"Bagaimana keadaan istriku Dok?" tanya Marc dengan nada khawatir.Sebelum membuka mulut, Dokter terlebih dahulu menghela napas. Bagaimana tidak? Bayi dalam kandungan Amira tidak bisa diselamatkan, wanita cantik itu harus segera dioperasi walaupun keadaannya saat ini belum sadarkan diri.Kepala Marc refleks tertunduk setelah mendengar ucapan dokter, ia mengeratkan gigi dan mengepalkan kelima jari panjangnya. Walupun bayi dalam kandungan Amira bukanlah anaknya! Tapi Marc merasa sedih dan kecewa.Begitu juga dengan Marcell, pria tampan itu mendaratkan bokongnya di atas kursi dengan kasar. Kesempatannya untuk memiliki keturunan kini musnah, Marcell benar-benar menyesal atas tindakannya. Jika dia tidak menarik tangan Amira, semua ini tidak akan terjadi.Berbeda dengan Karra dan Caterina, keduanya bersorak ria di dalam hati masing-masing. Sebelum mereka bertindak bayi malang itu sudah tiada, kini hanya menunggu giliran ibunya yaitu Amira."Ya sabar ya Marc." Karra mengelus lengan Marc, ia s
Satu Minggu telah berlalu, kondisi Amira sudah semakin membaik hanya saja ia belum bisa banyak bergerak dan melakukan aktivitas. Semenjak kembali ke kediaman Louis, Amira tidak banyak bicara, sifatnya berubah 50 persen. Suara ketukan pintu menyadarkan wanita cantik itu dari khayalan, "Masuk.""Permisi Nyonya." Hanum menjulurkan kepala dari balik pintu, sambil membawa sebuah nampan di tangannya.Wanita paruh baya itu melangkah menghampiri Amira yang duduk di atas tempat tidur, ia menaruh nampan di atas meja kecil yang terletak di samping ranjang, lalu mendaratkan bokongnya di sisi tempat tidur."Nyonya makan dulu ya?" ucap Hanum dengan lembut, seraya membujuk."Aku belum lapar Bi," tolak Amira dengan ekspresi datar.Tentu dia tidak lapar, pikirannya sampai saat ini masih kacau balau. Apa yang ia perjuangkan satu persatu pergi meninggalkannya, ia rela menjual kehormatannya demi mendapatkan uang untuk biaya pengobatan Jordan, tapi Jordan justru meninggalkannya. Ia juga rela menikah diat
"Aku dan Amira sudah saling mengenal, tapi kami tidak memiliki hubungan apapun. Hanya saja...." Marcell terdiam, ia tidak melanjutkan kata-katanya.Marc menyipitkan mata, "Hanya saja, apa?" desaknya."Hanya saja Amira langsung mengandung," jawab Marcell dengan nada bergetar.Marc refleks mengepalkan kelima jari tangannya, melayangkan satu pukulan di wajah tampan Marcell."Amira jelas-jelas hamil, tapi kamu masih mengatakan tidak ada hubungan diantara kalian," sentak Marc, bahkan seluruh tubuhnya gemetar karena emosi."Kakak harus dengar penjelasanku dulu," ucap Marcell dengan lembut.Walaupun sudut bibirnya sudah mengeluarkan cairan merah! Tapi Marcell tidak sedikitpun marah atau kesal kepada Marc."Semuanya sudah cukup jelas Marcell, tidak ada lagi yang perlu kamu jelaskan. Kamu laki-laki yang tidak bertanggungjawab, kamu seperti orang asing, jauh berbeda denganku dan almarhum papah." Marc benar-benar marah.Ia tak menyangka, pria bajingan yang sudah menghamili Amira adalah adiknya s
Setibanya di hotel, Bagus membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Sebab Marc sudah memberinya satu kunci."Silahkan masuk Nyonya," ucap Bagus dengan lembut dan sopan.Sementara di dalam ruangan tidak ada orang, namun dari arah kamar mandi terdengar suara air. Sudah bisa dipastikan jika Marc sedang membersihkan tubuhnya di dalam sana.Sambil menunggu Marc ke luar dari kamar mandi, Amira merapikan tempat tidur Marc yang sedikit berantakan, sedangkan Bagus sudah pergi dan menunggu di parkiran.Setelah 27 menit berlalu, akhirnya pintu kamar mandi terbuka. Amira refleks berteriak melihat Marc ke luar tanpa mengenakan handuk, pria tampan itu polos tanpa sehelai benang."Aoow...."Mendengar teriakan Amira, Marc pun ikut berteriak karena terkejut. Ia kembali ke kamar mandi untuk meraih handuk, lalu melilitkannya di pinggang untuk menutupi area kejantanannya."Kamu kenapa ada di sini?" tanya Marc setelah ke luar dari kamar mandi."Kita harus bicara Mas," jawab Amira."Kita bisa bicara
Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat, hari yang ditunggu kini telah tiba. Saat ini Amira sedang bersiap-siap untuk berangkat ke kantor pengadilan agama.Rencana perceraian itupun sudah diketahui seluruh penghuni kediaman Louis, tentu Caterina sangat bahagia. Bahkan ia sudah tidak sabar lagi agar segera ketuk palu.Amira meraih ponsel dari atas meja rias lalu menghubungi Marc. karena akhir-akhir ini Marc jarang kembali ke kediaman Louis, ia datang saat ada perlunya saja. Bisa dikatakan Marc dan Amira tidak pernah lagi satu kamar atau tidur bersama, hal itu karena permintaan Amira.Wanita cantik itu sengaja membuat jarak diantara mereka, itu semua ia lakukan agar cintanya kepada Marc tidak semakin mekar, yang akan mempersulitnya untuk berpisah dengan pria tampan itu."Mas di mana? Aku udah siap," ucap Amira setelah sambungan teleponnya terhubung."Aku masih di hotel, tapi aku sudah meminta pak Bagus untuk menjemputmu," sahut dari seberang sana."Baiklah." Amira memutuskan sambungan t
Mata wanita cantik itu seketika membulat, seluruh tubuhnya gemetar, kepalanya menggeleng sambil menatap benda kecil yang ada di tangannya. Garis dua berwarna merah itu membuat tubuhnya tak berdaya sehingga terperosok ke lantai."Ya Tuhan, ini tidak mungkin," ucapnya dengan rasa tak percaya.Tentu sulit untuk dipercaya! Dosa yang ia lakukan satu kali itu membuat rahimnya terisi janin, benar-benar di luar dugaan. Ia menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan mata, berusaha menenangkan diri lalu bangkit dari lantai. Bagaimana pun ia harus memberitahu tentang kehamilannya kepada pria itu."Permisi Mam," ucapnya sambil menjulurkan kepala dari balik pintu yang tak tertutup rapat.Wanita yang tengah duduk di kursi goyang, refleks memutar mata ke arah datangnya suara."Eh Amira, silahkan masuk," ucapnya.Iya, wanita cantik itu adalah Amira yang saat ini baru berusia 19 tahun. Ia terpaksa bekerja di sebuah kelap malam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari."Maaf, aku sudah mengganggu waktu is
Amira yang tak biasa meminum alkohol, lantas merasa kepalanya pusing. Dua gelas Wine sudah membuat kesadarannya hilang dan pandangannya buram."Om, aku ke kamar mandi dulu ya?" ucap Amira sambil memijat kening dengan jarinya.Amira baru saja bangkit dari tempatnya, tiba-tiba tubuhnya terperosok hingga terjatuh di atas pangkuan pria itu."Ma...ma...maaf Om," ucap Amira dengan nada khas mabuk.Ia berusaha bangkit, tetapi tenaganya tidak cukup untuk berdiri sendiri. Akhirnya pria itu membantunya bangkit lalu menuntunnya untuk duduk, seketika itu juga Amira tertidur pulas. Saat terbangun, ia sudah berada di tempat yang berbeda."Aw...." rintih Amira saat bangkit dari tidurnya sambil memijit keningnya yang masih terasa pusing."Kamu sudah bangun?"Amira refleks memutar kepala, seorang pria duduk di sofa yang terletak di samping tempat tidur. Pria itu terlihat sedang memainkan ponsel dengan berpakaian rapi."Om, Om....""Jangan berpikir aku menyentuhmu," sela pria itu yang membuat Amira tid
Tak lama kemudian mobil mewah itupun memasuki sebuah gerbang. Jantung Amira seketika berdegup kencang menatap bangunan tinggi berlantai tiga, bahkan seluruh jari tangannya tiba-tiba dingin dan berkeringat."Bagus, apa yang kamu ketahui dan kamu dengar! Cukup sampai di sini, apa kamu paham," ucap Marc setelah mobil berhenti, kepada sopir pribadinya."Baik Tuan, aku mengerti," sahut pria yang panggil Bagus itu.Ia segera turun dari mobil, bergegas membukakan pintu untuk Marc dan Amira."Ayo," ajak Marc kepada Amira yang masih berdiri di dekat pintu mobil."A...a...aku pulang aja Om." Amira benar-benar gugup, nyalinya seketika menciut setelah melihat kediaman Louis.Marc menghela napas, ia melangkah menghampiri Amira, menarik tangan wanita cantik itu lalu membawanya masuk ke dalam rumah. Setibanya di pintu langkah Amira seketika terhenti, kakinya tiba-tiba sulit digerakkan saat melihat seorang wanita duduk di atas kursi roda di dekat tangga."Siapa wanita itu?" tanya wanita itu."Mamah,"