Share

Chapter 10: Terlukiskan

Setelah beberapa hari dia mengurung diri di dalam studionya. Beberapa lukisan sudah selesai di lahirkan. Persalinan antara harapan dan takdir yang belum merestuinya untuk bertemu dengan seorang gadis yang sangat dia harapkan untuk bertemu. Lukisan-lukisan itu semuanya berwajah sama dengan bermacam-macam tokoh, seperti gadis tersebut ingin hadir disetiap peristiwa. Wajah tersebut sangat haru, bisa juga sangat indah, bisa juga sangat menyedihkan. Gambaran negeri tersebut terwakilkan oleh seorang gadis yang mampu menyilap mata. 

Cahaya masuk tanpa permisi, menyilaukan mata pria yang sedari tadi tertidur diantara lukisan-lukisan, kuas yang bergeletakan dan bercak-bercak cat yang jatuh ke lantai. Sinar matahari seakan mengelus pipinya dan mencoba membangunkan pria tersebut.

Pria tersebut terbangun. Melakukan hal-hal yang menjadi rutinitas masyarakat pada umumnya. Menggosok gigi, lalu pergi untuk mandi. 

Pria itu pergi untuk sekedar mampir meminum kopi. Hari itu, panas tidak terlalu membuat macet jalan raya kota. Pergi ke kedai kopi kemarin menjadi pilihannya, Daun-daun yang hijau, dan pohon yang rindang menjadi alasan utama mengapa para karyawan atau pekerja kantoran datang ke tempat itu.

"Cring" suara bel depan pintu kedai berbunyi.

Pria tersebut masuk dan langsung melemparkan pandangannya ke pojok meja arah selatan, tepat di samping jendela besar yang mengambang. 

Lalu melangkahkan kakinya kembali untuk menghadapkan wajahnya di depan pramusaji.

"Selamat pagi, ingin pesan apa kak?" tanya seorang wanita dengan apron coklat ala barista.

"Saya pesan V60 gayo, bisa menggunakan gula aren?" jawab pria tersebut.

Pria itu memilih kursi yang bisa memandang langsung kearah sebrang meja yang tadi dia lihat. Berharap bahwa nanti akan bertemu dengan gadis yang kemarin mampu membuatnya terpesona, bahkan terngiang-ngiang hingga hari ini.

"Permisi kak, ini pesanannya (seraya menaruh secangkir kopi dengan filter v60 diatasnya), apa ada pesanan lainnya kak?" tanya pramusaji.

"Sepertinya belum dulu, terima kasih, nanti kalau ada saya akan langsung ke sana (menunjuk arah kasir kedai)" jawab pria tersebut.

Kedai tersebut terlihat ramai, tapi sepi bagi pria tersebut karena dia masih berharap semisal nanti gadis tersebut datang kembali.

Sambil membuat sketsa dan beberapa tulisan tentang karya-karyanya. Suara pintu kali ini tidak dia hiraukan. Semenjak duduk tadi dia selalu memperhatikan orang-orang yang memasuki pintu tersebut dengan harapan gadis itu datang.

"Rudra!" Suara dari seorang gadis yang perlahan-lahan berjalan menuju mejanya. Suara tersebut sempat mengalihkan pandangan semua orang. karena terdengar sangat nyaring.

Gadis itu terlihat sedikit malu. Lalu menundukan kepalanya untuk tetap melanjutkan langkahnya ke arah seorang pria yang sedang duduk sendiri dan sibuk dengan laptopnya.

"Rudra, hei.. Ngapain kamu disini? sendiri aja?"  tanya seorang gadis yang tadi sempat mencuri perhatian para pengunjung.

"Loh kamu, kamu sedang apa disini?" tanya pria tersebut sambil menyingkirkan laptopnya.

"Sini duduk saja disini, aku sendirian kok ..." Belum selsai dia berkata gadis tersebut langsung membalasanya.

"Beneran? apa tidak mengganggumu? kamu terlihat tampak sibuk" balas gadis itu.

"Sungguh tidak, santai saja. Kamu dari mana? sengaja kemari atau baru saja berkunjung ke kedai ini?" tanya pria itu seraya mengambil gelas kopi dan meminumnya.

"Tentu saja sengaja dong, karena tempat ini cukup menarik dan sangat asri sehingga otakku yang panas ini bisa langsung di teduhkan dengan seduhan kopi yang menurutku paling pas dari rasa dan aromanya, Haha" Balas gadis itu sambil melirik kearah pramusaji, tampaknya gadis tersebut sudah tidak sabar menunggu pesanannya datang.

