Share

Kejutan yang tak diharapkan.

Aku segera memesan taksi online begitu keluar dari kamar perawatan Mayang. Tak perlu menuggu lama, sebuah mobil berhenti setelah kami sampai di depan rumah sakit. Segera aku naik disusul Adiba setelah mengkonfirmasi pemesanan pada pak sopir.

Sepanjang perjalanan pulang aku hanya diam, nampak Adiba kebingungan dan khawatir. Mungkin dia takut akan di marahi Mas Fagan kalau sampai ketahuan jika dirinya yang mengantarku untuk bertemu Mayang.

Harusnya gadis ini tak perlu merasa takut, aku tidak akan memberitahu Mas Fagan. Aku tidak mungkin membuat Adiba terkena masalah. Dari semua kerabat dan sepupu Mas Fagan hanya Adiba yang paling dekat denganku dan aku juga menyayanginya seperti layaknya saudara kandung.

Mungkin karena umur kami yang tidak terpaut jauh sehingga aku dan Adiba sangat akrab dan kompak. Kurang 4 bulan lagi umurku genap 20 tahun dan Adiba baru sebulan lalu berumur 19 tahun. Jika bukan karena terpaksa menikah dengan Mas Fagan mungkin sekarang aku sedang sibuk dengan tugas kuliah.

Aku terpaksa berhenti kuliah karena harus ikut pindah ke ibukota bersama Mas Fagan. Jika dipikir-pikir memang benar apa yang di katakan Mayang, aku terlalu naif dan sok jadi pahlawan kesiangan.

Bodoh memang, sekarang aku menyesali keluguan dan kebodohan yang telah aku lakukan setahun yang lalu. Dengan polosnya aku bersedia menggantikan posisi Mayang, untuk berpura-pura menjadi pengantin dan duduk di pelaminan.

Nyatanya bukan hanya duduk di pelaminan saja seperti yang dijanjikan Mama Kinanti. Akan tetapi kami juga melaksanakan proses ijab qobul dalam pernikahan.

Saat itu aku sudah sempat menolak ketika akan dilakukan ijab qobul, tapi Mama Kinanti menyakinkan aku bahwa semua itu hanya pura-pura saja. Beliau mengatakan, 'Besok Fagan akan mengucapkan talak. Hanya akad saja, pernikahan tidak akan di daftarkan.'

Begitu bodohnya aku yang langsung percaya ucapan mama mertuaku itu. Kenyataannya Mas Fagan menolak untuk mengucapkan talak dan malah mendaftarkan pernikahan kami ke KUA dengan alasan hanya ingin menikah sekali seumur hidupnya.

Mengingat kejadian itu dadaku terasa sesak dan hatiku sangat sakit. Kuhela nafas dalam untuk mengurangi sedikit rasa sesak yang kini mulai membuatku susah untuk bernafas.

Berkali-kali aku menghela nafas namun tak sedikitpun rasa sesak itu berkurang malah rasanya semakin berat dan meluruhlah tetes demi tetes air dari kedua belah mataku.

"Mbak,," panggil Adiba lirih sambil memelukku dari samping.

"Aku tidak akan menyebut namamu di depan Mas Fagan," kataku yang langsung membuat Adiba melepas pelukannya.

"Aku tidak takut dimarahi Kak Fagan. Apapun yang terjadi aku akan memihakmu." Adiba menatapku tegas. "Kak Fagan tidak pantas mendapatkan cintamu Mbak, berpisah saja darinya. Dan satu lagi yang harus Mbak ingat, aku siap membantu kapan saja. Jadi jangan takut!!!."

Kata-kata Adiba sedikit menghangatkan hatiku, setidaknya ada satu orang yang berada di pihakku.

Bukan tanpa alasan aku merasa khawatir, sikap Mas Fagan yang baik, perhatian dan sangat lembut membuatnya menjadi simbol suami idaman di mata semua orang terlebih di mata semua keluargaku.

Mana mungkin akan ada yang percaya ketika aku mengatakan semua keburukannya. Yang ada Papa akan menyalahkan aku jika sampai mendengar berita aku mengajukan gugatan perceraian.

Aku mendengus kasar, "Tidak akan ada yang percaya kalau Mas Fagan telah mempermainkan pernikahan kami."

"Memang benar. Semua orang akan membela Kak Fagan jika sampai Mbak meminta cerai. Satu-satunya cara adalah kabur," ucap Adiba serius.

Adiba benar. Sepertinya itu jalan terakhir yang akan aku tempuh. Namun sebelumnya aku akan mencari jalan damai dulu. Aku akan bicara baik-baik dengan Mas Fagan dan melihat responnya.

"Tapi Mbak,, apa Mbak gak kepikiran buat periksa? Melihat keadaan Mayang aku jadi ngeri Mbak. Mbak yakin Mas Fagan bersih?"

Maksudnya? Jangan-jangan....

"Apa Ardias positif?" Aku mulai merasa curiga.

Adiba terlihat bingung, antara ingin menjawab atau tidak. "Emmm,,,,," Gadis itu bergumam lalu mengangguk samar.

Deghhh.....

Lagi-lagi aku mendapatkan kejutan yang tak pernah aku harapkan hari ini.

Astaga..... Bisa-bisanya mereka semua menipuku mentah-mentah. Kebaikanku dan eyang mereka balas dengan kebohongan yang sangat menjijikkan.

"Kenapa gak bilang?" Aku sedikit menaikan volume suaraku.

"Kak, Fagan melarangku. Dia mewanti-wanti agar aku tidak membahas Kak Ardias di depanmu Mbak," jawab Adiba takut.

Ya Alloh..... Apa dosaku begitu banyak sampai aku harus menjalani semua ini?

