Naura menatap foto pernikahan papa dan mamanya dengan mata berkaca-kaca. Dia melihat di samping sang papa, ada seorang pria yang sangat dia kenal. Leon, itu adalah Leon suaminya saat ini. Berbagai macam tanda tanya besar langsung muncul di pikiran Naura. Kenapa suaminya hadir di pernikahan kedua orang tuanya, bahkan mereka terlihat sangat dekat. Namun, dia melihat ada yang aneh dari tatapan Leon di dalam foto itu. "Dia terlihat bahagia, tapi matanya," Batin Naura menatap lekat foto itu. "Aku harus cari tahu siapa dia."Dia mencoba masuk ke ruang kerja Leon secara diam-diam. Melihat suasana rumah yang sudah sunyi, membuat Naura semakin mudah untuk menyusup ke ruang kerja Leon. Dia menatap setiap sudut ruangan itu, tidak ada CCTV yang terlihat. "Apa mungkin di sini tidak ada CCTV-nya?" Batin Naura memastikan. Tidak mau membuang-buang waktu, Naura memeriksa setiap sudut ruangan itu. Dia juga memeriksa satu persatu dokumen yang ada di atas meja, tetapi tidak ada satupun informasi yang
Tuan!" Ucap Arga melihat Leon sedang duduk seorang diri di sudut bar sambil meminum anggur merah seorang diri. Pria itu duduk termenung sambil menatap ke arah panggung, di mana di sana begitu banyak pasangan yang sedang berdansa. Namun, dia memilih untuk minum seorang diri untuk memenangkan pikirannya. "Apa kau sudah melihat CCTV di ruang kerjaku?" Tanya Leon tanpa menatap ke arah Arga. "Itu!""Sudahlah! Sudah waktunya dia tau. Kita tidak perlu merahasiakan apapun lagi darinya." Leon membuang napasnya kasar lalu bangkit dari duduknya. Dia mengambil jasnya yang tergeletak di kursi samping, lalu membawanya secara asal. Walaupun sudah menghabiskan beberapa botol, tetapi dia tidak merasakan pusing sedikitpun. Minum minuman keras sudah seperti air putih saja. Arga hanya mengangguk lalu mengikuti langkah Leon. Leon benar, sudah waktunya Naura mengetahui semuanya. Jadi dia bisa melakukan apapun untuk membalaskan semua dendamnya. Arga melajukan mobil menuju ke rumah utama. Dia hanya dia
"Jadi tuan!" Naura menatap Leon dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. Matanya memerah dan berair, akan tetapi dia tetap berusaha untuk membendung air matanya agar tidak terjatuh. "Maaf! Kau tidak akan pernah bisa mengantikan posisi Shella. Jadi kau harus tau posisimu," Ucap Leon singkat lalu melangkahkan kakinya meningalkan Naura. Dia pergi ke kamar untuk beristirahat tanpa memperdulikan keadaan Naura saat ini. Jantung Naura seakan berhenti berdetak mendengar ucapan Leon. Sakit, tapi tidak berdarah. Dia di nikahi bukan karena cinta, akan tetapi hanya di jadikan untuk balas dendam. Walaupun dendam itu juga ada hubungannya dengan dirinya. "Mama!" Naura langsung jatuh tersungkur sambil memegang dadanya. Air matanya mengalir dengan deras, di ikuti dengan suara isak tangis yang tidak sanggup dia tahan lagi. Dia sadar jika saingannya untuk mendapatkan hati Leon bukanlah wanita lain, akan tetapi sosok ibunya sendiri. "Papa! Kenapa rasanya sesakit ini? Apa aku tidak berhak untuk di
Di pagi hari Heri dan keluarganya di sambut dengan pemandangan yang tidak terduga. Melihat beberapa polisi dan juga wartawan mengelilingi kediaman mereka, Heri dan Rita hanya bisa terdiam ketakutan. Keadaan yang selama ini mereka paling takuti akhirnya tiba juga. "Pa! Kenapa polisi datang ke sini?" Tanya Rita menatap Heri yang sedang duduk meringkuk di sofa. "Kita tidak bisa kabur lagi. Polisi sudah mengepung semua tempat ini," Ucap Heri dengan tubuh bergetar. Harta dan kekuasaan telah membutakan mata hatinya, sehingga dia melakukan berbagai rencana licik untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Kini buah yang dia tanam telah siap untuk di petik, hingga akhirnya dia harus mempertanggung jawabkan semua yang dia lakukan selama ini. "Maaf, Tuan! Nyonya muda ingin bertemu," Ucap seorang pelayan menghampiri Rita dan Heri. "Maaf! Aku tidak punya waktu untuk menunggu," Ucap Naura menghampiri Heri tanpa menunggu persetujuan darinya. "Kau!" Heri menatap Naura dengan mata berkaca-kaca. Ga
