Share

Bab 3. New Secretary

“Carol, aku harus berangkat sekarang. Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan, dan tidak bisa ditunda.” Fargo berpamitan pada sang istri, seraya membenarkan posisi arloji di pergelangan tangannya. Tampak jelas Fargo begitu terburu-buru.

“Apa kau tidak mau sarapan dulu, Sayang?” Carol mendekat pada sang suami sambil menggendong Arabella. Putri kecilnya itu begitu tenang dan tak rewel. Hanya di keadaan tertentu membuat Arabella rewel. Padahal seaslinya, Arabella adalah anak yang tenang dan juga patuh pada orang tua.

“Tidak, Sayang. Aku akan sarapan di kantor. Hari ini banyak sekali yang harus aku urus.” Fargo mencium bibir Carol, dan pipi bulat Arabella. “Nanti aku akan menghubungimu, kalau aku sudah tiba di kantor.” Fargo melanjutkan ucapannya pada sang istri.

Carol menghela napas dalam. “Baiklah, tapi jangan sampai tidak sarapan. Aku tidak mau sampai kau sakit.”

“Yes, Mrs. Jerald.” Fargo memberikan kecupan di bibir dan hidung Carol. “Jangan khawatir. Aku pasti akan selalu menjaga diriku. Aku pun tidak ingin sakit.”

“Daddy … Daddy …” Arabella mengulurkan kedua tangannya, ke arah Fargo, meminta ayahnya itu untuk menggendongnya. Pun Fargo dengan sigap langsung menggendong Arabella. Fargo menghujani Arabella dengan kecupan lembut.

Little girl, Daddy harus berangkat bekerja dulu. Nanti sepulang Daddy kerja, Daddy akan mengajakmu bermain, oke?” Fargo mencubit pelan hidung mancung, dan mungil Arabella.

Arabella mengangguk patuh. “Oke, Daddy. I love you, Daddy.”

I love you more, Little Girl.” Fargo mencium gemas pipi bulat Arabella.

Carol tersenyum hangat melihat kedekatan antara Fargo dan Arabella. Detik selanjutnya, Carol mengambil alih Arabella yang ada digendongan Fargo.

“Aku berangkat.” Fargo membelai pipi Carol lembut.

“Hati-hati, Sayang. Jangan mengebut. Kabari aku kalau sudah di kantor,” jawab Carol dengan senyuman di wajahnya.

Fargo menganggukan kepalanya, dan kembali mencium istri dan anaknya. Lantas, Fargo melangkah meninggalkan istri dan anaknya. Tampak Arabella melambaikan tangan pada Fargo yang pergi. Bayi perempuan cantik itu tersenyum di kala Fargo pergi ke kantor.

“Anak pintar. Ayo kita ke taman. Mommy akan menemanimu bermain.” Carol mencium gemas pipi Arabella. Kemudian, Carol membawa Arabella menuju taman.

***

Fargo turun dari mobil sport-nya, dan melangkah masuk ke dalam perusahaan, menuju ruang kerjanya. Terlihat Gene—asisten Fargo—menundukan kepala kala melihat Fargo yang sudah tiba di kantor.

“Selamat pagi, Tuan.” Gene menyapa penuh sopan.  

“Bagaimana gudang penyimpanan barang kita? Apa kau sudah tahu penyebab kebakaran di gudang penyimpanan barang kita?” Fargo duduk di kursi kebesarannya. Sejak tadi malam, kepala Fargo dipusingkan memikirkan kebakaran di gudang penyimpanan barang. Pasalnya akibat musibah ini, banyak korban yang berjatuhan.

Gene mengangguk. “Saya sudah mengetahuinya, Tuan. Semua yang terjadi murni kecelakaan. Korsleting listrik adalah penyebab utama. Sebagian barang bisa diselamatkan, tapi banyak juga barang yang sudah terbakar hangus.”

“Lalu, bagaimana dengan asusransi dan uang santunan untuk para karyawan yang menjadi korban? Apa kau sudah mengurusnya?” ujar Fargo bertanya tegas.

“Anda tenang saja, Tuan. Masalah asuransi dan uang santunan sudah saya urus. Saat ini, seluruh keluarga sudah mendapatkan uang dari asuransi dan uang santunan,” jawab Gene melaporkan.

“Untuk masalah barang yang terbakar, kau bisa membeli yang baru. Nyawa para karyawan jauh lebih penting,” ucap Fargo dingin dan tegas. Bagaimanapun, Fargo tetap bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi. Terutama banyak korban yang harus kehilangan nyawa.

Gene mengangguk sopan. “Baik, Tuan. Hm, Tuan … maaf, kemarin saya dengar Anda menabrak Nona Debora Tansy. Apa itu benar, Tuan?” 

“Ya, kemarin aku terburu-buru, dan Debora juga tidak melihat jalan dengan baik,” jawab Fargo dengan embusan napas panjang. “Aku tidak mengira akan kembali bertemu dengan Debora. Aku pikir, dia tidak akan lagi kembali ke Los Angeles.”

Gene terdiam sebentar dengan raut wajah serius. “Tuan, sebenarnya ada yang ingin saya katakan pada Anda.”

“Ada apa, Gene?” Fargo menatap dingin dan tegas sang asisten.

