Share

Morena (Hilang kendali)

Banyak yang terjadi, entah itu menyakiti atau memberi lebih banyak tawa, bukankah manusia hanya perlu selalu berkaca, bila tak akan ada yang benar-benar sempurna. Tak ada yang benar-benar tinggal selain diri sendiri. Karena kehidupan memang tak pernah menawarkan rasa sukacita, sebab duka itu akan selalu ada sekalipun manusia meminta untuk bahagia.

***

Gue mengamuk, membanting semua barang dan terakhir membalikan meja berisi kue ulangtahun dan beberapa kado. Rumah dalam keadaan aman, nggak ada yang mecahin kaca atau Lora yang terluka, yang ada hanya berbagai balon dengan tulisan selamat menua, sepiring penuh cupcake bertuliskan hal serupa juga beberapa konfeti yang bertebaran dimana-mana.

"Apa-apaan ini Lora?!" Teriak gue murka.

Sedang Lora di depan sana memucat, nggak menyangka kalau gue bisa sekasar tadi. Belum tahu aja dia kalau gue ini jenis manusia yang bisa aja membinasakan dia.

Sialan! Gue nggak pernah tahu kalau semua pesan-pesan itu palsu, anjing emang! Lora sengaja mau buat kejutan ulangtahun yang mana gue sendiri pun lupa dengan pura-pura ada yang teror.

"Maaf." Cicitnya takut, gue nggak bisa menahan semua emosi ini. Gue merasa di permainan tadi. Setengah gila melawan rasa khawatir, gue udah kayak monyet rabies yang marah-marah di jalan karena takut kalau Lora kenapa-kenapa.

"Nggak gini caranya! kamu bikin aku marah tahu nggak?! Kenapa sekarang kamu jadi goblok hah? Kamu pikir aku bakal seneng kamu giniin? Gila aja!" Lagi, gue berteriak nggak peduli Arsen yang udah narik atau tangisan Lora yang semakin keras.

"Aku paling benci ya di bohongin kayak tadi! Nggak usah nangis! Kalau mau bikin sesuatu itu ya di pikir dulu dong!"

Arsen narik tangan gue keras banget, padahal pingin gue maki-maki lagi itu si Lora supaya sadar dan nggak kekanakan.

Sampai di halaman depan gue tendang salah satu pot kesayangannya Lora, peduli setan dia marah. Gue nggak urus! Nggak penting! Gue kehilangan kendali atas segala emosi yang sedari tadi terpendam dalam diri.

Arsen nggak banyak ngomong, dia cuma ngasih kopi kaleng dingin yang nggak gue tahu dapat dari mana. Gue teguk isinya sampai setengah.

"Gue nggak tahu rasanya di cintai, menikah karena di jodohkan itu awalnya pahit banget."

Gue menoleh kaget, Arsen dan kotak cerita miliknya adalah hal yang mustahil muncul kepermukaan. Ini monyet satu lagi nostalgia apa gimana? Gue mendengus sebal, tapi tetap mendengarkan.

"Gue sering banget malah nyewa cewek cuma buat lampiasin marah karena Gladys pergi dan sering nginep di apartemen pacarnya. Kami sering banget adu mulut sampai gue pernah tampar dia karena bilang lagi hamil anak pacarnya." Lanjutnya, gue nggak tahu kenapa Arsen buka semua kisah yang bahkan nggak dia buka di depan keluarga. Cowok ini kenapa sih? Gue lagi emosi juga malah cerita. Dia pikir gue ini mamah Dedeh apa?!

"Satu-satunya hal yang harus gue lakuin adalah nidurin Gladys dan buat bayi itu keguguran, lo tahu apa yang terjadi selanjutnya?"

Arsen mengusap ujung mata kirinya kasar sebelum kembali berujar, "Gue berhasil bikin bayi itu pergi sekaligus bikin Gladys pergi dari hidup gue, gue denial banget, marah, terluka, harga diri gue terlalu mahal sampai gue nggak punya kesempatan untuk minta maaf."

"Lo, punya banyak kesempatan untuk memulai segalanya seperti semula, Lo masih sangat mampu untuk memperbaiki dan meraih Lora kembali, yang menjadi pembeda antara lo dan gue adalah lo punya Lora yang mencintai sedang gue menjadi pihak yang mencintai."

