Share

Bab 5. Penjelasan Tidak akan Mengubah Apa pun!

Malam itu, Jasmine tidak bisa tidur. Dia berguling di atas ranjangnya untuk mencari posisi yang nyaman, berharap kantuk akan segera menjemputnya, tapi tidak juga bisa. Dia tidak bisa berhenti memikirkan Xavier.

Pria itu seolah menghantui benaknya dengan cara yang paling mengganggu. Padahal besok, dia harus berangkat pagi sekali untuk sebuah rapat penting di perusahaannya. Dia tidak ingin datang dengan keadaan yang buruk.

Tidur biasanya selalu bisa menjadi obat bagi Jasmine, namun kali ini rasanya begitu sulit. Kalau dia memberikan Xavier kesempatan untuk berbicara, akankah pria itu mau meninggalkannya sendiri?

 Empat tahun lalu, Xavier pergi tanpa penjelasan apa pun dan Jasmine lelah untuk memikirkan jawabannya. Namun kali ini, Xavier telah kembali dengan cara yang sangat buruk dan kembali menimbulkan pertanyaan serta badai perasaan baru dalam diri Jasmine.

Jasmine bangkit dari posisi berbaringnya seraya menghela napas panjang. Dia memegangi kepalanya yang terasa berat dan kembali berpikir. Sementara sinar bulan di luar masuk melalui celah gordennya yang terbuka dan membasuh tubuh mungil Jasmine di ranjang besarnya.

Mungkin Xavier berniat untuk menjelaskan apa yang terjadi empat tahun lalu? Mungkin pria itu ingin menyelesaikan apa yang belum terselesaikan di antara mereka? Itu kenapa, dia sangat ingin bicara. Apalagi sebentar lagi dia dan Jelena akan bertunangan. Tentu saja orang tidak ada yang mau masa lalu masih menghantui masa depannya.

Haruskah Jasmine setuju untuk berbicara dengan pria itu?

Setelah beberapa saat berpikir, lagi-lagi Jasmine menghela napas yang lebih panjang dan berat. Jauh di dalam hatinya yang terdalam, alasan kenapa dia menghindari Xavier dan menolak berbicara dengannya adalah karena Jasmine takut.

Ya, dia takut pada kenyataan. Dia takut hatinya yang sudah pecah dan rapuh ini akan semakin berantakan setelah kebenarannya terungkap. Jadi lebih baik menganggap semuanya tidak pernah terjadi. Lebih baik dia dan Xavier tidak pernah berinteraksi lagi. Lebih baik menganggap bahwa, apa yang terjadi empat tahun lalu adalah kesalahan Jasmine sendiri.

Dengan pemikiran itu, Jasmine merasa lebih baik. Tenggorokannya terasa kering dan saat dia hendak mengambil gelas di atas nakas—yang selalu tersedia di sana untuk jaga-jaga kalau tengah malam dia terbangun dengan perasaan haus—Jasmine menemukan kalau gelas itu telah kosong. Jasmine lupa bahwa dari tadi dia sudah bangun berkali-kali dan minum.

Turun dari ranjang, Jasmine mengambil gelas tersebut dan membawanya keluar. Dia berniat untuk mengambil air minum sendiri ke dapur. Jasmine berpikir untuk membuat susu juga. Orang bilang susu bisa membantu untuk membuat ngantuk dan tidur yang lebih baik.

Jasmine keluar dari kamar dan mempercepat langkahnya di lorong saat tiba-tiba saja dia berhenti dengan napas yang juga terasa ikut terhenti. Di hadapannya, berdiri Xavier yang baru saja keluar dari kamar Jelena. Sama seperti Jasmine, pria itu juga tampak terkejut.

Mereka berdua mematung di lorong yang sepi itu dengan tatapan yang tertuju pada satu sama lain. Jasmine tanpa sadar menatap Xavier terlalu lama dari yang seharusnya dan terlalu intens.

Wajah pria itu tampan, tampak segar seolah dia baru selesai mandi. Saat Jasmine menarik napas, dia memang mencium aroma yang sangat harum, aroma yang familiar dengan Jelena.

Apakah Xavier habis mandi di kamar kakaknya. Jasmine tidak ingin terlalu memikirkannya dan hendak mengalihkan pandang saat dia melihat sebuah tanda kemerahan di leher Xavier, di atas kemeja putihnya yang dua kancing teratasnya terbuka.

Jasmine bukanlah gadis polos, dia tentu tahu itu tanda apa! Dengan cepat, wanita itu memutuskan untuk berbalik, dan hendak meninggalkan Xavier, akan tetapi geraknya terhenti di kala Xavier menghadangnya.  

“Jasmine, kenapa kau belum tidur?” Xavier nampak begitu peduli.

“Aku tidur atau belum tidur, sama sekali bukan urusanmu, Tuan Coldwell.”

Setelah mengatakan itu, Jasmine berjalan cepat dan melewati Xavier begitu saja. Pria itu tidak mencegahnya. Pun wanita itu hampir menghela napas penuh syukur saat dia menyadari bahwa Xavier justru mengikutinya di belakang. Langkahnya semakin cepat saat menuruni tangga. Karena terlalu terburu-buru, dia tersandung oleh sesuatu yang ada di lantai.