Heri duduk termenung di sudut ruangan yang begitu sempit. Ruangan yang begitu gelap tanpa ada lagi kemewahan, yang ada hanya ada satu kasur lusuh yang akan menjadi alas tidurnya. Hidupnya kini berubah drastis, dulu dia selalu di hujani kemewahan. Dia selalu bisa mendapatkan apa yang dia inginkan, bahkan begitu banyak orang yang datang untuk memujinya. Namun, itu semua hanya sebuah kenangan. Jangankan harta dan tahta, teman dekat ataupun sahabat sudah menjauh dan tidak perduli lagi. Di saat seperti ini dia baru sadar jika di dunia ini kita akan di sanjung jika memiliki uang. Sudah dua hati dia menekam di dalam penjara, akan tetapi tidak ada satupun orang yang datang untuk mengunjunginya. Jangankan membantu, menanyakan keadaannya saja tidak ada. "Ada orang yang ingin menemui Anda," Ucal seorang penjaga membuyarkan lamunannya. Mendengar ada orang yang mengunjunginya, Heri langsung terdiam mematung. Dia berpikir siapa orang yang tiba-tiba datang untuk menemuinya. Padahal pada saat ke
Aku ingin bicara sebentar," Ucap Leon menatap Naura yang sedang menyiapkan makan malam untuk Raygan. "Maaf! Biarkan aku menemani putraku makan terlebih dahulu," Ucap Naura dingin sambil tetap fokus mengisi piring Raygan tanpa menatap pria itu. Leon hanya bisa membuang napasnya pelan mendengar jawaban dari Naura. Dia melanggarkan dasinya lalu duduk bergabung dengan anak istrinya itu. "Tadi Grace menemui Raygan di sekolah," Ucap Naura sambil menyuapkan nasi ke mulutnya. "Mau apa dia?" Tanya Leon menahan amarah. Ternyata tebakannya benar, Grace sedang merencanakan sesuatu untuk menghancurkan keluarganya. Wanita itu memang sangat licik, jadi tidak mungkin dia hanya diam melihat kebahagiaan mereka. Kedatangan wanita itu yang secara tiba-tiba, sudah membawa kecurigaan di hati Leon. Tidak mungkin tiba-tiba dia kembali begitu saja. Pasti ada sesuatu di balik kembalinya mantan istrinya itu. "Tidak ada! Dia hanya ingin menemui Raygan. Tapi sebelum mereka bertemu, aku sudah datang terlebi
Arghhh... sakit, Tante!" teriak seorang gadis ketika sebuah rotan meluncur mulus di kulitnya."Sakit? Ternyata kau tau sakit juga? Ha!" pekik wanita itu, sambil menarik rambut Naura tanpa rasa kasihan sedikit pun."Ampun! Naura minta maaf, Tante. Naura minta maaf," ucap Naura, gadis malang yang selalu mendapat siksaan dari keluarga sang paman."Sudah, Ma! Pukul saja dia. Dia yang merayuku, tapi dia malah menuduhku!” sentak Rico, sepupu Naura. “Dia kira aku ini pria apaan? Kalau aku mau, aku bisa mendapatkan gadis yang lebih cantik darinya!" tambahnya, sambil tersenyum sinis melihat Naura disiksa oleh sang mama.Sebenarnya, Rico sangat mengagumi kecantikan Naura. Namun, dia merasa gengsi untuk mengakuinya. Itulah sebabnya dia selalu merayu Naura secara diam-diam, bahkan sering mencoba melecehkan gadis itu, walaupun dia selalu gagal."Katakan! Apa kau ingin menuduh putraku lagi?" Rita menatap geram gadis itu. Tentu saja dia lebih percaya kepada putranya dibandingkan dengan Naura. Walaup
Bersihkan dirimu, lalu pakai kebaya ini. Sebentar lagi ada orang yang akan mendandanimu!"Naura mengerjapkan mata bingung saat Rita tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya sambil membawa sepasang kebaya dan melemparkannya pada Naura. Gadis yang baru saja bangun itu terlihat bingung. "Memangnya ada acara apa, Tante?" "Apa kau lupa kalau papamu meninggalkan hutang yang sangat banyak? Bahkan kami juga harus mengeluarkan banyak uang untuk membesarkanmu sampai saat ini. Jadi, anggap saja kau harus membayarnya dengan cara ini," gerutu Rita panjang lebar, sama sekali tidak menjawab pertanyaan Naura. “Aku tidak meng—”"Kau harus menikah!” sela Rita tampak kesal. “Kau harus menikah untuk melunasi semua hutang papamu dan juga membayar semua biaya yang kami keluarkan untukmu!” “Me-menikah? Apa maksud—” “Lebih tepatnya kau hanya akan dijadikan sebagai pemuas ranjang!” kata Rita sambil melipat kedua tangannya di dada. Ia tersenyum sinis pada keponakannya itu. “Jadi jangan terlalu berharap!”"Kalian