"Setiap ujian hidup pasti ada hikmahnya. Tergantung kita menyelesaikan ujian tersebut, apa lulus atau harus mengulang kembali." ~ Amarilis Jelita~"Riri!"Aku segera melirik ke sumber suara tersebut, samar-samar terlihat seorang wanita mengenakan (...) berjalan menghampiriku. Setelah cukup dekat barulah aku mengenalinya dia Angel, salahsatu teman sekolahku dulu. 'Tumben dia sendirian gak sama dayang-dayangnya?" pertanyaan itu terus berputar dalam benakku."Hai," sahutku singkat sambil membalas cipika-cipiki dengan wanita cantik didepanku."Kamu lagi piknik juga sama keluarga kamu?" tanyanya langsung duduk lesehan disampingku."Iya, An. Mumpung lagi libur tahun baru, jadi keluarga aku semua mengusulkan piknik kesini," jawabku seadanya tidak lupa aku memberikan senyum tipis.Aku melihat dahinya mengernyit dengan jawabanku."Kenapa gak ke Bali," tanya Angel terjeda sejenak, "aku denger Hasna sama keluarga nya kesana?""Enggak ah, An. Hasna juga sempat mengajakku, cuman Nana kalau perjal
Di sebuah gedung pencakar langit dengan cat yang dominan berwarna putih, terlihat seorang wanita yang mengenakan setelan blazer krem tengah duduk di lobi perusahaan bernama Bramasta Group. Wanita tersebut ialah Riri, tujuan Dia datang kesini tidak lain dan tidak bukan untuk memenuhi panggilan interview kerja yang telah diumumkan kemarin siang dan beruntungnya pagi ini cuaca cukup cerah seakan menjadi pertanda baik untuk Riri."Saudari Amarilis Jelita," panggil seorang pria berkemeja krem yang jaraknya hanya dua meter dari Riri."Iya betul," jawab Riri singkat."Silakan segera masuk dan langsung memperkenalkan diri anda," ajak pria berkemeja krem sembari mendorong pintu ruangan di depannya.Tanpa menjawab Riri segera bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mengekori Pria tersebut dari belakang."Silakan duduk disini," perintah pria berkemeja krem sembari menunjuk kursi kosong yang telah di sediakan untuk para pelamar yang hendak interview.Segera Riri duduk manis tanpa permisi di kur
Setelah tiga puluh menit berlalu mata Riri menggeliat sembari tangan kanan memegangi kepalanya yang masih sedikit terasa pusing."Kamu sudah sadar?" tanya lembut seorang Wanita di sampingnya.Riri sontak melirik ke sumber suara disampingnya, "I-ibu siapa dan ini dimana?" Pandangan Riri terus mengamati ruangan yang tengah Dia diami."Saya Dokter indah," ucapnya terjeda, "Kamu tadi pingsan dan untungnya Pak Asoka menolongmu dan langsung membawa ke klinik pribadi Bramasta."Riri hanya mendengarkan penuturan dari Dokter indah tanpa berniat menjawabnya."Kalau begitu saya tinggal dulu untuk memberitahukan ke Pak Asoka yang telah menunggu diluar," ucap Dokter Indah final sembari berjalan perlahan keluar ruangan.Tidak berselang lama setelah kepergian Dokter indah, Asoka masuk berjalan perlahan menghampiri Riri yang tengah terbaring lemas. Senyuman manis terukir jelas di bibirnya namun raut wajahnya tidak bisa dibohongi bahwa ada ke khawatiran disana."Gimana kondisimu?" Asoka terduduk disam
Satu minggu berlalu setelah kedatangan Asoka ke rumah keluarga Riri untuk melamarnya, kedatangan Asoka sukses membuat Bunda terkejut tanpa ada kehadiran Bagas anak sulungnya yang kebetulan Dia sedang mendapat pekerjaan diluar kota. Namun keterkejutan ini tidak berlaku untuk Riri yang telah lama tahu kabar tersebut, namun Dia enggan untuk menceritakan perihal pinangannya dengan Asoka.Dan hari yang ditentukan pun telah tiba tepat pukul tujuh malam Asoka beserta kedua orang tuanya telah tiba di rumah calon besannya."Om, Tante, terima kasih telah sudi mampir ke kediaman keluarga saya dan maaf kediaman keluarga saya tidak sebagus istana Om dan Tante," sapa Riri sembari tersenyum ramah Dia tunjukkan ke orang tua Asoka yang tengah duduk manis di ruang tamu."Tidak apa-apa. Tante maklum kok," jawab Mommy Asoka, "Orang tua kamu apa belum pulang juga?""Sebentar lagi, Tante. Mungkin sedang dijalan, maaf lama menunggu," jelas Riri sembari mengatupkan kedua tangan di dada.Mommy hanya menganggu
