Share

Bab 5 || Menceritakan semuanya

05 || Awal kisah

POV Author

Pagi-pagi sekali, saat matahari masih tidak menampakkan dirinya. Adam, Nisa dan Raka, mereka bertiga harus angkat kaki dari rumah itu. Pantang bagi Adam mengemis belas kasihan, walaupun itu sama ibunya sendiri.

Adam menatap jalanan yang masih gelap, ia pusing tujuh keliling. Uang tidak ada di tangannya, karena ia belum berkerja. “Maafkan Mas, Sayang. Mas harus membawa kamu dalam kesusahan, Mas akan berusaha kembali seperti dulu,” ucap Adam seraya menggenggam jemari istrinya. “Mas merasa semakin gagal.”

Nisa diam, dan tidak menanggapi ucapan suaminya. Dia merasa senang dan juga sedih, senang berhasil keluar dari rumah bak neraka itu, dan sedih karena terusir secara tak terhormat.

“Mas, kita cari ATM terdekat yuk,” ajak Nisa.

Adam hanya mengangguk, dan ikut berjalan dari belakang. Adam kualahan, ia lelah batin. Ingin sekali ia menjerit dan mengeluarkan semua unek-unek dalam dirinya. Ia butuh pelampiasan, namun ia tak mendapatkan itu.

Yang sekarang bisa ia lakukan, hanya beristighfar dan terus beristighfar. Meredam amarahnya, meredam kedengkian, dan meredam segala hal yang mampu membuatnya gelap mata.

Sesampainya di ATM, Nisa mengajak suaminya untuk masuk, ia ingin memberikan kejutan untuk Adam. Saat nominal terpampang di layar kotak itu, Nisa tersenyum manis, satu milyar sudah masuk, dan Adam terdiam.

“Mas, ini uang hasil penjualan tanah milik, Ibu. Dengan uang ini kita bakalan membangun usaha bersama, sebelum itu, kita cari rumah kontrakan dulu yuk?” ucap Nisa dengan antusias yang luar biasa.

Nisa mengambil lima juta, uang untuk mereka sewa kontrakan dan untuk makan beberapa minggu. Ketiganya berjalan beriringan, mencari rumah kontrakan. Sampai pukul dua belas siang, akhirnya kontrakan yang mereka inginkan didapatkan, tidak besar dan tidak kecil juga. Rumahnya berada di dalam gang kecil yang hanya bisa dilewati motor dan gerobak dagangan.

“Alhamdulillah,” ucap Nisa seraya melonjorkan kakinya.

Adam mendekati sang istri, lalu duduk di sampingnya. “Mas semenyusahkan itu ya, Dek? Untuk bernaung dalam rumah saja, harus pakai uang istri,” tutur Adam.

Mata Nisa seketika membulat, ia tercengang mendengar ucapan sang suami. “Mas itu nggak benar, Mas tetap suami yang hebat, suami yang menyayangi anak dan istrinya.  Mas juga rela pergi dari rumah Ibu, hanya demi kami, Mas juga terus membela aku,” ucap Nisa dengan berapi-api.

Nisa melihat embun yang menetap di mata sang suami. Ia memeluk suaminya dengan erat, memberikan energi positif. “Mas, kita ini suami istri, jangan seperti ini, apa pun yang kita dapatkan, kita pakai bersama. Kita ubah ucapan orang dulu-dulu, kalau harta suami harta istri, harta istri tetap harta istri. Sekarang, harta aku dan hartamu milik bersama.”

Adam tidak membalas ucapan istrinya, dia mati-matian menahan air mata itu agar tak tumpah. ‘Kenapa takdir begitu kejam padaku? Kenapa semuanya direbut secara paksa? Kenapa semuanya direbut?!’ Teriak Adam dalam hati.

‘Bodoh! Kenapa kamu sebodoh itu Adam! Karena kebodohan kamu itu, kamu kehilangan pekerjaan itu, ‘kan?’

Adam masih tak rela dengan pekerjaannya yang lenyap, padahal itu bukan salahnya, ia dijebak oleh seseorang. Yang membencinya dalam kinerja kerja, apalagi Adam anak kesayangan pemilik perusahaan.

°°°

Sore kini telah hadir dengan segala kesibukannya, lihatlah dari ujung gang, keluarga kecil itu membawa barang belanjaan yang banyak. Raka, anak itu sibuk dengan bola yang baru dibelikan, terlihat kesenangan pada wajahnya, tawanya menjadi lagu paling indah didengar.

Nisa tersenyum menatap Adam, begitu pula sebaliknya. Mereka bakalan mengolah uang penjualan itu dengan cepat, keduanya bakalan berjualan di depan rumah sebagai awalan.

Saat masuk ke dalam rumah. Rumah yang kosong kini disulap menjadi rumah yang siap dihuni, perabotan tertata indah. Dari kamar, dapur sampai ruang tamu, semuanya terisi. Di sisi lain, mainan membumbung tinggi untuk sang jagoan.

“Mas, terima kasih sudah menerima aku apa adanya. Wanita yang menyedihkan, hidup terlunta-lunta. Terima kasih, Mas …,” lirih Nisa disusul dengan terjunnya air mata, mengalir indah pada pipi wanita itu.

Kebahagian itu mereka dapatkan, walaupun itu hanya sementara.  Inilah kisah awal dari cerita ini, di mana pemain mulai mengambil peran, sang dalang mulai memilih konflik yang seru dan menegangkan. Kebersamaan, kejujuran, kepercayaan mulai dipermainkan dalam kisah.

Untain demi untain kata, dialog demi dialog tercipta oleh sang sumber (pemain). Langkah demi langkah menjadi tujuan awal, bertahan sampai akhir kisah. Tak lupa juga dengan bumbu-bumbu penyemarak kehidupan.

Hal-hal yang sangat tertutup bakalan terbuka, misteri demi misteri terungkap satu persatu. Pelaku mulai menunjukkan jati dirinya sebagai orang yang teramat baik, hingga banyak orang tertipu.

Ku akhiri dialog singkat ini dengan suasana hujan, suara gemuruh yang terdengar saling saut menyaut. Petir menyambar-nyambar, kilat yang menerangi bumi Jakarta sejenak.

Awal kisah dimainkan, para aktor memainkan kisahnya. Sampai bertemu dalam kisah tak nyata ini …..

Bersambung ….

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status