baru, Ra. Dan gue amat sangat yakin, kalau dia adalah jodoh masa depan lo!”

“Lo dukun sampai-sampai bisa melihat masa depan gue?”

Leon mendecak pelan sembari mengibas-ngibaskan tangannya ke arah Yura. “Sana buruan mandi, gih! Bau sperma tau, nggak! Lagian jorok amat lo habis kuda-kudaan nggak bersih-bersih dulu?”

“Berisik lo, ya!”

“Bodo amat!”

Yura kemudian melangkah menuju kamar mandi, berniat untuk membersihkan diri sementara Leon menunggunya di kamar.

Perempuan itu berdiri termangu di depan kaca wastafel. Matanya seketika membelalak saat mendapati ada banyak jejak kemerahan di sekujur tubuhnya.

“Damn! Lo vampir apa gimana sih, Kris? Wait, jangan-jangan semalam dia nyesap darah gue makanya pagi-pagi gue pening gini?”

Saat perempuan itu sibuk meneliti sebanyak apa bekas kemerahan di tubuhnya, ponselnya yang berdering sejenak mengalihkan perhatian Yura.

Melihat nama ‘Calon Suami Masa Depan’ muncul di layarnya, sejenak membuat Yura ragu untuk menjawabnya.

“Apa?”

“Hai. Aku pikir kamu nggak bakalan angkat telepon dari aku, Ra.”

“Kenapa?” tanya Yura dengan nada malas.

“Cuma mau mastiin aja, sih, kamu udah sampai di hotel, kan? Maaf ya, nggak bisa nganterin kamu tadi.”

“Nggak apa-apa, Kris. Gue udah dewasa dan nggak secupu itu, kok.”

“Sekarang lagi apa?”

“Lagi mau mandi. Udah ah, kan?”

“Masih sakit, nggak?” tanya Krisna tiba-tiba.

“Apanya?”

“Itu… karena semalam.”

Yura seketika membelalak. Menyesal karena sudah mengangkat panggilan dari pria gila itu.

“KRISNA!” Dan suara kekehan Krisna terdengar di seberang sana.

“Dan ngomong-ngomong, Kris. Lo vampir atau genderuwo, sih? Lo ninggalin jejak di badan gue banyak banget tau, nggak!” sungut Yura kesal luar biasa.

Lagi-lagi Krisna tergelak. “Sebanyak itu aku menginginkan kamu, Ra.”

“Nggak usah lebay, deh! Nyebelin! Gue tutup, nih.”

“Ra…”

“Apa lagi, sih?” salak Yura galak.

“Makasih udah mau angkat telepon dari aku. Bentar lagi aku briefing, nanti kalau udah sampai Jakarta aku telpon lagi, ya?”

“Hm-mm.”

“Dadah, Calon Istri Masa Depan.”

***

Terima kasih sudah mampir dan membaca, ya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status