"Mau. Xena mau kok Mbak Dini jadi Mami Xena. Kalau gitu kapan Mbak Dini nikah sama Papi?" tanya gadis kecil itu dengan tatapan polosnya.
Dini bersorak dalam hati. Akhirnya dia berhasil mendapatkan hati Xena. Dengan begini Alex akan mau mempertimbangkan permintaannya.
"Emmm. Kapan, ya?" Dini menaikan kedua alisnya.
"Besok aja deh. Kita tunggu saja Papi kamu. Sekarang kamu tidur. Besok kita jenguk Nenek sama bawain makanan dan pakaian Papi," anjur Dini.
"Ya udah deh. Iya. Makasih ya, Mbak. Eh. Mami," ucap Xena sembari memeluk Dini.
Dini membalas pelukan Xena dengan hangat dan penuh kasih sayang. "Iya, Sayang. Bobo yang nyenyak ya malam ini. Mami temenin," balas Dini yang dengan luwes memerankan perannya.
"Iya, Mami."
Gadis itu senang karena mendapatkan panggilan baru dari Xena. Bagaimana jika sang dosen tahu anak kesayangannya memanggilnya dengan sebutan Mami? Tak sabar Dini melihat ekspresi sang duda ganteng yang meresahkan hatinya.
"Xena ... Kenapa kamu bilang begitu?" tanya Dini yang berpura-pura tidak tahu.Gadis kecil itu tersenyum lebar. "Kan Mami Dini beljanji mau jadi maminya Xena," balasnya.Kedua alis Alex saling bertaut. Pria itu curiga dengan kedua perempuan di hadapannya. Sedangkan Nining hanya diam menyimak sembari bergantian menatap wajah Alex dan Dini. Wanita itu seolah melihat sebuah keluarga kecil yang bahagia."Kamu mengajari apa pada Xena?" tuduh pria dewasa itu sembari memberikan tatapan tajamnya pada Dini.Gadis cantik itu menoleh. Wajahnya tidak bisa menyembunyikan perasaannya saat ini. Dini sedang mencoba menahan senyumannya. "A-apa sih, Pak? Saya nggak mengajari apa-apa, kok. Iya, kan?"Dini beralih menatap gadis kecil itu sembari mengedipkan salah satu matanya. Gadis kecil itu pun kembali turun dan mendekati sang ayah."Iya, Pi." Xena memeluk ayahnya. "Mbak Dini. Eh maksudnya Mami Dini olangnya baik, Pi. Xena juga senang saat belmain sama Mami D
"Ngarep! Dasar ganjen!" ketus Alex.Dini terkekeh dengan tingkah sang dosen tampan. Gadis itu pun berjalan keluar dari ruangan sang dosen."Dasar ...." desah Alex sembari bernapas lega. Pria itu pun memijit pelipisnya. Hingga beberapa saat kemudian terdengar kembali suara ketukan pintu dari luar."Masuk!"Dini yang sudah keluar dari ruangan dan mendapatkan nilai ujian tidak langsung pulang. Gadis itu bertemu dengan sahabatnya, Sinta. Mereka akan menghabiskan waktu dengan mengobrol di gazebo dekat fakultas sembari menikmati camilan yang dibeli."Kenapa nggak langsung pulang, sih?" sungut Sinta. Gadis itu sudah merasakan keanehan dengan pertemuan mereka."Ih. Bentar. Temenin aku kenapa, sih? Nih, ya. Setahu aku hari ini Pak Alex bakal pulang lebih awal," ucap Dini dengan yakinnya."Dih. Sok tahu. Pak Alex sama dosen yang lain habis ini mau rapat. Jadi kemungkinan sore baru pulang," balas Sinta."Ih. Kok gitu? Orang aku lihat di h
Alex memutar kedua bola matanya. "Terserah kamu," ucapnya."Ya udah. Kalau terserah saya, Bapak segera bonceng sini deh! Keburu sore nanti," ucap Dini kembali menawarkan tempat kosong di jok belakang.Sang dosen menghela napas berat. Dia benar-benar lupa jika mahasiswi uniknya itu selalu saja bisa menjawab dan mengelak."Oke. Tapi kamu turun dulu!" balasnya."Kok malah turun?" tanya Dini keheranan."Turun, cepet!" Alex mulai tak sabar."Iya, deh. Apa sih yang enggak buat Bapak," balas Dini sembari terkekeh. Gadis itu pun segera turun dari motornya. Alex kemudian duduk di depan. Kini Dini tahu dengan maksud sang dosen."Oh. Jadi begini maunya Bapak. Oke deh. Memang Pak Alex sebenarnya suka kan sama saya? Makanya Bapak mau duduk di depan," celetuk gadis itu dengan senyuman yang masih melebar.Kedua alis Alex saling bertaut. "Udahlah! Jangan banyak omong! Mau pulang nggak?" sungutnya."Iya, Pak." Dini menjawab sembari naik
Mendengar penuturan lembut namun menyakitkan dari sang pria idaman tak membuat Dini berniat melepaskan pelukannya. Justru pelukan itu semakin erat. Alex hanya bisa pasrah. Pria itu terus berdoa agar tak ada mahasiswa atau pun dosen lain yang melihat mereka. Bisa jadi masalah nanti.Setelah memasuki jalan desa, Alex dan Dini sudah sampai di depan rumah. Pria itu segera menghentikan motor Dini tepat di depan rumah gadis itu.Dini terdiam. Dia memilih turun dari motor dan melepaskan pelukannya. Alex yang merasa bersalah atas ucapannya pun menatap wajah Dini yang sayangnya malah menunduk sehingga wajahnya tertutup oleh poninya."Nih. Makasih, ya," ujar Alex yang kemudian menyerahkan kunci motor sang tetangga."Sama-sama," jawab Dini dengan suara lirih.Alex semakin tak enak hati. "Hey. Kamu marah?" tanya pria itu akhirnya. Dini hanya menggeleng pelan sebagai jawaban.Dahi Alex mengernyit. "Terus kenapa?" tanya pria itu lagi.Dini pun diam
