Share

Pengaruh Saka

    Sejak Saka mengantarkan Shana ke rumah hingga membuat geger keluarga Sabana lantaran mamanya menyebarkan berita kedatangan Saka pada papa dan Arka. Perempuan kesayangan Shana itu tak segan menambah bumbu penyedap agar informasi tentang Saka semakin sedap untuk dilahap. Para om dan tantenya tak ketinggalan menjadi pendengar dan supporter dadakan saat diceritakannya sosok Saka. 

    "Kak, kamu beneran ya harus bawa Saka ke rumah. Mama nggak mau tahu, pokoknya," desak Sania pada anaknya yang sedang menguyah keripik kentang seraya duduk nyaman di atas sofa. 

    "Iya Kak. Papa juga mau ketemu. Mama kamu nggak berhenti-berhenti cerita tuh anak." Ardi ikut menimpali ucapan istrinya meskipun sedang fokus pada layar bermain playstation. 

    "Loh dek, kamu mainnya jangan barbar dong," selorohnya kemudian pada Arka.  

    Arka berdecak. "Ck. Apanya yang barbar sih, pa? Ini papa doang yang lemah pakai bawa aku segala," tukasnya membela diri. 

    Sania menggelengkan kepala melihat tingkah kedua lelaki yang disayanginya. "Udah dulu mainnya. Ini buahnya udah mama potong, yuk makan dulu. Kamu juga, Kak. Handphone-nya simpan dulu, kalau lagi family time tuh mbok ya nggak usah ngerjain hal lain."

    "Iya, Mama cantik." Shana menggoda mamanya dengan kerlingan mata. Sementara Ardi dan Arka serempak meletakkan stik saat dilihatnya game over tertera di layar. Dua lelaki berbeda generasi itu teriak saling menyalahkan sebelum Sania menghentikan keduanya.

    "Jadi Saka gimana, Kak?" tanya Sania kembali saat putri semata wayangnya tak terlihat ingin membahas sosok lelaki yang datang semalam. 

    Shana bergeming tidak berniat menjawab. "Kak, itu mama kamu nanya dijawab dong," peringat Ardi seraya menusuk sepotong semangka merah. 

    "Apanya yang gimana? Kan aku udah bilang dia cuman kenalan. Nggak dekat-dekat amat juga kok," jelas Shana pada akhirnya 

    "Masa sih? Kok dia kelihatan khawatir gitu?" Sania mengernyitkan alis tidak setuju. 

    "Kenapa nggak boleh khawatir juga sih, Ma? Dia terkenal baik sih katanya. Nana juga bilang gitu."

    "Pokoknya mama suka sama Saka. Kamu bawa dia ke rumah lagi lah, Sha."

    "Nggak bisa. Aku nggak dekat sama dia," bela Shana malas. Sania akan kembali membuka mulut tetapi Arka menginterupsinya dengan wajah polos. 

    "Saka ini yang sekarang lagi chat sama kakak, kan?" Arka mengangkat ponsel Shana seraya memperlihatkan room chat kakaknya pada papanya. 

    Ardi tertarik ingin melihat lebih jauh tetapi kalah gesit dari tangan Shana yang mengambil kembali ponselnya disertai dengan pekikan. "Yaak ... Arka! Ngapain ambil hp orang sembarangan he!"  

    "Lah? Apanya sembarangan, sih? Saka yang itu kan? Ma, kakak sama si Saka udah saling chattingan coba," adu Arka pada Sania dibalas kerlingan menggoda. Arka sampai dibuat terbahak melihat tingkah mama cantiknya. 

    "Apaan sih. Itu Saka cuma nanya kabar. Tahu ah, aku mau masuk kamar aja," tukas Shana kesal lalu bangkit dari sofa dengan tergesa. Sementara kedua orang tua dan adiknya sengaja tidak merespon. Ketiga orang itu hanya saling pandang penuh maksud. 

    Memang benar malam yang sama saat lelaki itu mengantarkan Shana ke rumah. Selang setengah jam kemudian, lelaki itu menghubunginya lewat pesan menanyakan kabar setelah menjelaskan meminta nomernya pada Kiana. Namun Shana baru membuka dan membalasnya keesokan harinya setelah nyeri yang dirasa sedikit mendingan. Tentu saja ia kaget. Namun sebisa mungkin tidak bersikap berlebihan. 