"Lo cukup keterlaluan tadi, mungkin cara yang Lora ambil salah. Tapi nggak membenarkan kelakuan lo yang mirip setan. Lo maki-maki, lo hancurin semua yang udah dia buat sampai nangis. Kalau Megan tahu, gue yakin seluruh mobil lo itu yang udah kayak pameran bakal dia bakar." Lalu ya, setelah curhatan itu Arsen berdiri, keluar dari rumah tanpa mengendarai apa-apa, sebelumnya ia lempar bekas kopi kaleng kearah bahu tanpa rasa bersalah.

Sedang gue malah merenung, cerita tadi nggak bikin marah gue hilang, gue masih sangat murka sama kelakuan Lora yang banyak drama.

Ck, apa tidak bisa hidupnya aman-aman saja, sudah mempertanyakan cinta, kini malah menambah daftar tak suka akan kelakuan Lora.

Pintu rumahnya masih terbuka, tapi keinginan untuk masuk benar-benar tak ada. Jadi daripada mundur dan memutar arah gue lebih milih melanjutkan langkah, keluar dari rumah sembari menghubungi salah satu setan neraka untuk memesan tiga atau lima wanita sekaligus, gue juga minta di siapkan ruangan yang paling aman dan bagus.

Kalimat milik Megan dan Arsen nggak bikin gue berhenti untuk melanjutkan aksi. Biar saja Lora sendiri, toh semua salahnya yang membuat keributan, jadi Lora harus membayar dengan setimpal.

Gue memutar cincin di jari manis dan melepaskannya dengan kasar, cincin perkawinan itu gue simpan di saku celana sebelum memasuki sebuah klub malam paling gila di Jakarta, ruangan paling rahasia dan aman yang gue sewa ini berisi tiga orang wanita dengan keadaan setengah telanjang,  mengedarkan pandangan pada belasan botol minuman haram yang siap mereka buka.

Dan kegilaan ini makin menjadi saat gue menyuruh mereka semua telanjang, mereka sudah pasrah saat gue mengguyur ketiganya dengan minuman bersoda. Dengan tatapan penuh nafsu ketiganya mencoba menyentuh.

"Kasih aku penampilan pembukaan dong." Larang gue, saat salah satu dari mereka mencoba membuka celana yang gue kenakan.

Dan ketiga wanita yang gue sewa itu saling beradu pandang sebelum memulai aksi binal mereka, desahan dan saling menyentuh diri sendiri, gue menikmati sembari meminum whiskey yang hampir habis.

Gue mengumpat, karena meski mereka menggairahkan, keinginan untuk menyentuh dan menuntaskan hasrat itu nggak gue temukan. Gue malah hampir muntah saat adegan di depan sana makin tak terkendali. Wanita-wanita itu sepertinya sudah tak bisa menahan hasratnya sendiri.

Dengan tergesa gue meninggalkan setumpuk uang seratus ribuan di atas meja. Menulikan telinga saat suara-suara mereka menahan agar gue nggak pergi.

"Gue udah transfer kalau duitnya kurang kabarin aja." Menutup panggilan tanpa mendengarkan jawaban orang di sebrang sana.

Keluar dan memacu dalam kecepatan tinggi, gue memaki karena gairah itu muncul saat bayangan Lora menari dalam kepala.

Sial!

Bagaimana caranya meniduri Lora jika wanita itu tadi ia bentak dan maki. Bukan mendapatkan belaian Lora pasti lebih milih lempar gue pakai granit.

Lebih bedebahnya lagi gairahnya makin sulit dikendalikan, hanya Lora yang bisa meredam ini semua. Tak peduli seberapa binal wanita-wanita tadi atau sepanas apa yang mereka tawarkan, gue cuma mau Lora yang jadi tempat membuang hasrat.

Emang kebanyakan gaya gue punya barang, sekali nyoba punya Lora nggak bisa nafsu ke yang lain, padahal dulu nafsuan banget nggak lihat siapa ceweknya.

Setengah sadar gue memarkirkan mobil di depan rumah Megan. Bukannya pulang gue malah masuk serambi neraka dengan mendatangi dedengkot setan.

Ck, ngapain gue dateng ke sini?

Ini kepala isinya acar timun ya? Kok lembek banget! Sial! Kalau lagi nafsu gini emang nggak bisa mikir waras.

Gue membuka rumah Megan yang untungnya nggak kekunci, gue memilih  membuka kulkas si bajingan yang luar biasa banget, isinya cuma minuman kaleng, berdecak, gue mengumpat karena nggak menemukan makanan.

"Eh, anjing laut lagi ngapain lo di sini?" Gue pikir itu setan alas kagak ada di rumah, eh ternyata masih pakai setelah rapi.

