"Aku mohon, penuhi janjimu, Sebastian!"
Sebastian menarik rambutnya kasar, ia berjalan mondar mandir di depan seorang laki-laki yang sedang kesulitan mengatur nafasnya,"Kamu gila, Garvin! Bagaimana mungkin aku menikahi kekasihmu? Apalagi kamu adalah adik sepupuku!"
Garvin memejamkan matanya, berusaha mengatasi rasa sakit yang teramat sangat di dadanya. Namun ketika mengingat nama Angela, ia membuka matanya lalu berkata pelan, "Bukankah kamu sudah berjanji padaku akan menjaga Angela setelah aku pergi?"
"Ya! Tapi maksudku bukan untuk menikahinya, Garvin!" Tanpa sadar Sebastian mengeraskan suaranya, membuat ia dengan cepat menyesali kesalahannya lalu mendekati Garvin, "I'm so sorry, Garvin. Tapi kamu tahu, Angela sangat membenciku. Dia tidak mungkin mau menikah denganku."
Garvin tersenyum, "Bukankah hubungan kalian mulai membaik akhir-akhir ini? Angela bahkan sudah beberapa kali menegurmu terlebih dahulu."
"Kamu benar, tapi... dia tetap tidak menyukai aku."
Perasaan takut dan sakit ternyata mampu mengumpulkan keberanian untuk memutuskan sesuatu. Garvin menatap mata Sebastian lalu menggenggam tangannya, "Di sisa menit-menit terakhir, bagaimana bisa kamu menolak permintaanku, Sebastian?"
"Ya Tuhan, Garvin... aku..." Sebastian kehilangan kata-kata. Ia menggelengkan kepalanya lemah, berharap menemukan solusi dibalik gelapnya pandangan saat matanya terpejam.
"Panggil Angela dan keluarga yang lain masuk."
"Apa?!" manik mata Sebastian membulat, seketika wajahnya memelas, "No, Garvin. Please... kamu hanya akan menyakiti Angela."
"Kamu mau aku melepas seluruh alat-alat sialan yang menempel di tubuhku ini lalu memanggil mereka sendiri?!" suara Garvin yang tegas membuat Sebastian tidak berkutik.
Tidak ada pilihan lain baginya. Garvin sudah dianggap bagaikan adik kandung baginya. Tubuh Garvin yang memang lemah sejak kecil selalu membuat Sebastian khawatir. Itulah yang membuatnya selalu pasang badan atas apapun yang menimpa adiknya.Dengan langkah gontai Sebastian menyeret kakinya keluar kamar VIP di Rumah Sakit Quebeu. Saat melihat Angela yang memakai gaun pengantin berwarna putih di depan kamar, lidahnya mendadak kelu.
"Bagaimana Garvin? Apakah dia sudah mengizinkan kami masuk sekarang?"
Sebastian hendak membuka mulutnya namun tertahan kembali saat Angela mengatakan, "Kamu tahu, aku akhirnya berhasil membawa pendeta kesini. Can you imagine that Garvin and I will be marry? Oh my God..! This is the most amazing moment that ever happened in my whole life!"
Melihat Sebastian hanya terdiam, senyum lebar di bibir Angela memudar, ia mengerutkan kening, "Sebastian, is everything okay?"
TOK!TOK!
Suara apa itu?
"Bangun, Sebastian."
Sebastian menoleh ke arah sumber suara. Pupil matanya melebar saat melihat Garvin berdiri di depan pintu. Ia segera berlari ingin memeluk Garvin tapi mengapa kakinya terasa menyatu dengan lantai?
TOK!TOK!TOK!
"Tuan Sebastian, Nyonya Angela menunggu anda di lantai bawah."
Seketika Sebastian terbangun. Nafasnya naik turun tidak beraturan. Keringat membasahi pelipisnya. Ia mengusap wajahnya lalu mengumpat pelan.
Sial, ia bermimpi peristiwa itu lagi. Peristiwa yang kalau bisa ia ulangi, lebih baik ia pergi daripada harus membuat Angela menangis setiap hari."Tuan..."
"Ya! I hear you!! Stop knocking on my door and tell her to wait for me!"
