Share

Happier
Happier
Author: Jexashafa

1. Stitches

Area parkir di Roosevelt High benar-benar nyaris kosong. Bagian staf pengajarnya pun cuma di tempati beberapa mobil milik guru-guru muda yang masih bersemangat dan belum mencapai tahap kelelahan dalam karir mereka. Semalam salju menyelimuti kota, dan sepertinya satu-satunya suara di Seattle,Washington adalah derikan dan putaran pengeruk salju raksasa berwarna kuning. Pengeruk salju itu menggeruk melintasi lapangan parkir yang kosong, menambahkan salju lagi ke tumpukan salju yang besar yang kotor. Ini pagi Awal November yang benar-benar dingin, dan pengeruk salju yang sendirian itu, dikendarai si petugas kebersihan, Janitor Bob, Yang memakai baju musim dingin tebal dan sarung tangan oranye yang kelihatan seperti sarung tangan oven raksasa, merupakan satu-satunya benda bergerak di udara beku ini. Beberapa burung bertampang geli bertengger di kabel telepon, mungkin menyesal kenapa mereka tak berimigrasi ketempat hangat lebih awal.

"Ini lebih dari menyedihkan" gumam Camilla, menyeruput hot Cappucino  yang di belinya di salah satu Kedai penyedia Coffe murah saat perjalanan nya menuju sekolah. Camilla menyipitkan kedua bola matanya memfokuskan pada sebuah mobil klasik berwarna biru tua yang masuk ke area parkir siswa Roosevelt, otak nya berkerja menebak siapa yang berada di dalam mobil tua itu? Dalam hati dirinya berdoa siapa saja yang berada di dalam mobil itu asalkan bukan 'HE' dan dirinya memilih untuk berjalan ke belakang Gedung sekolah berharap pintu Belakang yang langsung mengarah masuk ke dalam Caffetaria tak terkunci daripada harus bertatap muka dengan siapapun yang ada di luar sana.

Happier

"Tidak satu orang pun sudah bangun. Dan Conditioner leave-in-ku ngak punya cukup waktu untuk berkerja aktif semalaman" kata Louis sambil menyetir mobil ayahnya ke salah satu tempat parkir yang baru saja di bersihkan.

Hailee Curley menguap selagi melirik bayangannya di kaca spion penumpang. Ia mengeluarkan kotak kecil hitam yang berisikan Powder dari salah satu merk make up ternama Maybelline New York dan mengulaskan nya ke wajah pucat bersih nya itu. Ia belum sempat memakai Make Up waktu Louis dan Shawn membunyikan klakson di depan rumah nya, dan hari-tanpa-make-up-walau-setipis-apapun ngak akan berakhir baik. Apalagi Senin dan terutama Hailee termasuk jajaran gadis populer penguasa Meja bagian tengah di Caffetaria Roosevelt. "Aku ngak mengerti. kenapa Mr.Payne memaksa bertemu kita sebelum sekolah dimulai?"

"Mungkin dia sadar siksaan merupakan cara terbaik untuk mencegah murid-murid terlalu cepat puas." Balas Shawn yang duduk di bagian kursi penumpang di belakang, pandanganya tentang fokus ke arah Layar iPhone silver nya dan jari-jarinya dengan lihai menari kesana kemari di atas layar.

"Bodoh!!" Louis mengggeser persneling ke posisi parkir, tapi tidak mematikan mesin mobil. Ia mendekatkan tangannya yang terbungkus sarung tangan kulit hitam ke lubang angin yang menghembuskan udara hangat ke dalam mobil nya. Meski ia suka udara Seattle yang dingin namun matahari masih tetap bersinar di sekitarnya, terutama karena koleksi pakaian musim dinginya yang amat sangat fantastis, car Coat berikat pinggang rancangan Alexander McQueen- nya lebih efektif dalam memenuhi fungsi Aestetik daripada fungsionalnya.