“Akh!” Jasmine memekik dan siap dengan benturan yang akan terjadi. Namun itu tidak terjadi karena sebuah rengkuhan dari belakang yang menahannya tertarik oleh gravitasi ke bawah tangga.

Napas Jasmine memburu, jantungnya meloncat-loncat. Fakta bahwa dia hampir saja membuat kepalanya berdarah, atau tulangnya keseleo, atau paling buruk mungkin patah, membuat pikirannya kosong untuk beberapa saat.

Dia bisa saja mati!

“Kau baik-baik saja?” tanya sebuah suara bariton di belakangnya yang terdengar khawatir.

Tersadar, Jasmine langsung melepaskan dirinya dari rengkuhan pria itu. “Terima kasih,” ucapnya tanpa menoleh, lalu melanjutkan langkahnya menuju bawah. Dia tidak ingin menatap Xavier, tidak ingin merasa berutang budi karena pria itu telah menyelamatkannya.

Rumah itu sepi, lampu-lampu utama telah dimatikan untuk menghemat energi. Yang tersisa hanya lampu-lampu kecil yang memberi penerangan redup dan hangat. Dapur tentu saja juga sepi, semua pelayan sudah beristirahat. Saat Jasmine melihat ke arah jam tadi, jarum panjang di jam itu menunjuk ke arah angka tiga. Ini sudah hampir pagi.

Sesampainya di dapur, Jasmine meletakkan gelas yang dibawanya dari kamar ke atas meja. Dia bahkan tidak sadar gelas itu masih di tangannya, bahkan ketika dia hampir terjatuh di tangga. Jasmine bersandar di meja itu untuk beberapa saat, menenangkan dirinya saat suara bariton itu lagi-lagi terdengar.

“Jasmine!”

Jasmine terlonjak kaget. Dia berbalik dan langsung bertatapan dengan Xavier. “Tuan Coldwell, apa yang—”

“Bisakah kau berhenti memanggilku dengan nama itu, Jasmine?” sahut Xavier. Ekspresi di wajahnya jelas menunjukkan ketidaksenangan dan sedikit kekhawatiran dari matanya yang menatap Jasmine.

Jasmine mendadak jadi salah tingkah. Ini adalah pria yang telah menghancurkan hatinya, meninggalkannya empat tahun lalu, dan kembali lagi seolah dia tidak memiliki dosa sama sekali, lantas ... kenapa Jasmine masih saja dibuat berdebar akan kehadirannya?

“Itu namamu,” kata Jasmine dengan nada dingin. “Kau tidak suka dipanggil dengan namamu sendiri?”

Sebuah senyum tipis terbit di bibir Xavier. “Mau kau berusaha bagaimanapun untuk membuat seolah-olah kita adalah orang asing, itu tidak akan berhasil, Jasmine.”

Jasmine menelan ludahnya dan merasa dadanya mulai sesak oleh segumpalan emosi yang pria itu timbulkan. “Maksudmu?”

Xavier mendekat, berhenti di hadapan Jasmine. Dari jarak sedekat ini, dia bisa mencium aroma sabun milik Jelena semakin jelas. Jasmine harus mengingatkan dirinya sendiri bahwa pria di hadapannya ini adalah kekasih kakaknya.

“Ada hal yang belum terselesaikan di antara kita empat tahun lalu, Jasmine,” Xavier berkata dingin, dan penuh ketegasan nyata.

Jasmine mematung, lalu beberapa detik kemudian ekspresinya berubah menjadi kaku. Dia menyahut dengan nada dingin yang membeku, “Dengan kepergianmu, itu adalah akhirnya. Selesai.”

“Aku memiliki penjelasan untuk itu,” kata Xavier menekankan.

Jasmine menggeleng. “Aku tidak peduli.”

“Jasmine—”

“Tidak, Xavier!” sela Jasmine cepat. Dia merasakan kemarahan mulai mengambil alih dan mensabotase rasa gugup juga sakit hatinya. Kemudian dia pun berkata dengan tajam, “Penjelasan tidak akan mengubah apa pun! Penjelasan tidak akan menyatukan kembali kepingan hatiku yang hancur. Penjelasan tidak akan membuat semua penderitaanku selama empat tahun ini menjadi baik-baik saja. Dan penjelasan ... tidak akan mengubah fakta bahwa kau sekarang adalah kekasih kakakku.”

Xavier membuka mulutnya, napasnya terdengar lebih berat, namun dia menutupnya lagi dan tidak ada kata-kata yang berhasil dia ucapkan. Tertohok, yang Xavier berhasil lakukan kemudian hanya gumaman kata maaf yang tidak didengar oleh Jasmine karena wanita itu sudah lebih dulu berbalik dan melangkah meninggalkan dapur.

Tanpa Xavier sadari, di kala Jasmine berbalik—matanya sudah tergenang air mata yang membasahi pipi mulus wanita itu. Dia sudah berusaha kuat dan tangguh, tapi jika tentang hati tentu saja Jasmine akan tetap terpancing.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status