----------------------------------------
Ruang makan mewah dengan dihiasi kursi kulit berwarna hitam dan meja makan dengan atasan marmer yang mengkilap dipadukan dengan kayu, nampak kontras dengan sepasang pengantin baru yang menyebarkan aura dingin yang mencekam.
Sudah hampir sepuluh menit mereka duduk di sana dan tidak ada satupun dari mereka yang membuka obrolan. Sebastian yang sibuk membaca koran pagi dan Angela yang sibuk dengan handphonenya. Selalu seperti ini selama tujuh hari terakhir. Mereka selalu makan bersama namun tanpa suara.
Yang membuat Sebastian heran adalah Angela selalu menunggunya untuk makan pagi bersama. Ia tidak menyantap makanannya jika Sebastian belum duduk di depannya.
Buat apa menunggu jika ia selalu terdiam setiap kali aku membuka obrolan?Selagi Sebastian merutuki istrinya, tiba-tiba ia terkejut saat mendengar suara Angela yang berteriak."Oh my God! Aku lupa ada janji live hari ini!"
Sebastian menyeringai sinis,
Finally, dia membuka mulutnya bukan hanya untuk memasukkan makanan saja!"Hey, kamu siap?"
Dan sekarang dia berkata pada siapa? Followersnya?
"Sebastian! I talk to you!"
Sebastian mengangkat wajahnya, melihat bibir merah Angela yang mengerucut. Membuat wajah kecilnya semakin terlihat menggemaskan.
Ah, sial!"Hey!"
"Apa kosakata yang kamu bisa hanya berupa kalimat teriakan saja, Angela?" Sebastian menatap jengkel ke arah Angela.
"Kamu tidak merespon kalimatku," jawab Angela seolah ia tidak melakukan kesalahan apapun.
Ingin rasanya Sebastian berjalan mendekati Angela di seberang meja dan menariknya ke dalam pelukannya, kemarahan kecil Angela yang sudah sering dilihatnya kini malah terlihat menggemaskan di matanya."So, can you help me?"
"What?"
Angela menatap Sebastian kesal, "Aku yang harus kesana atau kamu yang kesini?"
"Menurutmu siapa yang membutuhkan bantuanku?"
Terdengar Angela mengumpat pelan. Dengan kesal ia menarik kursinya mendekati Sebastian. Membuat aroma parfum bunga lily menyapa indra penciuman Sebastian.
Tenang, Sebastian! Tenang.Detak jantungnya yang selalu memburu saat Angela mendekatinya membuat Sebatian mengumpat beberapa kali di dalam hati. Ia tidak tahan dengan hormon testosteron yang selalu melonjak setiap kali Angela berada di dekatnya.Angela sibuk mengatur media sosialnya, memilih filter yang akan dipakai untuk memulai siaran langsung. Membuat Sebastian lagi-lagi memaki dalam hati,
Kenapa dia harus mempersulit hidupnya sendiri? Ia sudah sangat cantik bahkan tanpa bantuan filter apapun!"Hai, guys! It's me Angela and my husband...." Angela menoleh ke arah Sebastian, memberi kode agar Sebastian meneruskan kalimatnya.
"Sebastian," sahutnya cepat sambil tersenyum."Aku minta maaf kalau aku menyapa kalian lebih lambat dari jadwal yang aku janjikan sebelumnya. You know, marriage life..."Angela tertawa sambil menepuk lengan suaminya. Sudut matanya menatap Sebastian agar bekerja sama dengan baik.
"Yea... Angela sibuk memasak beberapa hidangan untukku. Dan jika kalian mencicipi masakannya, kalian akan terkejut bahwa wanita sempurna itu benar ada.""Oh my God, Hunny..." Angela tertawa manja. Ia mendekatkan bibirnya ke arah telinga Sebastian, lalu berbisik pelan, "Jangan berlebihan."
"Kamu ingin aku diam?" balas Sebastian.
Angela segera mengalihkan tatapannya ke arah layar handphone, membaca salah satu komentar, "Bagaimana bisa kamu begitu beruntung mendapatkan suami sempurna?"
