Share

Bab 5. PASANGANKU

"Lalu ... maukah kamu tidur dengan salah satu pasienmu?"

"Apa?" Amber tidak mengerti.

Nada bicara Ian sama hangatnya seperti sedang mendiskusikan cuaca. "Bagaimana jika kamu secara tidak sengaja tidur dengan pasienmu?"

Amber tertawa. "Itu tidak mungkin."

"Tapi bagaimana jika itu terjadi?" Ian bersikeras terhadap hal itu dan menatapnya dengan seksama. "Apakah kamu akan terus merawatnya?"

Amber tidak dapat mengikuti logikanya dan masih bingung bagaimana topik pembicaraan tiba-tiba berubah dari seorang pasien yang menderita sindrom Cotard menjadi seorang pasien yang tidur dengan dokter mereka, tapi dia bisa melihat jawaban seperti apa yang diinginkan oleh Ian jadi dia menjawab, "Tidak."

Ian akhirnya tertawa ringan.

Ini adalah pertama kalinya Amber melihatnya tertawa. Bibirnya sedikit melengkung ke atas dan matanya tanpa rasa hangat, tetapi penampilannya memiliki kesejukan yang tak terduga.

Setelah itu, Amber melanjutkan makan malam yang sempat tertunda dengan sabar. Perilaku Ian tampak mirip dengan robot dengan rutinitas yang telah diprogram sebelumnya. Dia tidak akan melakukan hal lain sebelum menyelesaikan tugas yang diberikan.

Misalnya, sehubungan dengan kencan buta yang tampaknya tidak terduga bagi Amber, Ian malah tampak bertekad untuk mencentang semua kotak.

Setelah keduanya selesai makan. Mereka meninggalkan restoran, Ian berkata, "Jadwal berikutnya adalah menonton film, berjalan-jalan atau minum di bar. Yang mana yang ingin kamu lakukan?"

Nada bicaranya membuat sudut bibir Amber berkedut. "Bisakah aku melewatkan semua aktivitas itu?"

"Kalau begitu ayo kita minum." Nada bicaranya yang sebenarnya sudah membuat keputusan untuknya. Sambil menjentikkan jarinya, Ian memberi tanda pada taksi yang mendekat untuk berhenti. Dia membuka pintu, menunggu Amber masuk.

"Serangkaian tindakan ini benar-benar sangat teratur," kata Amber dalam hati.

Sebenarnya Amber merasa ragu-ragu saat beberapa detik sebelum masuk ke taksi. Dia membayangkan sejenak keadaan, lalu menganggap tindakannya sebagai profesionalitas kerja seorang dokter. Tindakan Ian penuh dengan keanehan dan keanehan semacam itu membuat para psikiater hampir tertarik secara naluriah.

***

Meskipun mengatakan bahwa mereka akan pergi ke bar untuk minum, Ian malah membawa Amber ke La Marquesina—sebuah klub malam lokal yang terkenal. Sepanjang perjalanan, Ian terlihat sedang berbicara di telepon, dia seperti mengundang orang-orang jadi pada saat mereka tiba, ruang VIP yang mereka tuju sudah terisi penuh.

Melihat kedatangan Ian dan Amber, semua orang yang berada dalam ruangan langsung berdiri dan menyapa Ian.

Beberapa orang ada yang memanggilnya direktur Axton, beberapa sebagai pimpinan dan beberapa lagi seperti Nancy memanggil dengan nama langsung.

Setelah menyapa Ian, tanpa kecuali semua orang memperhatikan Amber yang berdiri di belakang Ian. Seseorang yang tampaknya mempunyai hubungan yang dekat dengan Ian bahkan langsung bertanya, "Siapa wanita muda ini?"

"Pasanganku."

Seketika ruangan menjadi sunyi dan Amber pun hampir tersandung kakinya sendiri. Ya, dia tersandung dan untuk mendapatkan kembali keseimbangannya dia meraih lengan baju Ian untuk dijadikan pegangannya.

Jari-jari Amber bahkan secara tidak sengaja menyentuh tangannya dan kehangatan kulitnya menyebabkan jantungnya berdetak kencang.

Saat dia mengangkat kepalanya, dia melihat bahwa pandangan semua orang terfokus pada tangannya yang masih memegangi lengan baju Ian.

