Alex memijit pelipisnya. Dia pusing memikirkan saat di mana dia nanti akan membagikan nilai hasil ujian. Pastilah nanti Dini akan semakin gencar mengejarnya. Gadis itu memang selalu seenaknya saja membuat keputusan.
Pria itu pun segera menyelesaikan pekerjaannya agar nilai para mahasiswa segera diproses. Setelah selesai, barulah Alex menuju ke kamarnya. Pria itu duduk bersandar pada jendela kamar.
Kemudian tangan kekarnya membuka ponsel dan menatap wajah cantik seorang wanita yang tengah tersenyum. Wanita itu memiliki rambut panjang sebahu yang sedikit bergelombang. Senyumannya pun sangat manis. Kemudian di samping foto wanita itu sedang bersama seorang pria tampan yang merupakan Alex enam tahun yang lalu.
Kedua mata pria itu menatap sendu. Dia sangat rindu dengan wanita yang sangat ia cintai. Dia rindu senyuman manisnya dan bagaimana sang istri dulu selalu berada di sampingnya untuk memberikan dukungan saat dia terpuruk. Kini yang masih selalu membuatnya tering
"Iya. Saya minta tolong, ya?" Alex meminta pada sang tetangga.Dini mengangguk. "Iya, Pak. Saya akan jagain Xena dan rumah.""Papi ... Nenek masih sakit?" tanya gadis kecil itu dengan wajah sedih."Iya. Tapi InsyaAllah akan segera membaik. Jadi kamu jangan sedih, ya!" tutur Alex sembari mengusap lembut kepala anaknya."Iya, Pi.""Bagus. Anak pinter. Kamu di sini sama Mbak Dini, Papi mau nganter Nenek ke rumah sakit. Jangan nakal, ya?" ucap pria itu lagi pada sang anak. Xena mengangguk sebagai jawaban."Sip. Dini. Tolong, ya," ucapnya pada sang tetangga."Iya, Pak."Kini Alex membawa sang ibu memasuki mobilnya. Dini pun ikut membantu."Bu Nining cepat sbuh, ya?" ucapnya tulus sembari mengusap tangan Nining."Makasih, Dini ...." balas wanita paruh baya itu dengan suara sedikit bergetar."Pak. Apa saya boleh ikut nganter sama Xena?" tanya Dini kemudian pada sang dosen."Nggak perlu, Din. Kamu tolong jag
Sekitar pukul sembilan malam, Dini berpamitan pulang. Gadis itu sebenarnya ingin ikut menjaga Nining. Akan tetapi Alex melarangnya."Alex. Kamu antar Dini pulang, ya? Ini kan udah malam. Apa lagi Dini anak perempuan," ucap Nining pada putranya.Alex menatap sang ibu. Dia sangat malas jika harus mengantar cewek ganjen itu pulang. Akan tetapi benar juga kata sang ibu. Apa lagi Dini membantu menjaga Xena dan membawakan makan malam untuknya."Nggak papa, kok, Bu Nining. Saya berani pulang sendiri," timpal gadis itu. Sebenarnya dia ingin ikut menjaga Nining. Akan tetapi tadi Alex sempat melarangnya. Pria itu berdalih agar Dini menemani Xena di rumah."Tapi, Nduk. Ini udah malem." Nining kembali membujuk."Nggak papa, Bu. Lagian jalanan masih ramai kok jam segini," balas Dini sembari memberikan sebuah senyuman untuk menenangkan wanita itu."Lex. Anterin Dini!" titah Nining beralih menatap wajah putranya yang sebenarnya sudah sangat lelah.
Gadis itu menghentikan motor matic-nya di halaman rumah. Segera saja dia mendorongnya perlahan memasuki rumah setelah mendapatkan sambutan dari sang ayah."Gimana keadaan Bu Nining?" tanya Budi pada putrinya saat Dini menutup pintu kembali.Dini membalas tatapan sang ayah. Gadis itu pun melepaskan helmnya. "Alhamdulillah udah baikan, Pak. Oh iya. Xena mana? Udah tidur?" tanya gadis itu sembari mencari-cari keberadaan anak kecil yang tadi menemaninya."Xena baru aja tidur di depan tivi. Tadi dia ngeyel pengen nungguin kamu pulang," jawab sang ayah.Dini mengangguk. Gadis itu lalu berjalan menuju ruang televisi. Dia melihat wajah damai gadis kecil yang baru saja menjadi temannya itu. Xena sungguh imut dengan pipi tembamnya.Gadis itu tersenyum lembut. Dia memandang penuh kasih anak kecil yang tengah tertidur sembari meletakkan kepalanya pada pinggir sofa dan berbantalkan kedua tangannya. Anak sekecil itu sudah ditinggal ibunya untuk selama-l
"Mau. Xena mau kok Mbak Dini jadi Mami Xena. Kalau gitu kapan Mbak Dini nikah sama Papi?" tanya gadis kecil itu dengan tatapan polosnya.Dini bersorak dalam hati. Akhirnya dia berhasil mendapatkan hati Xena. Dengan begini Alex akan mau mempertimbangkan permintaannya."Emmm. Kapan, ya?" Dini menaikan kedua alisnya."Besok aja deh. Kita tunggu saja Papi kamu. Sekarang kamu tidur. Besok kita jenguk Nenek sama bawain makanan dan pakaian Papi," anjur Dini."Ya udah deh. Iya. Makasih ya, Mbak. Eh. Mami," ucap Xena sembari memeluk Dini.Dini membalas pelukan Xena dengan hangat dan penuh kasih sayang. "Iya, Sayang. Bobo yang nyenyak ya malam ini. Mami temenin," balas Dini yang dengan luwes memerankan perannya."Iya, Mami."Gadis itu senang karena mendapatkan panggilan baru dari Xena. Bagaimana jika sang dosen tahu anak kesayangannya memanggilnya dengan sebutan Mami? Tak sabar Dini melihat ekspresi sang duda ganteng yang meresahkan hatinya.