Riri POVHari berganti minggu, minggu berganti bulan dan bulan berganti tahun. Tidak terasa satu tahun telah berlalu banyak kenangan manis pahit dan ada juga pelajaran hidupku untuk lebih baik lagi, contohnya seperti kenangan bersama Asoka seorang CEO Bramasta yang pernah membuat hatiku luluh akan tindakan nekatnya untuk meminangku sampai memperjuangkan cintanya padaku. Namun takdir seakan tidak merestui hubungan kami, terbukti setelah berbagai cara Asoka lalui untuk mendapatkanku namun hasilnya penolakan dan pada akhirnya aku mendengar bahwa Asoka telah berangkat ke London untuk menangani kantor cabang Bramasta disana. Dari situ mungkin akhir perjuangan cintanya, Asoka berhak bahagia tapi bukan bersamaku. Walaupun hati kecilku tidak bisa dibohongi ada perasaan sesak disana.Terlepas dari kenangan bersama Asoka ada kenangan yang tak pernah ku lupakan yaitu yang pertama pernikahan Kak Bagas yang telah berlangsung empat bulan yang lalu dan kesuksesan usaha katering Bunda. Lambat laun se
"Krisan Adi Pratama," eja ku dari kartu identitas yang telah kudapatkan.Tanpa disangka ternyata kartu identitas ini milik cowok rese barusan, terlihat dari foto yang tercetak didalam kartu identitas tersebut. Tanpa berpikir panjang aku segera memasukkan dompet tersebut ke dalam tas selempangku. Setelah itu aku segera melanjutkan langkahku yang sempat tertunda untuk keluar dari toko buku ini.*****Keesokan harinya tepatnya pada siang hari aku segera menghubungi nomor telepon pemilik dompet kulit ini. Walaupun aku sebenarnya malas mengembalikannya tapi dilihat dari isi dompetnya yang kebanyakan barang-barang penting seperti, beberapa kartu ATM, SIM, dan masih banyak lagi. Ditambah ada uang tunai yang jumlahnya tidak sedikit didalam dompetnya ini.Tak lama kemudian, dering suara panggilan di gawai ku berubah senyap bertanda seseorang tengah mengangkat telepon darinya."Halo?" ucap seseorang di seberang telepon."Ini dengan Krisan Adi Pratama," sahutku tanpa basa-basi."Ada apa?" Terde
Tiga bulan telah berlalu, semenjak terakhir kali aku bertemu Pria bernama Kris bersama Umi Mutia dan Bunda di restoran madurasa. Siapa sangka dibalik pertemuan kami yang tidak sengaja di Toko Buku tempo hari itu menjadi titik awal kemalangan ku dimulai, karena tepat satu bulan yang lalu aku telah sah menjadi istri cowo rese yang melihatnya pun membuat darahku langsung mendidih. Awal ceritanya bermula pada saat aku menjadi pendonor darah untuk Umi Mutia. Flashback on Sinar matahari lambat laun meredup digantikan dengan sorot lampu jalan untuk menerangi jalanan kota, bahkan suasana kota sudah mulai terlihat sepi. Disaat semua orang telah terlelap tidur sambil mengarungi dunia mimpi masing-masing. Mobil Daihatsu Xenia milik Bunda masih melesat memecah keheningan malam, menuju Rumah Sakit Karisma yang berada di pusat kota. "Bunda, pokoknya aku gak mau karena menolong Umi Mutia. Imbalannya aku harus menikah dengan anaknya," ucapku berdebat didalam mobil sambil menyilangkan kedua tan
Terik matahari seakan menyengat tubuh, ditambah padatnya lalu lintas membuat siapapun tidak sabar untuk segera sampai ke tempat tujuan masing-masing. Sama halnya dengan Restoran madurasa, padatnya lalu lintas ibu kota menjadi peluang emas untuk restoran tersebut. Terlihat pengunjung terus berdatangan tidak habis-habisnya memadati restoran. Restoran berlantai tiga itu memiliki rooftop bernuansa klasik berwarna dominan kuning kecoklatan, namun tidak mengurangi sisi modern. Spot ini cocok untuk anak muda yang menongkrong atau pengunjung yang ingin sekadar bersantai melihat pemandangan ibu kota sambil menikmati makanan yang disajikan restoran madurasa. Dengan kepadatan pengunjung di Restoran madurasa, terlihat Kris sedang duduk manis di salahsatu sofa yang berada di rooftop. Tidak berselang lama Riri berjalan menghampiri Kris disana dengan membawa nampan berisi makanan yang telah Dia masakan barusan. Dug... "Makanlah, anggap saja ini untuk balas budi," ucap Riri setelah meletakkan namp