"Coba lihat itu!" Hailee menunjuk tiang bendera. Biasanya bendera Amerika serikat berkibar di ujung teratas tiang itu, saat tidak di gunakan atlet-atlet nggak ada kerjaan naik untuk mengantung anak baru yang tidak beruntung---lewat celana dalam, membuat mereka dikenal sebagai "Celana dalam patriotik'. Tetapi,dalam rangka pekan Multikultural Roosevelt High, beberapa bendera negara asing di pasang di bawah bendera Amerika serikat. "Itu bendera Kanada,bukan? Aneh sekali kita memilih kebudayaan mereka----budaya mereka kan mirip budaya kita?."

"Ya,kecuali mereka jauh lebih suka sosialisme dan hoki dari pada kita"tambah Louis, Shawn yang merasa tersindir karena dirinya memiliki setengah darah Kanada dari ayah nya yang berkebangsaan Kanada dan pernah menetap di salah satu kotanya yakni Toronto selama sekitar 5 Tahun. Buka suara.

"Hmmm,kurasa tidak juga! Buktinya aku lebih suka Basket dan Football dari pada Hoki." Bela Shawn, Louis mendelik terkekeh kecil.

"Shitt,kita lupa Mrs.Curley satu-satunya penumpang gelap di belakang kita ini ternyata memiliki Canada blood,hahaha"

Tawa Louis bersamaan dengan Hailee terdengar, Shawn berdecak kesal.

"Louis bodoh!! Kau pikir Daddy mu itu orang mana,Hah?? Uncle Andrew adik dari Dad dan nama belakang Fletcher Kau dapat dari mana? Dari Pria Canada bodoh,hanya kau lebih bersyukur Ibu mu datang dari daratan Eropa!!" Shawn rambles. Louis Terkekeh, karena Mom-nya yang berasal dari Holmes chapel Di Britania Raya dan dirinya yang lebih mendapatkan Dominan Eropa dengan Aksen perpaduan British-Canada namun yang lebih menonjol lebih ke British aksen nya membuat terkadang dirinya lupa Fakta bahwa dirinya juga sama-sama memiliki Canadian Blood,seperti Shawn dan sama-sama bertukar nama belakang yang sama. Fletcher.

"Mudah-mudahan Caffetaria ngak ikut merayakan kebudayaan negara tetangga sebelah Utara kesayangan kita hari ini." Harap cemas Hailee.

"Kira-kira apa makananya? Bacon Canada?" Hailee mengerutkan hidung. Salah satu acara pekan multikultural adalah Caffetaria akan menghidangkan menu khusus dari kebudayaan setiap Negara  berbeda setiap harinya. Ia masih ingat hari Polinesia pada tahun pertama, saat Caffetaria menyajikan hidangan babi utuh dengan hiasan jeruk di dalam mulut. Hailee masih belum benar-benar pulih dari trauma itu dan bakal langsung tercekat kalau memikirkan Bacon-----atau daging babi atau Ham.

"Semoga tuhan menolong kita." Louis membentuk tanda salib, tapi karena bukan agama katolik dia melakukanya dengan keliru. "Kau tahu, Mr.Irwin bakal marah melihat bendera Amerika harus berbagi tiang dengan bendera lain." Guru kewarnegaraan yang rambutnya mulai menipis itu dulu anggota angkatan Laut. Dia selalu mondar-mandir waspada di lorong antarkursi pada jam pertama kelasnya untuk memastikan setiap murid mengucapkan Pledge of Allegiance dengan lantang---dan benar setiap katanya.

Pandangan Hailee menyapu lapangan, mencari tanda-tanda kehidupan. Mobil tua Mr. Payne---Knalpotnya sudah menyentuh tanah---terpakir di pojokan area parkir guru. Sudah ada sedikit salju di atasnya, seakan mobil itu sudah lama disana. "Sungguh, kau pikir sungguh ada masalah?".