Alex merasa bersalah. Dia memang selalu sibuk dan kadang tak memberikan perhatian pada putri kecilnya. Mungkin memang sudah saatnya dia mencari ibu pengganti yang bisa menjaga Xena."Emmm. Kalau ... Kalau Mami barunya bukan Mbak Dini gimana?" tanya pria itu.Xena pun berbalik. Kembali menghadap sang ayah. "Memangnya siapa? Xena nggak mau yang lain. Yang lain pasti juga sama-sama sibuk," balasnya tak setuju.Alex menghela napas. Memang benar pria itu belum menemukan kandidat sebagai ibu pengganti yang cocok. Namun, kenapa juga harus dengan Dini yang merupakan salah satu mahasiswinya?"Tapi kenapa harus sama Mbak Dini sih, Sayang?" tanya Alex yang sudah kehabisan ide untuk membantah."Soalnya cuma Mami Dini yang baiknya tulus. Nggak pula-pula baik di depan Papi tapi di belakang suka ngancem Xena," jawab gadis kecil itu.Alex terkejut. "Memang siapa yang berani mengancam putri kesayangan Papi?""Ada. Itu. Tante yang pakai kacamata, Pi. Y
"P-Pak Alex ...." cicit Dini. Wajah gadis itu mulai merona merah. Dia pun segera duduk. Dapat ia rasakan genggaman tangan besar itu pada dadanya. Bahkan Alex tanpa sadar masih menggenggam tangan Dini yang satunya."Ah. Sorry!" ucap Alex segera melepaskan tangannya pada Dini setelah sadar apa yang baru saja terjadi."Pak Alex mesum," gumam Dini sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dada.Kini posisi kedua orang tersebut sama-sama duduk di depan pintu masuk kamar Alex. Pria itu terperangah. Sebenarnya siapa yang mesum? Bukankah selama ini gadis di hadapannya lah yang selalu menggodanya?"Siapa yang kau katai itu?" sungutnya tak terima.Dini terdiam. Di sudut tangga, tampak dua pasang mata bulat tengah mengintip mereka tanpa menimbulkan suara. Xena baru saja menyaksikan posisi aneh kedua orang yang ia harap akan menjadi keluarga impiannya."Bapak tadi pegang-pegang ...." Dini mengerucutkan bibirnya.Alex menelan ludah. J
Dini sudah kembali masuk ke dalam kamarnya. Gadis itu bersandar pada pintu. Kemudian dia melihat tirai jendela kamarnya yang masih terbuka. Menampakkan kamar milik tetangga di sebelah rumahnya. Gadis itu pun melihat Alex sudah menutup tirai kamarnya."Jadi Pak Alex benar-benar benci padaku, ya? Padahal aku sudah memberanikan diri buat nyatain perasaanku," gumam Dini dengan raut wajah sedih. Hatinya terasa sakit saat ditatap setajam itu oleh pria yang dia sukai.Malam itu pun Dini berdiam diri di dalam kamarnya. Gadis itu tak menyangka jika usahanya selama ini untuk mendekati sang dosen idaman berakhir dengan sia-sia. Sang dosen nyatanya membenci dirinya. Padahal sebelumnya gadis itu tak akan mundur meski dikatai cewek ganjen sekalipun. Namun kali ini rasanya berbeda. Seolah Alex benar-benar ingin menutup pintu hati untuknya.****Pagi pun kembali menyapa. Dini merasa enggan untuk bangkit dari tempat tidurnya. Dia pun tak bersemangat saat membersihkan ruma
Xena menatapi kepergian Dini. Gadis itu merasa bahwa mami barunya sedang mencoba menjauh darinya. Segera saja Xena berlari kembali masuk ke dalam rumah. Kebetulan Alex sempat melihat mereka berdua."Papi ...." cicit Xena sembari memeluk kedua kaki ayahnya.Alex pun berjongkok agar sejajar dengan sang putri. Pria itu dapat melihat dengan jelas wajah sedih putri kesayangannya itu. Ternyata sejak Dini menjauhi Xena atas permintaannya, justru berdampak buruk pada sang putri. Padahal Xena sudah mulai ceria.'Apakah aku menyesal?' pikir pria itu. Kemudian dia segera menepis pikirannya sendiri yang terkadang mulai berkhianat."Ada apa, Sayang?" tanya pria itu.Sang putri kembali memeluknya. Gadis kecil itu pun bergumam, "Papi ... Apa Xena nakal lagi sama Mami Dini? Kenapa Mami Dini pelgi nggak bilang-bilang? Mami Dini juga nggak mau diajak main," ungkapnya.Hati Alex ikut sedih mendengar penuturan sang putri. Dia tahu anak kesayangannya itu sangat