Selagi Angela sibuk membaca komentar dan bercerita banyak hal, dunia Sebastian seperti melambat. Ia bisa melihat senyuman manis Angela dengan jelas, merasakan sentuhan tangannya pada lengan dan pundaknya, merasakan manisnya aroma rambut Angela.
Namun saat ia mengalihkan sedikit pandangannya dan membaca salah satu komentar, "Bagaimana bisa anda begitu bahagia sedangkan calon suami anda baru saja meninggal?", emosinya langsung memuncak.Komentar ini lagi!
Angela yang terlihat terkejut membaca komentar tersebut tidak bisa menyembunyikan ekspresi sedihnya.
Sial, padahal sudah kuminta orangku menghentikan segala pemberitaan tentang Angela.
Dengan segera Sebastian menghandle situasi. Ia seolah tidak terpengaruh sedikitpun dengan komentar tersebut. Walau beberapa orang membela Angela, tapi tetap saja suasana hati Angela terlanjur memburuk bahkan hingga akhirnya ia mengakhiri siaran live dengan canggung.
Setelah siaran langsung berakhir, Sebastian menatap Angela kesal, "Buat apa siaran langsung jika hanya membuat suasana hatimu semakin memburuk?" Sebastian hanya tidak mengerti mengapa Angela mempersulit hidupnya sendiri?
"Jangan ikut campur urusanku. Urus saja urusanmu sendiri!"
Sebastian mengepalkan genggaman tangannya, sudut matanya memicing tajam, "Lihat, betapa tidak tahu malunya dirimu."
"Apa maksudmu??" Angela yang sudah berjalan meninggalkan Sebastian menghentikan langkahnya, ia membalikkan badannya, "Sudah tujuh hari aku tidak membuka handphone. Kontrak dengan beberapa orang harus kulakukan karena aku sudah menerima uang mereka..."
"Kembalikan uang mereka! Apa susahnya?!" Sebastian memotong kalimat Angela cepat.
"Ka-kamu...!” kalimat yang sudah di ujung bibir urung keluar. Angela tersenyum sinis, "Andai Garvin disini, ia tidak akan mengatakan kalimat seperti itu padaku."
Setelah mengatakan kalimat tersebut, Angela pergi kembali ke kamarnya. Selang sepuluh menit, ia sudah berganti pakaian dan berjalan menuju basement.
"Hey, mau kemana kamu?" tanya Sebastian kesal.
"Apa urusanmu? Jangan bertingkah menyebalkan dengan berperan seolah menjadi suami yang baik untukku!! Ingat, pernikahan kita hanya untuk tiga bulan!!”
Angela menepikan mobil sedan Lexus GS F miliknya di pinggir kawasan Chinatown. Letaknya berada di pusat Pender Street, dikelilingi oleh Gaston dan Kawasan pusat bisnis dan keuangan. Dengan sangat hati-hati Angela menutup pintu mobil. Sebenarnya mobil ini bukan miliknya, namun Sebastian bersikeras agar ia memakai mobil pemberiannya ini kemanapun ia pergi. Angela tidak punya pilihan, mobil yang ia beli dengan jerih payahnya harus ia relakan sesaat setelah ia resmi menikah dengan Sebastian. Ia yang tidak mempunyai celah untuk membela diri, dengan bodohnya harus merelakan uang hasil jerih payahnya membeli mobil sedan BMW i8 coupe hybrid jatuh begitu saja ke tangan adiknya Lavenska. Bukan hanya mobil, tapi rumah, beauty studio dan juga butik kecil miliknya. Semua yang ia punya. Angela menggelengkan kepalanya kuat, Tidak... Lavenska bukan adiknya. Ia tidak mempunyai hubungan darah sedikitpun dengan wanita itu. Kehadiran Lavenska dan Ibunya membuat hari di dalam hidupnya mendadak gelap, ta
