Share

Bab 3

Satu minggu berlalu setelah kedatangan Asoka ke rumah keluarga Riri untuk melamarnya, kedatangan Asoka sukses membuat Bunda terkejut tanpa ada kehadiran Bagas anak sulungnya yang kebetulan Dia sedang mendapat pekerjaan diluar kota. Namun keterkejutan ini tidak berlaku untuk Riri yang telah lama tahu kabar tersebut, namun Dia enggan untuk menceritakan perihal pinangannya dengan Asoka.

Dan hari yang ditentukan pun telah tiba tepat pukul tujuh malam Asoka beserta kedua orang tuanya telah tiba di rumah calon besannya.

"Om, Tante, terima kasih telah sudi mampir ke kediaman keluarga saya dan maaf kediaman keluarga saya tidak sebagus istana Om dan Tante," sapa Riri sembari tersenyum ramah Dia tunjukkan ke orang tua Asoka yang tengah duduk manis di ruang tamu.

"Tidak apa-apa. Tante maklum kok," jawab Mommy Asoka, "Orang tua kamu apa belum pulang juga?"

"Sebentar lagi, Tante. Mungkin sedang dijalan, maaf lama menunggu," jelas Riri sembari mengatupkan kedua tangan di dada.

Mommy hanya mengangguk untuk menjawabnya.

Sekitar sepuluh menit berlalu yang ditunggu-tunggu akhirnya telah datang terdengar dari deru mobil Bagas yang tengah terparkir di halaman rumah. Tidak lama kemudian samar-samar suara langkah kaki timbul di luar sana yang di pastikan ialah Bunda dan Bagas hendak masuk ke dalam rumah.

"Maaf saya terlambat," ucap Bunda yang sebelumnya telah mengucap salam dan langsung menghampiri Riri untuk ikut duduk disampingnya disusul Bagas dibelakang.

"Loh, Lita!" Tanpa sadar Daddy dari Asoka berseru dengan suara baritonnya.

Seketika Bunda yang mendengar suara yang cukup familiar itu segera menatap ke lawan bicaranya, "Mas Sultan." raut wajah Bunda tidak kalah terkejutnya.

"Eh, Daddy kenal sama Tante Lita?"  Bukan tanpa sebab Asoka bertanya seperti itu karena Dia melihat gelagat berbeda dari Daddy nya tersebut.

Namun Daddy tidak mengindahkannya, Dia memilih menatap tajam Bunda di depannya tanpa sadar senyum smirk terbit dari bibir nya.

"Apa dunia ini sangat sempit sampai kita dipertemukan kembali, Lita," kata Daddy sembari memainkan bulu-bulu halus di dagunya yang tumbuh di sekitar rahangnya menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan.

"Coba kamu jelaskan kenapa keluarga Bramasta ada disini," sergah Bunda Lita Dia tunjukkan ke Riri yang berada di sampingnya sembari telunjuk tangan nya mengarah ke Daddy Asoka.

Namun Riri seakan membisu, mulutnya seakan di lem sangat susah untuk dibuka. Disaat seperti ini Bagas tidak mungkin berdiam diri Dia mencoba menenangkan Bunda disampingnya yang kemungkinan akan tersulut emosi dan sekaligus menyadarkan Riri karena Bagas tahu Riri sedang bingung dengan apa yang Dia saksikan.

"Bunda, sudahlah. Ingat jaga kesehatan Bunda," ucap Bagas sembari mengelus punggung Bundanya dengan lembut yang sukses membuat emosinya sedikit mereda.

Dengan angkuh Daddy berdiri dari duduknya dan berjalan perlahan menghampiri Bunda sembari mulutnya bersiap untuk melancarkan kata-kata racun yang membuat Bunda terpancing emosi.

"Jadi ini calon besanku," ejek Daddy sembari tersenyum miring.

Plakkk... 

Sebuah tamparan keras sukses dilayangkan dari Bunda yang sebelumnya Dia bangkit dari duduknya, terlihat bekas cap lima jari terukir di pipi brewok Daddy yang lambat laun memerah.

