Share

Bab 4. KENCAN BUTA?

Tiga puluh menit kemudian ketiganya telah sampai di sebuah restoran.

Dari awal pemesanan makanan hingga makanan pertama datang dan disajikan, kakek dan nenek Ian tidak pernah muncul jadi hanya mereka bertiga di meja makan. Amber dan Nancy terus berbincang di sela-sela makan sedangkan Ian hanya diam sambil menikmati makanannya.

Namun, saat pelayan menyajikan piring buah terakhir, dia mengatakan sesuatu yang membuat semua orang terkejut. "Singkirkan!"

Pelayan itu tercengang. Amber dan Nancy langsung menghentikan perbincangan mereka dan mengalihkan pandangannya.

Ian menunjuk ke piring dengan sedikit tidak sabar. "Apa yang kamu pikirkan? Bagaimana bisa memberikan sajian buah yang sungguh jelek?"

Sang pelayan, Amber dan Nancy, ketiganya secara bersamaan langsung melihat ke piring. Sejujurnya, piring buah dihias sangat indah dengan hati-hati dan presisi.

Piring itu terdiri dari setengah buah melon yang diukir dalam bentuk bunga yang kemudian diisi dengan berbagai buah-buahan yang beragam. Bagi kebanyakan orang itu adalah karya seni alami.

Namun, Amber dengan cepat menyadari bahwa di piring itu ada tomat ceri yang letaknya miring, kemungkinan itu alasan ketidaksukaan Ian.

Amber memperkirakan pria ini menderita OCD yang sangat serius.

Sedangkan Nancy yang sepertinya tahu kondisi Ian tampak tidak mempermasalahkan yang terjadi. Dia menganggap perilakunya biasa saja kemudian melambai pada pelayan sambil tersenyum. "Ambil itu, ya."

Setelah berkata kepada pelayan, seolah-olah tidak ada yang terjadi, dia menoleh ke Amber. "Teruskan bicara tentang pasien yang tadi kamu ceritakan."

Amber pun lanjut bercerita, "Keluarganya mengundang medium roh untuk membersihkan semua hantu dari rumah mereka, mengklaim bahwa dia pasti kerasukan.

Selama ritual, gadis itu sangat ketakutan dan dalam kepanikannya secara tidak sengaja membunuh neneknya. Ketika saya melihatnya selama seharian, kondisinya sudah mencapai kondisi yang sangat parah. Dia sangat percaya bahwa seseorang telah memenggal kepalanya dan dia adalah mayat tanpa kepala."

Ian langsung mengalihkan pandangannya ke Amber setelah Amber menyelesaikan kalimat terakhir ceritanya dan itu mungkin pertama kalinya Ian menatap Amber secara langsung setelah mengomentari lesung pipitnya.

Amber tadi sedang berbicara tentang salah satu pasien yang saat ini dalam perawatannya. Satu pasien dengan kasus serius sindrom Cotard atau yang dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai sindrom mayat berjalan.

Nancy menjawab, "Ini benar-benar kasus klasik sindrom Cotard. Penyakit yang sangat langka, lalu bagaimana rencana kamu untuk mengatasinya?"

Namun, sebelum Amber menjawab terdengar ponsel Nancy berdering. Setelah panggilan telepon tersebut diterima, Amber mendengar Nancy mengucapkan beberapa patah kata di telepon.

Setelah selesai berbicara di telepon, Nancy berkata, "Sesuatu yang mendesak muncul di kantor, aku harus pergi." Kemudian dia meraih tasnya, berdiri dan bersiap pergi.

Melihat Nancy berdiri dan hendak pergi, Amber pun ikut berdiri. "Biarkan aku yang mengantarmu kembali."

Sebagai seorang dokter, selalu ada situasi yang darurat dan tidak terduga, terutama di bagian psikiatri—ketika penyakit pasien berkobar, kebanyakan orang tidak akan mampu menanganinya.

Amber tidak mempermasalahkan oleh kepergian Nancy yang tiba-tiba dan mengganggu acara makan bersama mereka. Amber hanya memikirkan bagaimana caranya dia bisa membantu.

