Share

#2 Awal Bertemu (2)

Namanya juga jodoh. Kita tidak pernah tahu, kapan akan dipertemukan.

                        ~Fall in love ~

"Enggak mau !” Tolaknya

Dia bahkan belum melihat cewek itu dan sudah menolak.

Apa dia sengaja menggangguku ?

Aku memerhatikan para senior didepan yang menatap kami.

Ada juga beberapa senior cewek yang seperti-nya menatapku dengan pandangan kesal.

Sumpah. Gue belum mau punya musuh. Mana itu senior lagi. Tapi badan gue juga enggak kecil-kecil amat.

Tinggi 180 cm, berat 52 kg.

Seimbangkah itu ?

Bisa dibilang body goals ?

“Kamu jangan cemburu oke, kamu udah cocok banget to be my wife. My future wife  !" katanya lagi

Cemburu apanya ? Risih sih iya banget. Nggak bisa dijelasin.

“Liat tuh diliatin sama kakak senior yang cewek. Mantan lo itu ?” tanyaku

“Bukan. Mana ada mantan, pacaran aja baru pernah sama kamu !” jawabnya

Ih, bisanya ngaku doang. Kalau jadi artis pasti laris banget ini anak.

Bisaku rekomendasikan kalau ketemu mamanya nanti. Karena harusnya dia tidak masuk ke sini.

Aku menggerakan bahuku risih.

“Jangan gerak-gerak sayang !” ucapnya

Aku kaget.

Apa itu barusan ?

Mama, Stevie belum mau pacaran. Enggak mau pacaran maksudnya, maunya langsung nikah aja. Tapi jangan sama cowok ini. Yang lain aja.

Kalau bisa, sama justin bieber aja, Ammiin.

“Sayang pala lu !” cibirku

“Kan kamu pacar aku !” jawabnya dengan percaya diri.

“Ishh. Enggak malu apa dilihatin gini ?” Tanyaku

Dia tidak menjawab sama sekali

“Kalau mau buat sensasi tolong jangan bawa-bawa saya,” kataku lagi.

Apa berbicara harus dengan panggilan Saya-Kamu dulu ?

Stevie masih mencoba membuat cowok ini pergi jauh darinya. Atau setidaknya menyingkir dari bahunya.

“Ngapain malu. Kan mereka bukan siapa-siapa. Aku juga enggak punya utang tuh sama mereka.” jawab cowok itu masih dengan wajah tenang.

Aishhh.

Siapa sebenarnya anak ini ?

“Enggak gitu maksudnya,” jelasku

“Jadi maksudnya gimana sayang ?”

Astaga, dia benar-benar membuatku panas karena emosi.

Tahan stevie, tahan.

“Oke, kalau enggak malu setidaknya takut dimarahin gitu. Kitalan masih maba.” ucap stevie

“Kita ?, hmm, bagus juga. Lebih sweet kalau gitu !” ujar cowok itu. 

Stevie tidak habis pikir dengan pikirannya.

Ini beneran mental kuat dibully. Baru juga maba udah berani gini.

 

"Haduh, awas atau saya-" sebelum menyelesaikan kata-katanya, sebuah suara sudah lebih dulu menginterupsi.

 

"Baiklah adik-adik semua, hari ini kegiatannya sampai disini dulu, besok akan kita lanjutkan lagi. Terimakasih !" Ucap ketua BEM kampusku.

Akhirnya.. Selesai juga 

 

"Oh iya, buat yang mau pacaran jangan dulu yah, tunggu resmi jadi mahasiswa dulu !" lanjutnya lagi.

 

Aku sadar perkataan itu ditujukkan untuk kami, tapi acuh sajalah, toh aku hanya membantu cowok modus disebelahku ini.

Walau lebih kelihatan dia sedang mencari kesempatan dan yang lainnya juga bisa melihat itu.

 

"Kamu enggak papa gitu diomongin senior ?” Tanya cowok itu.

“Ohh, jangan-jangan baper yah sama Aku ?" tanya cowok itu, sepertinya dia juga memberi member senyum jahil disana.

Aishh, dia percaya diri sekali.

“Aduhh !” ringisnya

Aku menjitak kepalanya karena perkataan yang dia lontarkan barusan.

“Jangan terlalu percaya diri !” ujarku kepadanya

“Jangan gitu juga dong !” dia lebih terdengar seperti sedang protes kepadaku.

Memang benar kepadaku, masa mengadu pada cewek disebelahnya padahal aku yang sudah menjitak kepalanya ? Kan tidak nyambung jadinya.

“Lagian, baper itu hanya terjadi karena dua hal.” kata stevie

“Dua hal ?, apa aja ?” tanya cowok itu seperti penasaran

“Pertama kalau cowoknya ganteng !” kataku

“Kedua kalau situasi juga kondisinya mendukung.” jawab Stevie

Terlalu sekali jika dia tidak paham maksudku.

“Jadi ?, kamu udah baper dong ?” tanya cowok itu lagi

Heh, kesimpulan bagaimana itu ?!

Aku sudah malas menanggapi cowok di sebelahku ini.

“Mau tahu ?” tanyaku mencoba menggantung

“Iya dong !”