Sebastian segera menyambar kunci mobilnya. Ia merutuki dirinya yang telah membiarkan Angela pergi keluar sendirian sedangkan ia tahu, kondisi psikis Angela sedang tidak baik-baik saja. "Tuan, Zoe baru saja mengirimkan lokasi hotel." Edward, orang kepercayaan Sebastian berjalan mensejajari langkah Tuannya. "Bawa mobilnya kedepan!" Edward mengangguk cepat. Ia segera mengambil kunci mobil yang diserahkan tuannya dan segera berlari ke arah basement. Jari kokoh Sebastian menekan handsfree di telinganya, "Hey, jangan lakukan pergerakan apapun! Tunggu aba-aba dariku! Kau dengar?!" Laki-laki di seberang sana tidak melepaskan tatapannya dari kamar nomor 708, ia berbisik pelan menahan rasa takut pada Tuannya, "T-tapi Tuan... mereka sudah lima menit yang lalu di dalam. Apa Nona Angela baik-baik saja?" "Ah, sial!!" Teriak Sebastian kesal. Ia terdiam sesaat, "Panggil dua orang lain. Tunggu aku di depan kamar!" Mobil Land Cruiser VX-R berhenti tepat di depan teras rumah mewah Sebastian. Seten
Sebastian membanting tubuhnya ke atas tempat tidur berukuran Queen Size. Ia baru bisa bernafas lega setelah memastikan karyawan wanita itu telah memakaikan kembali pakaian Angela dan membawanya ke tempat tidur dirumahnya.Ia juga sudah memerintahkan pelayan wanita untuk memakaikan Angela piyama dan membersihkan wajahnya dari sisa makeup yang masih menempel di wajahnya. Sebastian sangat mengerti, wajah Angela adalah hal yang paling penting baginya.Kejadian tadi sampai saat ini membuat detak jantungnya masih tidak beraturan. Saat pandangan matanya bertindak bodoh dengan tidak mengalihkan pandangan sedikitpun dari sesuatu yang tidak seharusnya ia lihat.Lihat akibat dari perbuatanmu, Angela!Ya, berkat mata kurang ajar ini, sampai sekarang sesuatu dibawah sana masih mengejeknya dengan tetap tegak berdiri, tidak turun walau sedikitpun. Mengejek ketidakmampuannya mengendalikan istrinya sendiri.Mengingat kejadian tadi membuat emosinya naik kembali. Kemarahan sekaligus hasrat yang menging
Angela mengerjapkan matanya perlahan, mencoba beradaptasi dengan ruangan berlampu tidur temaram. Setelah matanya mulai terbiasa, ia bangkit dari posisi tidurnya dan duduk termenung, memandangi sekitar dengan bingung.Mengapa aku ada disini?Seingatnya, dia sedang berada di klub, seseorang mengajaknya berbicara tapi ia tidak ingat siapa. Lalu bagaimana bisa ia tiba-tiba berada di kamarnya seperti ini?Tok! Tok!"Nona, anda ditunggu Tuan di ruang makan."Ah, aktivitas menjengkelkan ini lagi.Angela menyahut memberitahukan bahwa sebentar lagi ia akan turun.Saat ia bangkit berdiri, tubuhnya terhuyung. Kepalanya terasa sangat pusing, dunia terasa berputar saat kakinya berdiri menginjak lantai.Sial! Ada apa denganku?Ia memaksa bangkit kembali namun selanjutnya ia menyerah. Ia tahu, tubuhnya tidak mampu melayani keinginannya untuk dapat tegak berdiri.Saat baru saja memutuskan untuk kembali tidur, suara perutnya terdengar jelas. Sudut matanya melirik jam dinding dan menyadari ini sudah pu
"Apa?! Dia belum juga keluar dari kamar?!"Dua pelayan wanita itu menunduk ketakutan, mereka hanya takut jika tuannya salah mengira bahwa mereka sengaja membiarkan Angela tertidur hingga malam hari, padahal sudah tidak terhitung berapa kali mereka mengetuk pintu kamar Angela dan tidak ada sahutan darinya.Sebastian menarik dasinya, meregangkan lehernya yang tiba-tiba terasa tercekik. Niat untuk berendam air hangat sambil menikmati segelas wine seketika buyar. Tanpa mengganti bajunya, ia segera naik ke lantai tiga, tempat di mana kamarnya dan Angela berada.Tok! Tok!"Angela??"Tidak ada sahutan dari dalam."Hey, buat apa meminta pelayan mengantarkan makanan jika sama sekali tidak kamu sentuh? Merepotkan orang saja!"Ia sengaja memancing emosi Angela, berharap wanita itu menjawab ucapannya dengan kemarahan seperti biasa. Namun hingga beberapa detik berlalu, Angela tidak mengatakan apapun.Perasaan khawatir menyelimuti hati Sebastian. Ia segera merogoh kunci kamar Angela yang selalu dib
