"Kamu lanjutin makan, biar aku yang keluar," sahut Rudi. Lelaki itu berusaha mati-matian agar terlihat biasa saja. Sementara Ambar memilih tak acuh. Jika benar firasatnya, dia tak menjamin bisa mengontrol emosinya pada perempuan jalang tersebut.
Sikap dingin Ambar membuat Rahayu yakin, jika ada yang tak beres dengan hubungan mereka. Namun, wanita paruh baya itu memilih bungkam, menunggu sampai salah satu dari mereka membuka pembicaraan.
"Bunda, aku sudah selesai. Temani aku yuk," pinta Alif diluar kebiasaannya. Ambar menatap buah hatinya itu dengan tatapan sendu.
"Ok, Mbak Fitri. Tolong nanti dibereskan ya. Yuk, salim sama Nenek dulu," sahut Ambar sambil tersenyum, sementara tangannya mengelus rambut putranya.
Bocah itu menurut, dia meraih tangan keriput sang nenek, lalu menciumnya dengan takzim. "Alif udah ngantuk?" tanya Rahayu sebelum melepaskan tangan mungil cucunya. Alif hanya mengangguk mengiyakan.
"Waktunya tidur siang, Bu," ucap Ambar dengan suara pelan.
Tak ada tegur atau tanya dari Ambar ketika dia bersimpangan dengan Rudi. Bahkan, menatap pun dia enggan. Rudi yang tak tahu dan tak merasa bersalah juga melakukan hal yang sama.
"Siapa, Rud?" tanya Rahayu yang masih bisa di dengar oleh Ambar.
"Em, salah satu karyawan kantor, Bu. Em, ada laporan penting yang harus ditandatangani," sahutnya berbohong, membuat bibir Rahayu tersenyum. Rudi lupa dengan siapa dia berbicara, wanita yang telah sembilan bulan mengandungnya, wanita yang selama dua tahun berbagi gizi dan makanan dengannya. Wanita yang sudah hapal tabiat dan karakternya. Dari situ Rahayu tahu, jika putranya sudah tidak jujur.
Rudi tak melanjutkan makannya, dia hanya meneguk sisa air dalam gelasnya.
"Alif tadi mau ke mana ya?" Rudi bergumam, berharap ibunya mendengar dan memberi tahunya hendak ke mana anak dan istrinya tadi.
"Alif minta ditemani tidur, paling mereka ada di kamar Alif," sahut Rahayu.
Rudi mengangguk, "aku nyusul mereka ya, Bu," ucapnya setelah itu lelaki pemilik alis tebal itu segera beranjak dari tempatnya berdiri.
"Taruh saja di situ, Bu. Nanti biar aku yang nyuci," cegah Fitri saat melihat Rahayu hendak mencuci piring bekasnya.
"Kamu bereskan lainnya. Wong piring bekas sendiri kok ndak mau nyuci."
Fitri hanya bisa nyengir mendengar ocehan Rahayu. Bertetangga semenjak dia lahir membuatnya hapal dengan karakter wanita yang gemar memakai daster batik itu.
"Nanti kalau sudah selesai, kamu istirahat saja di kamar tadi. Maaf loh ya, jadi merepotkan kamu," ucap Rahayu terdengar tulus.
"Halah, Ibu ini ngomong apa sih," sahut Fitri membuat Rahayu terkekeh sambil melangkah meninggalkan Fitri yang sibuk membereskan meja makan.
Lagi-lagi Rudi kecewa karena tidak bisa masuk ke kamar Alif, dia benar-benar frustasi menghadapi sikap istrinya yang sudah sangat berubah.
"Kenapa, Rud?" tanya Rahayu setelah melihat putranya itu nampak kesal."Ndak ada apa-apa, Bu." Rudi urung melangkah setelah terdengar anak kunci diputar.
"Bu, Mas, aku ingin bicara," ucap Ambar membuat ibu dan anak itu menatapnya. "Kita ke kamar saja, karena ini sangat rahasia dan berbahaya." Lagi Ambar berucap. Seperti dikomando, Rahayu dan Rudi beriringan menuju kamar utama di rumah itu.
Setelah mereka sampai dalam kamar Ambar memilih berdiri membelakangi jendela. Sesekali dia bersandar untuk mencari rasa nyaman. Wanita pemilik kulit kuning lansat itu bekali-kali menghela napas, mengumpulkan seluruh keberaniannya agar bisa mengutarakan isi hatinya.
"Bagaimana kerjamu di sana?" tanya Ambar tanpa embel-embel 'Mas' pada Rudi. Tentu saja hal itu semakin membuat suaminya geram. Lelaki yang tadinya memerhatikannya, mengalihkan pandangan.