“Begini, Tuan. Hari ini Anda memiliki jadwal untuk interview sekretaris baru Anda. Tapi saat saya periksa nama calon sekretaris baru Anda ternyata Nona Debora Tansy,” jawab Gene yang sontak membuat Fargo terkejut.

“Maksudmu, Debora melamar menjadi sekretarisku?” seru Fargo seraya menatap dingin Gene.

Gene mengangguk sopan. “Benar, Tuan. Nona Debora Tansy melamar sebagai sekretaris baru Anda. Harusnya sekarang beliau sudah ada di depan, menunggu untuk bertemu dengan Anda. Apa Anda ingin bertemu dengan beliau, atau Anda ingin menolaknya, Tuan?”

Fargo berdecak pelan seraya mengumpat dalam hati. Fargo tak mengerti maksud tujuan Debora melamar menjadi sekretarisnya. Yang Fargo ingat kemarin Debora mengatakan tujuannya berada di Los Angeles karena ingin berlibur, tapi kenapa malah wanita itu melamar sebagai sekretaris barunya?

“Minta dia untuk masuk,” tukas Fargo penuh penegasan. Terpaksa, Fargo mempersilahkan Debora untuk masuk. Fargo ingin tahu apa maksud sebenarnya Debora.

“Baik, Tuan.” Gene menundukan kepala, lalu pamit undur diri dari hadapan Fargo. Gene memastikan kedatangan Debora lebih dulu. Jika sudah datang, maka Gene akan langsung mempersilahkan Debora untuk masuk ke dalam ruang kerja Fargo.

Tak selang lama, tatapan Fargo teralih pada sosok wanita yang masuk ke dalam ruang kerjanya dengan langkah pelan. Kaki kiri wanita itu masih di perban. Tentu, luka yang diderita wanita itu sangat Fargo tahu menyebabnya.

“Kenapa kau melamar pekerjaan di tempatku, Debora?” seru Fargo dengan tatapan dingin pada Debora.

“A-aku—” Debora baru saja hendak menjawab, tapi tubuhnya sudah hampir jatuh. Refleks, Fargo bangkit berdiri, menangkap tubuh Debora. Posisi mereka begitu intim. Debora berada di dalam pelukan Fargo.

“M-maaf, Fargo,” cicit Debora pelan.

“Hati-hati, Debora.” Fargo menarik tangan Debora, mendudukan tubuh Debora ke sofa.

“Terima kasih, Fargo,” jawab Debora pelan.

Fargo menatap dingin Debora. “Sekarang jawab aku, kenapa kau melamar pekerjaan di perusahaanku?”

“A-aku membutuhkan pekerjaan, Fargo. Maaf kemarin aku berbohong padamu mengatakan ingin berlibur. Sebenarnya, aku sudah lama memasukan lamaran di perusahaanmu, dan baru minggu kemarin aku mendapatkan panggilan telepon dari pihak HRD yang mengatakan aku lolos ditahap terakhir bertemu denganmu,” ujar Debora memberitahu.  

Fargo memejamkan mata singkat. “Kau adalah putri dari keluarga Tansy. Rasanya aneh kalau kau bekerja di perusahaanku. Sedangkan perusahaan keluargamu jauh lebih besar dari perusahaanku.”

Tansy Group adalah salah satu perusahaan besar asal Inggris. Hal itu membuat Fargo bingung serta tak mengerti kenapa bisa Debora melamar pekerjaan di perusahaannya. Padahal seharusnya, dengan apa yang dimiliki Debora membuat wanita itu tak perlu susah payah bekerja.

Debora tersenyum rapuh, menatap Fargo. “Fargo, aku sudah lama jauh dari keluargaku. Terlalu rumit untuk aku menjelaskan padamu. Tapi aku memang benar-benar butuh pekerjaan Fargo. Aku memiliki seorang putra yang masih sekolah.”

Fargo terdiam mendengar cerita Debora. Mata Fargo melihat dengan jelas apa yang dikatakan Debora sangat tulus. Wanita itu sepertinya memang membutuhkan pekerjaan. Entah apa yang terjadi sampai membuatnya jauh dari keluarganya sendiri.

“Di mana suamimu? Harusnya dia yang memikirkan biaya sekolah putramu,” ucap Fargo dingin dan sorot mata tegas pada Debora.

“Aku sudah berpisah dengan pasanganku. Aku membesarkan sendiri anakku, Fargo. Aku mohon terima aku sebagai sekretarismu. Aku berjanji akan bekerja dengan baik,” pinta Debora dengan tatapan penuh permohonan pada Fargo.

Lagi, Fargo terdiam. Benak pria itu seakan berperang. Keputusan bimbang bercampur dengan rasa iba. Sudah lama tak mengertahui kabar Debora, membuat Fargo pun tak penah tahu apa yang sebenarnya terjadi di kehidupan Debora. Hanya saja Fargo selama ini mengenal baik sifat Debora. Mereka sudah lama mengenal, dan terlibat pada hubungan masa lalu yang rumit.

Alright. Kau bisa bekerja di sini, tapi aku minta kau ingat batasanmu. Aku sudah menikah. Aku tidak mau sampai ada gossip murahan,” tegas Fargo penuh penekanan.

Debora tersenyum bahagia. “Aku berjanji akan tahu batasanku, Fargo. Terima kasih banyak telah menerimaku, Fargo.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status