"Mereka benar-benar keterlaluan. Bagaimana jika Eyang Sampai tahu tentang semua kebenaran ini?" Aku benar-benar frustasi.

"Aku gak berani cerita Mbak,, Kak Fagan mengancam akan memecat kakakku yang bekerja di perusahaan Om Firdaus. Mbak kan tahu, meski Mas Fagan punya perusahaan sendiri tapi di perusahaan Om Firdaus sahamnya paling gede."

Aku tidak bisa menyalahkan Adiba, posisinya juga serba salah. Di satu sisi ia tidak ingin saudara kehilangan pekerjaan tapi di sisi lain ia terpaksa harus membohongiku yang sudah dianggapnya sebagai kakaknya sendiri.

"Maaf ya Mbak,,," sesalnya sambil menangis.

"Sudah,,, gak papa." Aku memeluknya erat, untuk saat ini dialah satu-satunya orang yang memihakku, juga orang yang bersedia membantuku.

"Kita lihat apa yang akan dikatakan Mas Fagan saat aku mengkonfirmasi kebenaran yang disampaikan Mayang."

"Tapi sebaiknya Mbak juga periksa dulu untuk jaga-jaga. Bukan mendoakan buruk tapi lebih baik mengetahui lebih awal dari pada terlambat." Adiba memberi saran.

Adiba benar, aku harus memeriksakan diri sebelum terlambat. "Kamu tahu aku harus periksa di mana?"

"Tahu, di rumah sakit umum. Ada bagian khusus yang melayani penderita penyakit itu." jawab Adiba yakin. "Aku siap mengantar. Cari saja waktu yang tepat."

"Oke. Sekarang, aku akan memikirkan dulu jalan yang akan aku ambil. Setelah lebih tenang antar aku untuk periksa."

"Siap Mbak," jawab Adiba dengan senyum khasnya.

"Makasih ya!" Aku memeluknya sayang.

🍂🍂🍂

Setelah sampai di rumah aku menyuruh Adiba untuk langsung pulang saja. Aku butuh waktu sendiri untuk menenangkan diri dan menentukan langkah yang akan aku ambil setelah terbongkarnya fakta masa lalu Mas Fagan dari mulut mantan kekasih pria yang sudah aku nikahi hampir dua tahun itu.

Perlahan ku buka pintu rumah berlantai dua yang Mas Fagan beli setahun yang lalu ini. Rumah mewah yang baru kami tempati sekitar tujuh bulan terakhir. Mertuaku selalu menahan jika Mas Fagan mengajak untuk pindah ke rumah baru kami.

Sampai aku mengalami keguguran, setelah itu orang tua Mas Fagan mengizinkan kami pindah supaya aku tidak terus menerus mengingat kejadian naas yang telah merenggut calon anak kami. Menurut Adiba, Ardiaz sempat bertengkar dengan Mas Fagan karena suamiku itu tidak cepat-cepat datang ke rumah sakit untuk menandatangani surat persetujuan operasi sehingga membuat kondisiku sempat kritis calon bayi kami tida bisa tertolong karena pendarahan yang cukup parah.

Kuhentikan langkahku di ruang tengah. Perlahan aku mendudukkan diri di kursi meja makan. Tatapanku terarah pada foto pernikahan yang menempel di dinding utama ruang tengah.

Posisinya sangat tepat, dari segala sudut foto itu bisa dilihat dengan jelas. Foto pernikahan dimana aku tersenyum kearah kamera dengan Mas Fagan memelukku dari belakang.

Melihat foto itu ingatanku kembali melayang-layang ke peristiwa yang terjadi hampir dua tahun yang lalu. Saat itu untuk menyelamatkan nama baik keluarga Rafiandra aku diminta untuk berpura-pura menjadi pengantin perempuan menggantikan Mayang yang ketahuan hamil dengan laki-laki lain.

Awalnya Kak Zahra yang diminta, namun kakak perempuanku itu tegas menolak. Bukan karena tak merasa iba, tapi dia tak mau mempermainkan akad nikah yang menurutnya sakral. Apalagi kakakku itu sudah memiliki tambatan hati yang hendak melamarnya setelah pulang dari luar negeri.

Berbeda dengan Mbak Zahra, aku yang begitu naif, langsung bersedia ketika Mama Kinanti memohon sambil menangis agar aku mau menjadi pengantin pura-pura untuk Mas Fagan. Apalagi saat itu Eyang juga menyetujuinya.

Saat itu Ardiaz sudah melarangku tapi bodohnya aku yang tidak mendengarkan ucapan Mbak Zahra dan Ardiaz, mereka berdua sudah memintaku untuk menolak tapi aku yang dengan santai menjawab.

"Alah,,, cuma Pura-pura doang. Lagian nikahnya cuma siri, kalaupun ada ijab qobul, besok tinggal mengucapkan talak, selesai."

Kupikir akan sesimpel itu. Tapi ternyata Masa Fagan menolak untuk menceraikan aku. Tanpa sepengetahuanku dia malah mendaftarkan pernikahan kami ke KUA dan memaksa aku untuk berhenti kuliah dan pindah ke ibukota bersamanya.

Aku sempat menolak dan berniat kabur. Jika bukan karena Eyang mungkin aku sudah pergi jauh bersama temanku Zaskia.

Brakkk.....

Tiba-tiba suara pintu terbuka dengan kasar. Aku tersentak, seketika semua lamunanku buyar. Spontan aku menoleh, masih dengan duduk di kursi tak berubah sedikitpun.

Mas Fagan tampak berdiri dengan tatapan tajam.

"Dari mana kamu?" tanyanya dengan nada tinggi.

🍂🍂🍂

Comments (1)
goodnovel comment avatar
ahmad shaifu
lelaki perlu Kejujuran dan perempuan perlu kesetiaan keduanya perlu diseimbangkan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status