Sementara Rahayu masih diam menyimak. Wanita yang paling dihormati di keluarga ini itu berharap bisa menjadi penengah atas apa yang terjadi dengan rumah tangga anaknya. Rahayu berjanji dalam hati, dia akan bersikap adil, siapapun nanti yang dianggap 'bersalah' dialah yang akan mendapatkan ceramah darinya.
"Sebenarnya apa yang terjadi denganmu, Nda? Sikapmu berubah semenjak seminggu yang lalu. Kamu ndak pernah menelpon apalagi mengirim kabar seperti sebelumnya. Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Rudi.
"Kamu ingat-ingat, apa yang terjadi di awal Minggu itu, hingga membuat sikapku berubah. Bukankah mengakui kesalahan itu lebih dianggap pemberani."
"Langsung saja katakan, Nda. Ndak usah muter-muter kayak gitu. Jika aku memang salah, bilang saja, agar aku bisa memperbaiki kesalahan itu," sahut Rudi.
"Sayangnya kamu ndak bisa memperbaiki kesalahan itu," balas Ambar yang semakin membuat Rudi senewen. Begitu juga dengan Rahayu wanita yang tingginya hanya sebatas pundaknya Ambar itu menghela napasnya.
"Katakan saja, dan jika tuduhanmu itu tidak benar, maka kamu yang harus meminta maaf dan menebus tuduhanmu itu," ancam Rudi geram. Baru kali ini istrinya membuatnya seemosi ini. Ke mana Ambar yang penuh kasih dan sayang dulu.
Ambar melangkah mendekati Rudi. "Jelaskan apa ini?" tanya Ambar sambil menyodorkan ponselnya pada Rudi, terlihat jelas kalau Ambar tengah berjuang untuk tetap kuat. Rudi terperanjat tak percaya dengan apa yang ditunjukkan oleh istrinya. Seketika wajahnya nampak pias.
"Apa itu?" tanya Rahayu penasaran. Tanpa ragu Ambar menunjukkan hasil rekamannya pada mertuanya. Sementara Rudi benar-benar shock, lalaki yang terlihat gagah itu terlihat tak berdaya. Rudi melangkah menjauhi kedua wanita yang sangat berarti di hidupnya. Hancur, semua telah hancur oleh ulahnya sendiri.
"Apa ini, Rud?" tanya Rahayu dengan suara bergetar. Dalam sekejap saja pipi keriput itu sudah dibanjiri air mata. "Rudi ... tega kamu ...." Setelah berucap wanita paruh baya itu ambruk tak sadarkan diri. Tak ada jerit yang keluar dari bibir Ambar, wanita itu segera menahan tubuh mertuanya yang berada di depannya. "Ibu pingsang." Suara bergetar diantara isak tangis.
Rudi menoleh, lekaki yang tengah memakai celana pendek yang dipadukan dengan kaos berkerah itu mendekat. Dia membantu Ambar yang tengah berusaha membaringkan tubuh ibunya di kasur. "Tunggu dulu aku akan menyiapkan mobil," ucap Rudi.
Berapa menit kemudian Rudi kembali, lelaki itu dengan sigap membopong tubuh senja wanita yang tengah melahirkannya. Sementara Ambar bergegas mencari Fitri, setelah mengatakan kalau mertuanya akan dibawa ke rumah sakit dan menitipkan Alif, dia bergegas menyusul Rudi.
***
Sampai di rumah sakit, Rahayu segera mendapatkan perawatan, wanita bertubuh agak subur itu dibawa masuk ke ruang ICU. Di luar ruangan tertutup itu, sepasang suami-istri itu hanya diam, sambil sesekali mengusap sudut matanya masing-masing.
"Tak seharusnya kamu menunjukkan itu pada ibu. Ingat! Jika terjadi sesuatu pada ibuku, aku akan membuat perhitungan denganmu." Di tengah suasana seperti ini, Rudi bahkan sempat-sempatnya mengancam. Bukannya merenungi kesalahannya.
"Namanya bangkai, serapat apapun disimpan, baunya juga tetap tercium," sahut Ambar dengan tenang. Hilang sudah rasa hormatnya pada lelaki yang sudah menghalalkannya itu.
Rudi kehilangan kata-kata, lelaki itu semakin frustasi, setelah beberapa saat termangu dia memilih menjauh. Rudi benar-benar tak mengenal istrinya yang kini berani menjawab perkataannya.