Tadi malam, seluruh anggota Klub Cheerio menerima pesan massal dari Mr. Payne, meminta mereka datang lebih cepat ke sekolah untuk mengadakan rapat darurat. Ini belum pernah terjadi, jadi Louis dan Hailee---shawn type cowok yang terlalu malas membicarakan hal tak penting(baginya) seperti itu---Langsung berkirim SMS untuk mendiskusikan bencana apa yang mungkin terjadi sampai-sampai mereka perlu mengadakan pertemuan pagi ekstra.

"Kau menggunakan kata Sungguh dua kali dalam satu kalimat." Mata biru Louis memperhatikan pesan di teleponnya sekali lagi untuk mencari pentunjuk. Mr. Payne biasanya tak pernah mengirimkan pesan berkode, tapi Louis kan suka kejutan. "sungguh"

"Mengoreksi tata bahasa orang itu sungguh mengesalkan." Hailee menjulurkan lidah ke arah Louis dan mengeratkan syal rajut merah muda menyala yang melingkar di lehernya. Jendela mobil mulai berembun, jadi ia membersihkan jendela di sebelahnya dengan bentuk lingkaran. Ia menyipitkan mata ketika ada mobil merah menyala memasuki lapangan parkir, ban mobil yang gundul meluncur di atas jalanan berlapis es, "RaCe datang," kata Hailee, mengenali tubuh Rachel dan Celeste yang kecil dan ramping dengan wajah yang seperti biasa di polesi Oleh Make-up tebal seperti gadis-gadis penyanyi dalam Bar---Namun,begitu Rachel dan Celeste adalah salah satu saingan terberat Hailee dalam segi apapun selama dirinya masuk Roosevelt.

"RaCe?" Tanya Louis berpikir, Hailee melirik bayangan Shawn di belakang sana yang sibuk bermain ponsel dari kaca spion penumpang. "Rachel and Celeste" Hailee tersenyum masam.

"Oh,That Bitch" Bukan rahasia umum lagi kalau Louis sama seperti Hailee. Membenci Rachel dan Celeste dua gadis  yang terlalu murahan dan selalu pamer, terutama kebencian Louis memuncak saat Rachel Tanpa permisi mencium nya saat Pesta Halloween kemarin.

"Yes,Shawn apa pendapatmu?"

"Shawn kan terkenal ngak pernah punya pendapat Brillian terutama tentang  gadis-gadis. satu pendapat Brillian dirinya tentang gadis gadis adalah 'Big Boob good in the Bed'," kata Louis penuh rasa sayang sambil mengangkat tas kulit bergaya Messenger dan menyampirkan nya di Bahu. Hailee tertawa miris mendengarnya.

Shawn terkenal dalam aspek lain, pikir Hailee. QUARTERBACK Di Tim Football, Forward Di Tim Basket, Raja Pesta Dansa Homecoming. Tulang rahangnya yang seolah terpahat. Bagaimana dia bisa membuatmu menitikan air mata ketika menyanyikan 'If I could Fly'

"Shut up!!" Shawn membuka suara nya kesal. Saat dirinya sedang tenang-tenang nya diam kedua Setan di depan nya itu masih saja tak bosan untuk menggoda nya.

Saat bot kulit setinggi mata kaki Louis menginjak tumpukan salju abu-abu yang di tinggalkan mesin pengeruk salju tadi, Minivan merah dengan bemper penyok yang tak asing lagi berhenti di sebelah mobil Louis. Hailee melambaikan sarung tangan merah mudanya ke arah Eleanor, memakai sarung tangan hitam tanpa jemari, yang menggenggam setir. "Hai,Girl!" Seru Hailee saat Eleanor turun dari minivan. Cewek itu memakai topi rajutan buatan sendiri, bagian penutup telinganya menggantung-gantung di sebelah telinganya.

"Kau tak keluar?" Shawn hanya membalas dengan melambaikan tangannya ke atas,Louis melempar kunci mobil nya ke tubuh kekar Shawn. "Kau kunci mobil nya"

dan menutup pintu mobil lalu melenggang.