Namun, Nancy menghentikannya. "Tidak perlu mengantarku. Asistenku akan datang menjemputku dan sudah ada cukup banyak orang di tempat kejadian. Kamu harus tinggal di sini dan menikmati makanan enak bersama Ian."

Setelah itu Nancy melihat ke arah Ian. "Kamu akan membantuku menjaga Amber, 'kan?"

Ian dengan acuh tak acuh seperti biasa menjawab, "Tentu saja."

Nancy tersenyum dan menepuk tangan Amber. Tak lama, asisten Nancy telah tiba dan Amber mengantarnya ke pintu. Pada saat dia kembali, Ian sudah meletakkan peralatan makannya.

"Apakah kamu kenyang?" tanya Amber.

Ian mengangguk.

Kemudian Amber mengambil jaketnya yang tersampir di kursi terdekat. "Kalau begitu, ayo pergi juga."

Dia terus memikirkan apa yang Nancy sebutkan. Biasanya, pasien yang bisa membuat khawatir gurunya adalah pasien yang cukup luar biasa dan dia sangat ingin mengamati gurunya beraksi.

Namun, Ian tidak bergerak. Tatapannya yang jauh, seolah tertutup lapisan es tipis, mendarat di wajahnya. "Sepertinya kamu benar-benar tidak sadar." Dia mencibir. "Apakah kamu pikir gurumu benar-benar dalam keadaan darurat? Atau mengapa kakek nenek saya mengatakan bahwa mereka akan datang, tetapi tidak pernah muncul?”

"Apa maksudmu?" tanya Amber tidak mengerti.

"Tindakan mereka semua direncanakan."

"Direncanakan?"

Ian menatapnya dan tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya, “Bagaimana kamu bisa menjadi psikiater? Ini adalah kencan buta yang disamarkan. Bagaimana mungkin kamu benar-benar tidak paham?”

Seketika Amber kehilangan kata-kata. Tidak lama kemudian dia terbatuk keras untuk memecahkan kecanggungan. "Em, aku tidak tahu."

Dia berpikir bahwa alasan di balik gurunya memperkenalkan Ian kepadanya adalah untuk sesuatu yang penting, seperti membantunya mengumpulkan dana untuk penelitian yang sedang dia kerjakan.

Wajah Ian masih tetap tanpa ekspresi dan Amber merasa sedikit malu. "Maaf, aku benar-benar tidak menyadari rencana Profesor Nancy."

Nancy telah melajang sepanjang hidupnya jadi Amber tidak pernah menyangka kalau dia akan mencoba menjadi mak comblang untuknya.

Ian mendengkus ringan.

"Tidak apa-apa." Buku-buku jarinya mengetuk meja saat dia melanjutkan, "Kamu masih belum menyebutkan bagaimana kamu berencana untuk menangani pasienmu itu."

Sepertinya Ian benar-benar tertarik dengan topik pembicaraan Amber tadi.

Amber berpikir sebentar, lalu duduk lagi dan mulai menguraikan rencana kasarnya. "Pasien yang menderita sindrom Cotard umumnya menemukan interaksi sosial yang sulit, tetapi seringkali dapat menjadi ahli dalam bidang minat pribadi mereka.

Aku ingin dia mulai melakukan aktivitas yang menarik secara pribadi. Dengan begitu, dia bisa membenamkan dirinya dalam fantasinya dan aku perlahan bisa membantunya menerima kenyataan menggunakan fantasinya sebagai media."

"Aku membayangkan kalau kamu akan mulai tindakan dengan menahannya atau menguncinya."

"Aku tidak akan melakukannya kecuali itu benar-benar diperlukan. Aku tidak mendukung cara yang membuat pasien dibatasi secara umum."

"Seberapa yakin kamu akan menyembuhkannya?"

"Dokter hanya bisa sepenuhnya percaya pada pasien yang bertekad kuat untuk menjadi lebih baik."

Ian terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya bertanya lagi kepada Amber, "Lalu ... maukah kamu tidur dengan salah satu pasienmu?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status