Sialan! Perempuan sialaaann!!Dorongan yang menggebu-gebu seketika menghilang. Menyisakan rasa sakit yang menyesakkan dada."Kenapa, Sayang?" tanya Angela dengan wajah polosnya. Ia tidak mengerti mengapa pria itu tiba-tiba marah.Dengan hati-hati Sebastian mengangkat tubuh Angela lalu kembali membaringkannya ke atas tempat tidur."Mungkin aku sudah gila. Bisa-bisanya aku berharap lebih."Saat melihat pria itu membalikkan badan hendak pergi, Angela panik. Dengan cepat tangannya menyambar lengan Sebastian, mencegahnya pergi.Terdengar helaan nafas berat dari Sebastian, ia menoleh ke arah tangannya yang dipegang erat oleh Angela, "Sebaiknya kamu istirahat, Angela.""Temani aku, Garvin. Please..."Emosi Sebastian kian memuncak. Ia sangat muak mendengar nama Garvin. Dengan emosi yang meluap, ia membalikkan badannya, hendak memaki wanita yang ada di depannya. Namun saat matanya menatap manik mata berwarna coklat milik Angela, kemarahannya lenyap. Bagaimana mungkin ia tega memarahi wanita me
Emosi yang memuncak membuat kepala Sebastian sakit. Dengan penuh kemarahan ia membawa langkah kakinya ke lantai lima, tempat dimana tempat gym pribadinya berada.Ia perlu menyalurkan amarah ini sebelum membuat orang lain terluka.Saat lift membawanya sampai di lantai lima, ia langsung memilih untuk menyalurkan emosinya pada samsak tinju.BUG!!Jemari kokoh Sebastian meninju dengan kekuatan penuh samsak yang tergantung di depannya.Berani-beraninya ia membentakku berulang kali!!BUG!!Dia pikir aku mau memasuki kamarnya secara sukarela jika tidak karena aku khawatir padanya?!BUG!!Sialaaann!! Andai aku bisa membuang perasaan cinta sialan ini!!BUG!!WANITA SIALAN!! Jika ia begitu membenciku, mengapa ia masih tinggal di rumahku?!!BRAAKK!!Samsak tinju pecah berantakan. Mengeluarkan isinya yang berhamburan mengenai lantai sekaligus sepatu sneakers Sebastian. Membuat mulutnya berkali-kali mengumpat penuh kemarahan."AAARGHHH!!!"Dering handphone membuat kekesalan Sebastian memuncak. Ia
Angela menutup pintu kamarnya dengan kasar. Deru nafas yang memburu membuat tangannya tanpa sadar memegang wajahnya yang memanas.Ada apa ini? Ada apa denganku?Semua sel di dalam otaknya bekerja keras memahami situasi apa yang sedang terjadi. Saat ia sampai pada satu kesimpulan, hatinya berteriak keras menolak kenyataan."Tidak mungkin! Tidak mungkin aku mulai menyukai laki-laki brengsek seperti dia! Otakku memang sering bermasalah akhir-akhir ini."Ingatannya beralih pada kejadian malam itu, tiga tahun lalu. Saat Ayahnya memerintahkan Angela untuk pulang bersama dengan Sebastian setelah mereka menghadiri acara ulang tahun BCB Royal Bank yang ke 155 tahun.Ayahnya yang selalu saja mendekatkan ia dengan Sebastian. Bahkan sebelum pergi ke pesta, ia harus menahan rasa tidak nyaman memakai gaun pemberian ayahnya yang terlalu terbuka. Walau bagaimanapun, ia tidak begitu suka memakai gaun yang terlalu terbuka.Angela tidak mempunyai pilihan lain. Ia sangat menyayangi ayahnya dan berjanji p