Hmm, dia mendengarkan juga ternyata.

Baiklah, sekarang waktunya memberikan dia pencerahan singkat, padat dan yang terpenting haruslah sangat jelas agar bisa dia pahami.

“Jawabannya enggak sama sekali,” 

Aku memberi jeda setelah jawaban itu.

“Itu karena kamu bahkan tidak memenuhi kriteria pertama. Dan tempat ini sama sekali tidak mendukung untuk modus !” lanjutku

Aku menatap cowok di sampingku ini.

Bisa-bisanya kamu dimodusi saat hari pertama ospek, di depan senior dan teman-teman baru tapi mereka tetap diam saja.

Tapi walau berada di baris kedua, mereka tidak terlalu menonjol karena didepan mereka ukuran tubuhnya sangat besar. Tidak hanya satu, namun dua orang.

Aku masih memandang cowok itu namun dia sama sekali tidak bergeming dari bahuku.

“Harusnya kamu mengerti maksudku. Aku tidak suka tipe cowok modus sepertimu, walau seganteng apapun kata orang-orang disekitarku saat ini.” kataku

“Kamu tampan jika bisa menempatkan diri dengan benar bersama orang yang tepat. Namun sayangnya, itu bukan disini dan orang itu bukan aku.” lanjutku

Dia sama sekali tidak menjawab perkataanku barusan.

“Jangan baper. Saya enggak tanggung jawab kalau kamu akhirnya saya tinggalin. Secara kan saya enggak kenal !” stevie segera bergegas dari tempat itu.

“Jangan marah juga. Saya kebiasaan bicara ketus terutama dengan cowok modus sepertimu yang bisanya cuman gombalin anak orang.”

Aku mendorong bahunya paksa agar beranjak dari bahuku.

Tidak mungkinkan aku dorong-dorong kepalanya ? Itu kan anak orang. !

Apa aku harus bilang dia tampan ? Tubuhnya sangat atletis dan juga proposional. Apa dia malaikat ? Sepertinya.. lebih cocok lagi jika dibilang malaikat modus.

“Kenapa liatnya gitu ? Aku ganteng ?” tanya cowok itu dengan sangat percaya diri

“Enggak !” jawabku cepat

“Tuh kan gue capek.” kataku sembari menggerakan tangan dan bahuku.

“Sstt, enggak usah dijawab.” kataku saat melihat cowok itu akan membuka mulutnya.

Wajahnya seperti bukan asli Indonesia. Seperti ada campuran luarnya.

 

"Udahkan nyandernya ?, itu muka udah cerah.” lanjutku

“Ralat, emang sedari awal udah cerah, Pergi dulu yah !” Aku mengambil barang-barangku dan hendak pergi.

“Oh iya, dan semoga enggak ketemu lagi !" kataku lalu segera beranjak dari sana.

Horee !

Akhirnya terbebas..

Semoga tidak ketemu cowok itu lagi.

 

"Iya sayang. Sampai ketemu besok !" teriaknya kencang yang langsung membuatnya menjadi pusat perhatian.

Astaga, memang udah putus itu urat malu cowok itu.

Stevie sih, pake acara pengen ketemu teman yang enggak ada urat malunya. Makanya jadi gitu.

Terus kayak gitu lagi orangnya, memang diluar dugaan.

 

"Wah, pepet terus bro, jangan kasih kendor !" teriak maba yang lain

Tuhkan mereka kepo. Bakat terpendamnya mulai muncul.

 

"Ih ih, neriakin aku itu pasti !"

"Iya sayang, iya !"

"Uwu, sweet banget pacarku,"

"Ganteng banget sumpah, meleleh aku,"

"Tipe cowok gue, idaman banget, berani speak depan umum !"

Begitulah tanggapan para cewek yang bisa stevie dengar.

Sebenarnya Masih banyak lagi. tapi itu hanya akan membuat kepalanya semakin bertambah pusing dan bisa saja muntah-muntah.

 

Stevie itu anti cowok gombal, kayak sekarang ini, tiba-tiba pusing gitu kalau digombalin.

Aneh yah ? 

Sindrom baru mungkin ? Stevie juga tidak tahu benar atau tidak. Biar nanti dia tanyakan pada dokter jika sempat.

Tapi harus ke dokter mana ? Khusus kejiwaan ?. Sepertinya tidak usah.

 

Namun dia masih tidak habis pikir dengan kata terakhir itu.

Apaan coba cowok idaman, berani speak segala, berani speak itu kalau membela keadilan dong, bukan berani gombalin anak orang.

Kiraiin apa tadi itu mereka lagi mesra-mesraan ?

Sakit kepala sama bahu sih iya !

 

"Eh tunggu dulu, belum juga tahu nama kamu !" teriaknya lagi.

Emang kelebihannya juga suara toa. Walau ada suara berat-berat khas cowok gitu.

Aku tetap saja berjalan dan mengacuhkannya. 

Aku tak ingin menjalin hubungan apapun yang nantinya akan menghambat studiku disini.

Seganteng apapun dia dan seberapa berpengaruh pun.

Titik !

Jangan lagi dikasih koma.

. . .

Sampai ketemu di bab selanjutnya. Hope you enjoy it :)

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status