Jari-jarinya cantik dan halus, tetapi siapa yang tahu apakah tuan Axton yang germofobia* tiba-tiba menjadi marah dan memotong tangannya.

Amber yang merasa sedikit tidak nyaman dengan semua perhatian itu diam-diam menarik tangannya, menepuk pelan lengan baju Ian dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa.

"Maaf, Tuan Axton hanya bercanda. Nama saya Amber dan saya seorang dokter." Amber memperkenalkan diri di depan semua orang.

Ian tidak menghentikannya, hanya menatap Amber sekali sebelum melepas jasnya.

Ruangan itu sedikit hangat. Sementara itu, Amber berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa perilaku Ian bukan karena dia membencinya yang telah mengkusutkan lengan jasnya.

Ian melepas jasnya kemudian langsung melemparkan jas itu ke arah Amber dan berkata. "Kembalikan kepadaku setelah kamu mencucinya."

Amber terdiam sekali lagi. Dalam benaknya mengatakan, "Apakah ini bentuk germofobia selektif? Di mana dia bisa makan siang di luar, tapi tidak tahan dengan sentuhan orang lain?"

Ian berbalik dan berjalan menuju sofa saat Amber tengah sibuk mendiagnosis di benaknya.

Pria yang tadinya bertanya tentang siapa dirinya tersenyum padanya. "Hai, dokter, saya Ansell, salah satu teman Ian."

Amber mengangguk padanya. "Senang bertemu denganmu."

"Ayo duduk di sini." Pria bernama Ansell membawa Amber ke sofa, tepat di sebelah Ian. Namun, kali ini Amber memastikan untuk menjauh sejauh mungkin darinya.

Suasana di ruang VIP dengan cepat kembali gaduh, para pria dan wanita berkumpul bersama saat mereka bernyanyi karaoke.

Di sebelah Amber, Ansell bertanya kepada Ian. "Ian, apa yang ingin kamu mainkan malam ini?"

Ian duduk di sofa sambil memandangi orang-orang yang bernyanyi dengan ekspresi angkuh di wajahnya. Dia menunjuk ke arah Amber dan berkata, "Terserah, selama kamu menjaganya."

Ansell tersenyum. "Apakah kamu mencoba membiarkan pasanganmu melihat seperti apa duniamu?"

Ian mengulangi. "Apa pun oke."

Ansell masih tersenyum, lalu menoleh ke arah Amber. "Mau main apa, dok?"

Amber sebenarnya tidak ingin memainkan apapun. Dia tidak suka berpesta dan hampir tidak pernah berpikir untuk minum, pergi ke bar atau bernyanyi karaoke, tapi karena dia sudah ada di sini, ketika Ansell bertanya padanya, dia juga menjawab, "Apa saja boleh, semuanya tidak masalah."

Jawaban Amber itu benar-benar ceroboh dan merupakan sesuatu yang akan dia sesali berkali-kali di masa depan, tapi apa daya dia tidak punya pilihan lain. Jawaban terburuk miliknya telah terlontarkan.

Ansell dan sekelompok orang yang di ruangan mulai untuk memainkan permainan sederhana menebak dadu dengannya. Bagi Amber itu bukanlah sesuatu yang menantang, tetapi sebenarnya poin terpenting adalah dia belum pernah bermain sebelumnya.

Itu artinya bahwa sebelum dia dapat sepenuhnya memahami trik di balik permainan tersebut, dia telah kalah dan kemudian dipaksa untuk minum alkohol.

Minuman alkohol yang dipesan terdiri dari campuran berbagai minuman, penampakan warnanya semakin menarik saat tersaji di gelas kristal. Sebelumnya, Amber tidak pernah meminum minuman keras apapun kecuali bir, dia adalah gadis yang rajin dan patuh.

Amber tidak tahu seberapa kuat minuman beralkohol yang mereka pesan. Dia tidak terlalu memikirkannya karena pada saat melihat penampilan minuman yang cantik jadi dia tertarik dan langsung menenggaknya dalam satu tegukan.

Tanpa menunggu lama kemudian, dia pingsan. Ya, Amber pingsan seketika, tepat setelah dia menghabiskan tetes terakhir minuman beralkoholnya. Kemudian dia terbangun di dalam kamar bersama dengan Ian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status