"Keluarga Bu Rahayu," panggil seorang perawat, wanita yang memakai seragam putih-putih itu berdiri di bibir pintu sambil membawa map. Wanita berkulit bersih itu tersenyum ketika aku mendekat."Mari silahkan ikut saya, Bu," pinta perawat tadi pada Ambar. Tanpa banyak bicara Ambar pun mengikuti langkah sang perawat. Bunyi sepatu pantofel yang dipakai perawat memecah keheningan diantara mereka di sepanjang koridor rumah sakit."Silakan, Bu," ucap perawat itu setelah membuka pintu sebuah ruangan. Ambar tersenyum sebagai rasa terima kasih."Permisi, Dok. Ini hasil pemeriksaan pasien yang di ruang ICU, dan ibu ini keluarganya." Setelah menyerahkan map pada sang dokter, perawat itu pun mengundurkan diri.Dokter paruh baya itu tengah meneliti catatan medis yang dibawakan perawat tadi. Setelah itu terdengar helaan napasnya, tanpa sadar Ambar juga melakukan hal yang sama. Wanita itu khawatir jika terjadi hal buruk pada mertuanya."Bu Rahayu sudah sadar ya, Bu. Dari hasil pemeriksaan, semuanya t
Flashback "Mas, ayo," panggil Santi yang baru saja masuk ke kamar Rudi. Wanita bertubuh seksi yang bekerja sebagai asisten manajer itu tak sabar ingin segera meneguk madu bersama kekasihnya tersebut.Rudi masih sibuk dengan ponselnya setelah melakukan video call dengan sang putra, lelaki itu melirik Santi sekilas, kemudian menyimpan ponselnya di meja tanpa mengakhiri panggilan karena sudah tergiur ingin meneguk kenikmatan yang akan diberikan Santi. Senyum kedua insan yang tengah dimabuk asmara itu mengembang, mereka sama-sama mendamba kenikmatan surga dunia, walaupun mereka sadar kalau semua itu salah. ..Rudi seorang suami sekaligus ayah, memilih menyerah setelah sekian purnama bertahan dari godaan sang bawahan. Kenikmatan yang ditawarkan Santi kini menjadi candu, hingga dia melupakan segalanya. Sepuluh bulan yang lalu dia ditugaskan di kantor cabang baru sebagai manajer pemasaran, sekaligus sebagai promosi kenaikan jabatan. Lelaki itu dipandang layak karena memiliki sikap tangg
Rudi membernarkan posisinya."Buat apa ikut?" tanya Rudi sambil mencium keningnya."Aku gak bisa lama-lama pisah denganmu, Mas," ujarnya beralasan. Suaranya terdengar manja di telinga Rudi. Membuat lelaki itu gemas dan kembali memberinya sebuah ciuman."Hanya dua hari, Sayang," sahutnya, kali ini lelaki itu mencium rambut Santi yang mengeluarkan aroma wangi shampoo."Lama, Mas. Aku gak bisa jauh-jauh darimu," ucapnya. "Pasti nanti kamu menghabiskan waktu dengan wanita bau bawang itu.""Dia kan istriku, Sayang. Nanti kalau aku tak memanjakannya, dia malah curiga," sahut Rudi sambil menowel hidung Santi karena gemas...Pagi-pagi Rudi dan Santi siap untuk bekerja. Mereka sarapan sambil bercanda gurau, terkadang juga membahas tentang masa depan mereka, benar-benar seperti pasangan halal yang bahagia.Setelah selesai Santi berangkat terlebih dulu, agar tak menimbulkan kecurigaan dari rekan kerjanya. Untuk saat ini memang belum ada yang tahu karena mereka sangat pandai menyembunyikan hubun
Hampir setiap bersama, kedua insan yang tengah dimabuk asmara itu melakukan penyatuan, tak ada kata lelah bagi keduanya. Seolah benar adanya, jika kesalahan itu dilakukan maka akan mendapatkan sensasi yang berbeda."Terima kasih, Sayang," ucap Rudi sambil mencium pucuk kepala Santi. Setelah raganya merasakan kelelahan yang luar biasa karena dipaksa bekerja menuruti hasratnya."Apa sih nggak buat kamu, Mas, yang penting kamu bahagia," sahut Santi sambil tersenyum menggoda. Dengan Rudi gadis bukan perawan itu mempunyai perasaan lebih. Tak seperti lelaki yang sempat singgah di hidupnya, yang hanya dimanfaatkan hartanya saja."Kamu memang paling mengerti diriku, Sayang," balas Rudi. Setelah itu lelaki itu memejamkan matanya dengan bibir mengulas senyum kepuasan. Tak lama kemudian sudah terdengar dengkuran halus dari bibir tipisnya. Santi tersenyum, baginya wajah itu tak pernah membosankan, semakin dipandang semakin membuatnya terpesona.Besok Rudi akan pulang, menemui anak dan istrinya. Me