Louis mencoba berjalan lebih pelan supaya dia melewati mobil Rachel dan Celeste tepat saat cewek itu keluar, tapi ternyata RaCe keduanya sedang sibuk menambahkan segala macam polesan make-up yang Louis sendiri tak tahu apa namanya ke muka mereka yang sudah penuh dan tebal seperti badut oleh riasan mereka sendiri. Membuat Louis sendiri bergidik ngeri melihatnya.

Jadi Louis terpaksa lewat begitu saja bersama Hailee. Angin dingin berhembus di udara.

"Kau kelihatan nggak biasa pagi ini," kata Louis pada Eleanor, melirik ke belakang tepat ketika mendengar Secara bersamaan Shawn dan Duo Bitches Di Mobil sebelah menutup pintu---walau Shawn lebih terlihat Membanting pintu mobil dengan Keras-. Penempatan waktu yang sangat pas.

Eleanor mengerjapkan mata dengan mengantuk dan mengangkat ransel kanvasnya yang berwarna hijau lusuh, yang nyaris seluruh nya di tutupi plester dan berbagai gambar tinta, ke atas bahu. Meskipun kelihatan lelah, ia masih punya waktu memoleskan eye shadow pink terang dan eyeliner tebal warna biru tua. "Aku terlambat bangun gara-gara mengerjakan Lukisan untuk pekan raya minggu depan sampai larut." Eleanor adalah anggota perkumpulan anak-anak Seni lukis yang beranggotakan sedikit tapi antusias, dan ia sukarela membuat lukisan di atas kertas kanvas untuk perayaan pekan multikultural setiap Minggu nya. Lukisan yang di buat nya berdasarkan tema Negara pada hari itu dan kebanyakan lukisan nya menggambarkan Suasana kehidupan negara tersebut yang di cat dengan warna indah yang sangat menawan, bahkan Louis yang sebenarnya tak tertarik Dengan Seni bisa betah berdiam berjam-jam memerhatikan lukisan karya Eleanor Sylvester.

"Menurut kalian,ini soal apa?" Suara Shawn yang dalam bertanya dari belakang. Dalam jaket tim olah raga sekolah, kelihatanya ia bukan orang yang mau bicara dengan anak-anak Cheerio, tapi Tahun ini Shawn banyak berubah. Dulu Shawn mengira dirinya tahu apa yang ingin ia lakukan dalam hidup---Berusaha Keras mendapatkan beasiswa olah raga ke universitas terkenal, main Football sampai lututnya tidak kuat lagi, lalu mendapatkan pekerjaan yang mungkin membosankan tapi menghasilkan uang banyak. Bukan rencana luar biasa, Shawn tahu itu, tapi ia tak bisa memikirkan masa depan yang lebih menarik. Pokoknya, Shawn tahu ia ingin pergi dari Seattle dan membangun masa depan di kota lain bersama 'She'.

Tapi pengalaman bersama klub Cheerio membuatnya terkejud dan memberinya pilihan lain. Shawn sama sekali tidak menyangka bakal bergabung dengan kelompok ini---awalnya ia berpikir, sama seperti kebanyakan orang, klub Cheerio hanya sekumpulan orang culun dan tidak keren---tapi ternyata akhirnya ia malah suka dan jatuh cinta dengan Klub ini. Ketika Cheerio menang' di tingkat wilayah, rasanya jantungnya nyaris meledak. Ia teringat kembali pada kejadian musim semi lalu, saat ia mencetak Home run sempurna pada pertandingan final tingkat Divisi melawan Kleyton high. Itu benar-benar peristiwa cemerlang dalam karier olahraganya. Tetapi ketika para juri menyerahkan piala emas raksasa pada Klub Cheerio Roosevelt high ternyata terasa lebih menyenangkan daripada home run.

"Shawn,aku rasa kepala mu habis terbentur oleh Sesuatu atau apa? Kau lupa saat di mobil aku dan Hailee membicarakan hal yang sama dan kini? Kau bertanya lagi hal yang sama, are you try to fucking kidding me??" Louis melirik sepupunya itu sinis, wajah tampan sepupunya terlihat cemas namun masih memberikan wajah datarnya. Meskipun sekarang dingin,Shawn type Atlet berdarah hangat yang mungkin ngak punya sarung tangan,apalagi syal. Louis sebagai sepupu menganggumi hal itu.