Asoka yang melihat itu langsung menganga sementara Riri spontan menutup mulutnya melihat aksi bar-bar Bundanya yang baru Dia tahu ini.

"Aku tidak sudi mempunyai besan sepertimu, Mas. Bahkan jika anak mu satu-satunya laki-laki di dunia ini. Lebih baik anakku menjadi perawan tua daripada menikahkan dengan anakmu," tegas Bunda dengan nafas memburu sembari menatap tajam ke Pria didepannya.

"Riri, bawa Bunda masuk ke kamar sekarang," titah Bagas namun Riri seakan mematung ditempat, "RIRI!" Seketika Riri tersadarkan dan segera menuntun Bunda masuk ke kamarnya.

Walaupun Bunda awalnya terus menolak untuk masuk ke kamarnya namun dengan bujukan Riri Bunda mengiyakan ajakan anaknya tersebut.

Tanpa malu Daddy tertawa terbahak-bahak setelah diperlakukan seperti itu, mungkin tamparan itu tidak cukup keras dibandingkan dengan hatinya.

"Dengan segala hormat, saya mohon maaf atas kejadian ini dan mohon untuk kalian segera angkat kaki dari rumah kami," tegas Bagas dan ekor matanya teralihkan untuk melirik kearah Asoka, "Dan untuk kamu jangan coba-coba memulai hubungan dengan adik saya lagi tanpa kecuali." Asoka yang mendengar itu pun hendak membela namun dicegah oleh Mommy.

"Tanpa disuruh pun saya akan pergi dari sini," ucap Daddy dengan nada mengejek, "Saya disini hanya buang-buang waktu saja." Tanpa permisi Daddy melenggang pergi dari kediaman keluarga Riri disusul dengan Mommy dan Asoka mengekori dari belakang.

Dengan nafas memburu Asoka mengejar langkah kaki Daddy didepannya, "Daddy, jelaskan apa yang sebenarnya terjadi!"

"Asoka, kita bicarakan di rumah saja ya sayang," ajak Mommy kepada anak sulungnya tersebut yang tengah menahan amarah.

Dengan terpaksa Asoka mengiyakan ajakan Mommy nya tersebut dengan perasaan yang dongkol. 

Disepanjang perjalanannya Asoka terdiam sembari menatap kosong ke jendela mobil disampingnya. Dia meratapi nasibnya yang tinggal selangkah lagi Dia mendapati pujaan hatinya. Namun harapannya seakan sirna.

*****

Asoka POV's

Sesampainya kami di rumah, Aku langsung menagih penjelasan ke Daddy ataupun Mommy terkait batalnya lamaran pernikahanku. Kebetulan kami sedang berkumpul di ruang keluarga.

"Daddy," panggilku ke arah Daddy yang berada didepanku.

Daddy hanya melirik sekilas setelah itu Dia fokuskan kembali melihat benda pipih di genggamannya, "Jika kamu ingin membahas wanita itu. Daddy tidak akan menjawabnya. Hanya buang-buang waktu saja."

"Dad, Aku tidak peduli dengan masalah kalian. Tapi tolong jangan libatkan kami bersama masalah kalian," jelasku sembari menatap nanar Daddy.

Setelah aku menjelaskan itu semua, kulihat mulut Daddy masih merapat seakan tidak ada niatan untuk menjawab.

"DADDY!" Aku cukup geram dengan kelakuan Daddy yang sampai detik ini masih bungkam atas kejadian di rumah Riri.

"Dari awal sudah Daddy katakan untuk tidak berhubungan dengan Wanita rendahan itu," kata Daddy dengan angkuh, "Tapi kamu selalu bersikeras ingin menjalin hubungan bersama Dia."

"Cukup, Dad. Untuk sekali dua kali aku akan diam disaat Daddy berkata seperti itu namun untuk kali ini jangan harap aku akan diam," ancamku namun kulihat Daddy langsung tertawa kecil disana.

"Apa istimewanya wanita itu dimatamu!" Daddy berseru sembari tidak habis-habisnya Dia tertawa, "Sampai kamu terus membela Dia."