"Xena ... Kenapa kamu bilang begitu?" tanya Dini yang berpura-pura tidak tahu.Gadis kecil itu tersenyum lebar. "Kan Mami Dini beljanji mau jadi maminya Xena," balasnya.Kedua alis Alex saling bertaut. Pria itu curiga dengan kedua perempuan di hadapannya. Sedangkan Nining hanya diam menyimak sembari bergantian menatap wajah Alex dan Dini. Wanita itu seolah melihat sebuah keluarga kecil yang bahagia."Kamu mengajari apa pada Xena?" tuduh pria dewasa itu sembari memberikan tatapan tajamnya pada Dini.Gadis cantik itu menoleh. Wajahnya tidak bisa menyembunyikan perasaannya saat ini. Dini sedang mencoba menahan senyumannya. "A-apa sih, Pak? Saya nggak mengajari apa-apa, kok. Iya, kan?"Dini beralih menatap gadis kecil itu sembari mengedipkan salah satu matanya. Gadis kecil itu pun kembali turun dan mendekati sang ayah."Iya, Pi." Xena memeluk ayahnya. "Mbak Dini. Eh maksudnya Mami Dini olangnya baik, Pi. Xena juga senang saat belmain sama Mami D
"Ngarep! Dasar ganjen!" ketus Alex.Dini terkekeh dengan tingkah sang dosen tampan. Gadis itu pun berjalan keluar dari ruangan sang dosen."Dasar ...." desah Alex sembari bernapas lega. Pria itu pun memijit pelipisnya. Hingga beberapa saat kemudian terdengar kembali suara ketukan pintu dari luar."Masuk!"Dini yang sudah keluar dari ruangan dan mendapatkan nilai ujian tidak langsung pulang. Gadis itu bertemu dengan sahabatnya, Sinta. Mereka akan menghabiskan waktu dengan mengobrol di gazebo dekat fakultas sembari menikmati camilan yang dibeli."Kenapa nggak langsung pulang, sih?" sungut Sinta. Gadis itu sudah merasakan keanehan dengan pertemuan mereka."Ih. Bentar. Temenin aku kenapa, sih? Nih, ya. Setahu aku hari ini Pak Alex bakal pulang lebih awal," ucap Dini dengan yakinnya."Dih. Sok tahu. Pak Alex sama dosen yang lain habis ini mau rapat. Jadi kemungkinan sore baru pulang," balas Sinta."Ih. Kok gitu? Orang aku lihat di h
Alex memutar kedua bola matanya. "Terserah kamu," ucapnya."Ya udah. Kalau terserah saya, Bapak segera bonceng sini deh! Keburu sore nanti," ucap Dini kembali menawarkan tempat kosong di jok belakang.Sang dosen menghela napas berat. Dia benar-benar lupa jika mahasiswi uniknya itu selalu saja bisa menjawab dan mengelak."Oke. Tapi kamu turun dulu!" balasnya."Kok malah turun?" tanya Dini keheranan."Turun, cepet!" Alex mulai tak sabar."Iya, deh. Apa sih yang enggak buat Bapak," balas Dini sembari terkekeh. Gadis itu pun segera turun dari motornya. Alex kemudian duduk di depan. Kini Dini tahu dengan maksud sang dosen."Oh. Jadi begini maunya Bapak. Oke deh. Memang Pak Alex sebenarnya suka kan sama saya? Makanya Bapak mau duduk di depan," celetuk gadis itu dengan senyuman yang masih melebar.Kedua alis Alex saling bertaut. "Udahlah! Jangan banyak omong! Mau pulang nggak?" sungutnya."Iya, Pak." Dini menjawab sembari naik
Mendengar penuturan lembut namun menyakitkan dari sang pria idaman tak membuat Dini berniat melepaskan pelukannya. Justru pelukan itu semakin erat. Alex hanya bisa pasrah. Pria itu terus berdoa agar tak ada mahasiswa atau pun dosen lain yang melihat mereka. Bisa jadi masalah nanti.Setelah memasuki jalan desa, Alex dan Dini sudah sampai di depan rumah. Pria itu segera menghentikan motor Dini tepat di depan rumah gadis itu.Dini terdiam. Dia memilih turun dari motor dan melepaskan pelukannya. Alex yang merasa bersalah atas ucapannya pun menatap wajah Dini yang sayangnya malah menunduk sehingga wajahnya tertutup oleh poninya."Nih. Makasih, ya," ujar Alex yang kemudian menyerahkan kunci motor sang tetangga."Sama-sama," jawab Dini dengan suara lirih.Alex semakin tak enak hati. "Hey. Kamu marah?" tanya pria itu akhirnya. Dini hanya menggeleng pelan sebagai jawaban.Dahi Alex mengernyit. "Terus kenapa?" tanya pria itu lagi.Dini pun diam