    Shana sebisa mungkin menekan perasaan yang terasa akan membuncah karena pesan singkat Saka. Ia harus mengontrol diri agar tetap terlihat selayaknya perempuan elegan dibanding mudah meleleh sebab perlakuan lelaki. Toh keduanya hanya sebatas kenalan, 'kan. Atau mungkin ia menginginkan lebih, ya? 

    **

    Hari Senin yang terasa masih merenggut kebahagiaan liburnya memaksa Shana mau tidak mau segera bergegas kembali bekerja kalau ia tidak ingin mendapat catatan buruk akan kinerjanya. Terhitung sejak Saka yang mengantarkannya pada Jumat lalu disertai sikap lelaki itu yang sampai hari ini masih menghubunginya. 

    Hubungan keduanya sekarang semakin dekat. Bukan dekat selayaknya Saka dan Kiana. Shana rasa hubungannya dengan owner cafe itu berkembang ke arah pertemanan biasa. Ia berusaha untuk tidak mudah menyertakan perasaan. Tahu betul pesan Saka hanya ditulisnya dengan jari sedang Shana membacanya dengan hati. Aduh, ia benar-benar perlu mengontrol hati dan intensitas chattingan mereka.

     Namun hari ini selepas pulang kantor ia dan Saka sudah janjian untuk bertemu. Katanya ada oleh-oleh untuk Shana yang dibawanya dari Solo. Lelaki itu bertolak ke sana saat Sabtu pagi dan sempat mengatakan alasannya membuat Shana menahan diri agar tidak merona.

    Awalnya Saka mengajak Shana untuk makan malam bersama tetapi ditolaknya karena mereka belum terlalu dekat. Jadi ia putuskan saja di cafe Saka sekalian dirinya menjemput Kiana yang akan kembali menginap di rumahnya. Gadis tomboi itu kembali terlihat dalam peredaran seberes ke luar kota untuk liputan. 

    "Loh Sha, tumben nih sumringah banget kelihatannya. Padahal kalau hari senin muka udah ditekuk, mood anjlok," cetus Katrin saat dilihatnya Shana yang masuk ke ruangan divisi PR dengan wajah cerah dan senyum manisnya. 

    "Masa, sih?" beo Shana seraya memegang wajahnya. Indah, salah satu staff PR seangkatan dengan Rena juga ikut berkomentar. "Iya lho, Mbak. Lagi bahagia ya? Auranya sampai sini soalnya." 

    Gadis berkaca mata itu menyorot Shana dengan kerlingan membuat Shana memasang muka malas. "Apa sih, Indah. Saya tiap hari bahagia, ya."

    "Iya deh, Mbak cantik. Saya manut aja." 

    Katrin menggeleng pelan melihat junior bimbingannya. Gadis berambut pirang itu lalu menarik Shana mendekat. Setelah dilihatnya Indah sedang sibuk dengan dokumen di kubikelnya. Katrin berbisik pelan pada koleganya. "Sha, si Rena hari ini nggak ada kabar. Kamu apain tuh waktu hari kamis?" 

    Shana mengernyit mendengarnya. Memangnya apa yang sudah ia perbuat? Dan relevansi ketidakhadiran seseorang dalam bekerja dengan dirinya apa? 

    "Hah? Emang aku apain deh," tukas Shana mencoba menjauh. 

    "Tunggu dulu, jangan pergi dulu ih," seloroh Katrin cepat dan menarik Shana agar tetap mendekat. 

    "Kamu mau makan gaji buta, Kat? Pagi-pagi udah ajakin gosip."

    "Dih, kata-kata Rena banget, tuh," balas Katrin menahan tawa disusul Shana yang ikut terkikik. 

    "Udah ah, ini aku beneran lho Sha. Si Rena kamu apain emang kemarin? Kok dia jadi beda gitu, sih." Katrin menghela napas dan terlihat sedang berpikir. 

    Shana mengangkat bahu tanda tidak tahu. "Aku nggak tahu. Nggak usah mikir kejauhan. Aku kemarin sama dia kayak biasa sebagai seorang senior. It's not a big deal. Nggak usah over thingking, Kat. Jangan terlalu mengurusi hidup orang ah, nggak baik," tukasnya lalu segera berlalu. 

    Selang dua menit Shana berada di kubikelnya. Ponsel berlogo apel digigit itu bergetar dalam genggaman. Shana mengulas senyum tipis saat tertera nama Saka di sana. Senin kali ini sepertinya menjadi senin menyenangkan pertama bagi Shana. Katrin benar, sejak pagi hati Shana tak berhenti menghangat. 

Semangat kerja, Sha. Have a good day -Saka-

     

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status