"Permisi kak, pesanan atas nama Lintang (sambil menaruh kopi dan beberapa kudapan) ada yang bisa saya bantu lagi kak?" tanya pramusaji tersebut.

"Oh, terima kasih. Sudah cukup" balas gadis itu.

"Baik kak, silahkan menikmati hidangan kami" jawab pramusaji tersebut yang tak lupa memberi senyum lalu berbalik menuju meja kasir.

"Sedang sibuk apa kamu? beberapa hari ku kirim pesan kamu tidak membaca atau membalasnya, sesibuk itu kah sang seniman muda harapan bangsa?" kata gadis itu dengan sedikit meledek pria di depannya.

"Ah, maaf aku sedikit malas membuka gawaiku karena ketika melukis pasti kucurahkan perhatianku pada lukisan-lukisanku" jawabnya.

"Sekarang ada niatan untuk membalas pesanku?" jawab gadis tersebut dengan memajukan badannya dan tersenyum lebih lebar lagi.

"Apakah aku harus membalasnya saat orang tersebut ada di depan mataku?" balas pria tersebut dengan meninggikan kepalanya lagi.

"Harus dong, soalnya yang memberimu pesan adalah aku, seorang wanita yang paling manis diantara gula-gula, haha" jawabnya dengan merubah posisi tangannya menjadi menopang dagu tersebut.

Senyum yang terpancar di gadis itu membuat pria tersebut tertawa, mungkin dalam beberapa bulan pria tersebut belum pernah tertawa selepas ini.

Obrolan akrab mereka kembali lagi, namun dengan situasi hari ini yang sangat syahdu lagi. 

Senja mulai permai di pelupuk awan. Suasana tropical ocean, seperti di hawai atau kuta bali. Sesekali mereka berdua dalam kebisuan tatkala dua pasang mata bertemu tanpa sengaja membuat kuadanya saling tersipu. 

"Jadi kapan aku bisa kamu lukis Rud?" kata gadis itu.

"Sangat terburu-buru? atau bagaimana?" jawab pria tersebut sambil menyandarkan badannya.

"Iya, sangat mendesak dan terburu-buru sekali. haha" balas gadis tersebut dengan membuka matanya lebih lebar lagi.

"Aduh aku sibuk sekali nih, bagaimana dong, haha" jawab pria tersebut meledek.

"Kalau tuan putri meminta segera ya kamu sebagai pelukis istana harus segera menututinya dong" gadis itu membalas.

"Brag!" suara meja dipukul.

Pria itu terkaget, dan sekali lagi para pengunjung kedai tersebut teralihkan lagi perhatiannya. 

"Ups! maaf, aduh aku membuat malu saja. Malam ini kamu sibuk? temani aku ya? tolong" kata gadis itu mencoba mencari alasan untuk tidak malu kembali.

"Tidak ada sepertinya" jawab pria itu.

"Sepedamu bisa dilipatkan?" tanya gadis tersebut.

"Bisa, memang ada ap.. ", tanya pria itu sedikit bingung.

Belum selesai menjawab gadis itu lalu memberkata,

"Baiklah, ayo segera kita pergi dari sini ...", kata gadis yang langsung menarik tangan pria tersebut, membawanya keluar dari kedai dan langsung bertanya dimana letak sepedanya berada. Tanpa pikir panjang sepeda tersebut lalu dilipat dan dimasukan kedalam bagasi belakang mobil.

Mereka berdua lalu pergi meninggalkan kedai tersebut. Pria itu masih kebingungan dan sesekali menatap gadis yang sedang mengendarai mobil tersebut. Malam itu memcahkan keramaian jalan koota dengan sesuatu hal yang sangat tidak biasanya. Mereka berdua menahan kata-kata yang menggumpal di pelupuk lidah mereka masing-masing. 

Mereka saling tatap. Lalu, gadis itu membuka jendela mobilnya. 

"AAAAAAA!", gadis itu berteriak seperti seorang singa yang dilepas ke hutan dari kebun binatang. Ada sesuatu yang membuat pria tersebut tersenyum. Entah cinta, entah rindu dengan sesosok teman, entah. Mereka tanpa sengaja membuat kaget pengendara sepeda motor yang melintas berlawanan.

Mereka terdiam.

Mereka saling tatap kembali.

Mereka tertawa bersamaan.

"Sesuatu hal yang datang tanpa rencana adalah rencana tuhan yang paling matang"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status