"Apa pedulimu?" Shawn membalas dengan suara datar nya, Louis menghembuskan nafasnya sudah biasa dirinya berhadapan dengan sepupu yang sama-sama bertukar nama belakang yang sama itu. Keras kepala dan memiliki Ego yang Tinggi, itu sifat yang melekat kuat dengan seseorang bernama Shawn Emanuel Fletcher Dan Dari sifat Buruk nya itu hingga membuat dirinya kehilangan sesosok gadis yang mencintai nya dengan setulus hati, namun kini? Hilang lenyap.

"Hi,girls kalian menunggu kami bukan?" Hailee dan Louis oh,tidak bahkan semua anak Cheerio Yang Ada Di sini---kecuali Shawn---memberikan tatapan jijik dan sinis mereka kepada Rachel dan Celeste.

"Nope!" Balas Hailee sinis dan penuh penekanan dan mengikuti anak Cheerio lain Yang segera buru-buru menaiki tangga menuju pintu masuk utama sekolah yang baru di taburi garam. Pipinya memerah karena kedinginan dan rambutnya yang baru keramas nyaris membeku jadi rambut es.

"Tadinya aku takut dia memutuskan jadi akuntan lagi." Kata Eleanor, musim gugur lalu, ada satu masa singkat ketika Mr. Payne mempertimbangkan untuk meninggalkan Roosevelt dan berkerja di firma akuntan supaya bisa memberikan kehidupan yang lebih baik untuk sang istri yang ketika itu hamil. Akhirnya Mr. Payne memutuskan sebaliknya, untunglah bagi klub Cheerio Yang betul-betul butuh Mr. Payne. Lagi pula, ternyata istrinya cuma pura-pura hamil.

Pintu kayu berjendela buram kotak di atas nya berusaha di buka oleh Louis, namun nihil hasil nya gagal.

"Ada apa?" Louis menggeram berusaha sekali lagi membuka pintu coklat tua itu mengabaikan pertanyaan sepupu nya itu.

  "Coba kau buka pintu sebelah sana sepertinya itu tak terkunci!" Perintah Rachel. Dan untuk pertama kalinya after such along time,Louis menuruti perintah Rachel Miller.

Namun sebelum Louis mencoba membuka pintu lain,sebuah kunci berwarna silver mengantung di depan nya bersamaan dengan lengan kekar pria berbungkus jaket olah raga yang sudah tahu pasti siapa pemilik nya.

"Mau kau dobrak semacam apapun dengan tubuh mungil itu,hanya akan sia-sia lagipula pintu nya terkunci" Louis hanya menatap datar mengambil kunci tersebut dan membuka pintu coklat sekolah nya itu.

"Bagaimana kau memilikinya?" Tanya Eleanor selidik, Shawn tersenyum berjalan masuk ke dalam bangunan sekolahnya yang di dominasi warna Coklat Cream. "Kau lupa Janitor Bob memiliknya bukan?dan tadi Janitor bob Ada Di depan sedang membersihkan Salju" Eleanor menganguk Dan untuk pertama kali nya di hari Ini Shawn memberikan senyum hangatnya kepada gadis yang selalu dimintai bantuan untuk mengerjakan tugas lukisan di kelas seni yang di ambilnya secara terpaksa.

"Itu Camilla" Eleanor bersorak dari belakang menunjuk ke arah Camilla, yang berjalan pelan bersama Kurt dari arah Caffetaria. Dan dalam persekian detik nya rasanya tubuh Shawn mendadak kaku tak dapat bergerak sedikitpun walau Gedung sekolah Roosevelt sudah hangat dari Pemanas yang di nyalakan, dan rasanya ribuan Benang jahit yang dulu menjahit hatinya itu kini mulai kembali terbuka lebar. Shawn dapat merasakan aura panas dari hati serta matanya, I'll be Needing Stitches.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status