Kerasnya kehidupan yang dulu dialami Santi, membuatnya menghalalkan segala cara agar keinginannya bisa tercapai. Santi terjebak dalam pergaulan bebas. Gadis itu sudah berpetualang dalam dekapan lelaki hidung belang sedari memasuki bangku SMA. Santi muda sempat berpikir untuk mengakhiri pekerjaannya. Namun, keadaan ekonomi orang tuanya yang pas-pasan tak bisa memenuhi keinginannya untuk meneruskan pendidikan ke bangku kuliah. Hingga dia kembali menjadi wanita panggilan.Dengan tekad yang kuat, dia pamit kepada orang tuanya untuk menempuh pendidikan di kota. Banyaknya tuntutan gaya hidup membuatnya tak bisa melepaskan diri dari lembah hitam kenistaan. Namun, ada satu hal yang bisa dibanggakan darinya, Santi tetap berhasil menamatkan kuliahnya walaupun dengan sedikit sogokan pada dosen pembimbingnya. Dengan kemolekan tubuhnya.Selepas kuliah Santi langsung bekerja sebagai asisten manajer di sebuah kantor. Sesekali dia masih menerima panggilan jika memasuki akhir bulan. Gajinya yang tak
Ambar masih bertahan di dalam taksi, menunggu kira-kira apa yang akan terjadi. Firasatnya mengatakan kalau dia adalah wanita yang berada di video itu. Namun, Ambar tak mau gegabah, ibunya Alif itu mengamati gerak-gerik sang wanita yang masih berdiri di depan dengan membawa sebuah bungkusan di tangan kirinya.Pintu rumah terbuka, Rudi terlihat keluar sambil menggendong Alif. Seketika Ambar menjadi emosi. Namun, dia mengurungkan niatnya untuk turun setelah melihat Rudi membuka pagar. "Hallo, Alif," sapa Santi. Namun, bocah berambut ikal itu terlihat cuek bahkan memundurkan tubuhnya ketika hendak dicium Santi. Alif juga diam saja ketika Santi memberikan bingkisan yang sedari tadi dipegangnya."Ini Tante bawain mainan buat Alif. Diterima dong, Nak ganteng," ranyunya. Mendengar kata mainan bocah itu tampak tertarik, dia terlihat mencondongkan badannya. Namun, tiba-tiba dia kembali mundur."Nggak pa-pa, Sayang. Ini ambil gih," rayunya lagi. Kali ini Alif malah menyembunyikan wajahnya di be
Ambar masih terpaku di tempatnya sambil menatap ponsel yang sudah tak berbentuk. Perlahan wanita berambut ikal itu menunduk lalu mengambil pecahan ponsel tersebut. Dengan sangat menyesal dia berjalan ke arah taksi yang masih setia menunggunya."Bapak, maaf. Ponsel bapak rusak. Em, gini sekarang tolong antar saya ke ATM terdekat, setelah itu kita ke counter untuk beli ponsel baru. Em, Bapak masih ingat email-nya kan?" tanya Ambar panjang lebar, wanita yang suka dengan warna merah hati itu benar-benar merasa bersalah."Wah, saya nggak tahu kalau urusan itu, Bu. Anak saya yang ngotak-ngatik itu," sahutnya polos."Oh, ya udah kalau gitu. Sekarang kita langsung ke ATM ya, Pak. Terus beli ponsel untuk bapak. Semoga saja anaknya ndak lupa sama email-nya ya, Pak.""Iya, Bu. Gak pa-pa. Ibu gak usah khawatir. Saya yang minta maaf, karena ponselnya rusak jadi gak punya barang bukti.""Kok malah bapak yang minta maaf," sahut Ambar yang masih merasa tak enak hati. Setelah itu Ambar dan Pak supir t
"Fitri ... bagaimana, susah ndak nyari kamarnya?" tanya Rahayu dengan suara lirih sambil tersenyum.Santi mengehentikan langkahnya, perempuan itu terlihat heran dengan sikap ibunya Rudi. Dia juga berpikir apa wanita tua itu sudah gila?"Permisi, Mbak," ucap seseorang dari belakang Santi. Menyadari siapa yang datang, wanita yang hendak menceritakan hubungannya dengan Rudi pada Rahayu itu langsung balik badan dan segera berlalu dari ruangan itu."Siapa dia, Bu?" tanya Fitri setelah duduk di bangku plastik yang disediakan pihak rumah sakit untuk keluarga yang menjaga pasien.Rahayu menggeleng tanda tak mengerti. "Bagaimana kondisi di rumah?" tanyanya kemudian."Ndak terjadi apa-apa, Bu. Mbak Ambar dan Mas Rudi hanya saling diem-dieman," sahut Fitri berbohong sesuai permintaan Ambar. Agar mertuanya itu tidak begitu memikirkan masalahnya."Semoga saja tidak terjadi sesuatu yang ...." Rahayu tidak melanjutkan, wanita itu memejamkan matanya. Di usianya yang sudah renta, dia di hadapkan denga