Disaat aku akan menjawabnya tiba-tiba Mommy menghampiriku, yang aku pastikan Mommy berusaha untuk meleraikan perdebatanku dengan Daddy.

"Asoka sayang, sudahlah. Mungkin Dia bukan jodohmu," kata Mommy dengan lembut sembari mengelus pucuk kepalaku.

'Apa tidak ada yang berpihak kepadaku. Daddy menentang perjodohan ini, sekarang Mommy pun ikut-ikutan menyudutkan aku.’ batinku.

Aku menatap tajam kearah Mommy, "Kalau Mommy berkata seperti itu lagi, berarti Mommy sama saja dengan Daddy."

"Mommy tidak mendukung siapapun, sayang. Mommy cuman ingin yang terbaik untukmu," ujar Mommy sembari menggenggam tanganku.

Biasanya sentuhan tangan Mommy adalah penenang hatiku namun tidak dengan sekarang sentuhan ini seakan membuatku semakin marah.

Aku langsung menepis genggaman tangan Mommy, "Terbaik untuk siapa? Untuk Mommy atau untukku." 

Mungkin wajahku sudah merah padam karena dari tadi aku disuruh untuk diam dan menahan amarahku.

"Bukan seperti itu, sayang," jawab Mommy sembari menahan lelehan air mata yang terus berdesakkan di pelupuk matanya.

"Asoka, Asoka. Wanita seperti itu diluar sana masih banyak berkeliaran dan lebih cantik dari Wanita rendahan itu," ejek Daddy dengan angkuhnya.

Mendengar perkataan itu dadaku tiba-tiba terasa sesak nafasku memburu, tanpa sadar aku menaikan suaraku satu oktaf untuk menjawab Daddy.

"Bagiku Riri lebih dari istimewa, Dad!"

Plakkk.... perih, satu rasa itu yang kini aku rasakan. Bukan Daddy yang melakukannya melainkan Mommy yang sukses membuatku terkejut.

"Cukup ASOKA BRAMASTA KUSUMA, harusnya kamu tidak berhak bicara keras seperti itu kepada kami." Kulirik sekilas dengan ekor mataku pipi Mommy sudah basah yang ku pastikan itu bekas air mata Mommy.

Awal nya aku akan menenangkan Mommy seperti biasanya. Namun untuk sekarang, rasa perhatian ku mengalahkan rasa kecewa dihatiku, sosok Mommy yang ku sayangi dan begitu hangat seakan sudah hilang. Mungkin jika Daddy yang memperlakukan ini aku bisa maklum, namun kali ini Mommy aku tidak bisa memaafkan begitu saja.

Tanpa berpikir panjang aku segera melangkah pergi dari ruangan ini percuma hanya membuat dadaku lebih sesak.

"Apa kamu masih menganggap wanita itu istimewa jika tahu keluarga merekalah yang membuat kehancuran perusahaan kita dulu." Aku yang mendengar penjelasan itupun sontak segera menunda langkahku.

"Apa," gumamku langsung melirik ke sumber suara dibelakang yang ku pastikan Daddy, "Tidak mungkin, Daddy pasti hanya mencari alasan untuk aku menjauhi mereka bukan?"

"Jika kamu tidak mempercayai Daddy, kamu bisa bertanya kebenarannya sama Mommy mu," jelas Daddy sembari melirik Mommy disampingnya dengan tatapan tajam.

Yang diberi tatapan tajam itu hanya mampu mengangguk untuk menjawabnya.

'Permainan apa lagi ini.’ pikirku.

Aku melirik kearah Mommy, Mommy hanya menatap sendu. Untuk kali ini tidak ada yang bisa aku percaya termasuk Mommy.

"Tidak mungkin," ucapku sembari berjalan mundur secara perlahan, "TIDAK, AKU TIDAK PERCAYA ITU!" Tanpa permisi aku berlari menuju kamarku yang berada di lantai tiga. Ku dengar Mommy memanggilku dari belakang namun aku tak mengindahkannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status