"Numpang tidur gue," gue merebahkan diri di sofa tanpa melepaskan sepatu yang langsung di hadiahi pelototan si pawang setan. Meski Megan ini nggak punya tampang-tampang kebersihan, nyatanya di antara kami bertiga si Megan ini paling so, bersih sendiri.

"Udah jadi gembel lo kagak punya rumah?!" Tanpa rasa bersalah si kutu kumpret ini nendang kaki gue lumayan keras.

"Diem deh induk babi! Gue ini lagi cape ya monyet!"

"Kalau cape ya, pulang bangsat! Sewa hotel sana! Malah datang kesini, Jangan bilang lo ribut sama Lora ya?" Tanyanya memicingkan mata seolah tatapannya itu bisa bikin gue takut. Padahal kan nggak.

"Lora lagi ada acara." Gue nggak mendengar jawaban Megan setelahnya, tapi suara ketukan sepatu yang menjauh sudah pasti milik si Megantara. Gue tahu mungkin dia kecewa tadi, tapi sebagai seorang kakak rasanya Megan nggak akan tega biarin gue dan marah lama-lama. Biar pun sama-sama saling benci, kepedulian masih jadi nilai yang terus tumbuh, gue tuh punya love-hate relationship sama si Megan anak setan yang suka kelayaban.

Sembari memejamkan mata gue menghitung domba dalam kepala, berharap rasa kantuk itu datang. Gue mereda hasrat yang sedari tadi menggedor-gedor ingin di puaskan. Gue benci banget waktu suara tangis Lora dan tatapan penuh luka yang wanita itu lempar tadi. Sial! Gue merutuki diri lagi, gue ini umur udah tua tapi kok jadi labil gini, tadi bilang nggak cinta tapi malah nafsu banget. Ck, dasar cowok!

Gue ini makin kesini makin nggak jelas, ajaibnya setelah mengingat kembali wajah Lora yang penuh tangis, ini Reno junior langsung anteng, nggak berontak lagi, seolah mengingat Lora yang terluka bikin si Reno junior juga terluka. Ck, kalau aja Lora nggak bohong dan bikin drama sampai bikin gue murka, mungkin aja sekarang ini gue lagi menaiki puncak gunung bersama, ditambah lagu penuh desahan dan berbagai gaya.

Lora itu penurut banget deh kalau boleh gue ngomong, meski umurnya lebih banyak dari gue pengalaman  bercintanya ada di level pemula. Lora selalu mau ngikutin gaya apapun yang gue mau termasuk bikin skenario tentang banyak hal sebelum memulai pertempuran.

Dari semua cewek yang udah gua bawa ke ranjang performa Lora masih paling asik, meski amatir gitu, Lora benar-benar cepat belajar dan adaptasi. Kalau soal urusan ranjang ya, kami masih sangat kompak. Cuma gue nya aja yang malah banyak mikir tentang perasaan. Gue tuh nggak bisa lepas tapi ngerasa males sama Lora, kurang ajar banget kan? Mana Reno junior ogah lagi kalau main sama cewek lain. Tadi ya, tadi itu gue emang bajingan sih niatnya. Sok banget mau nidurin tiga cewek sekaligus demi membuang amarah, eh, malah gue yang nggak bergairah. Padahal tadi udah keluar duit banyak kan.

Dengan rasa sebal gue buka ponsel yang sedari tadi bergetar. Ini pasti si Lora nih bawel.

"Lora nih past--" ucapan gue terputus saat di lihatnya tak ada satu pun nama Lora entah itu di panggilan atau pesan.

Yang gue temukan hanya pesan yang mami kirim dan panggilan dari Arsen.

Gue membaca pesan mami dari atas yang berisi caci dan maki, sangat khas sekali, lalu mulai menyumpahi karena kabur di tengah acara hingga pesan paling baru bikin gue spontan memaki. Ibu Julia Amartha Wibisono ini mengeluarkan perintah yang bersifat wajib seolah kalau gue langgar maka dunia bakal perang ketiga yang mana terlalu berlebihan. Pesan yang berisi jadwal liburan keluarga dengan note yang di tulis kapital yang sudah jelas untuk gue adalah :

JANGAN BAWA ISTRI KAMU YANG TUA ITU! MAMI CUMA BUTUH KAMU DATANG SENDIRI.

Padahal umur gue sama Lora cuma beda lima tahun, ck, kalau Lora tua terus si Martha apa kabar kan seumur juga mana jomblo lagi. Celoteh gue dalam hati, sembari menggulingkan pesan-pesan yang lain.

PS. TENANG MAMI UDAH SIAPIN CEWEK DI SINI! INGET YA DATANG SENDIRI!!!!

Ini bukannya ngelarang anaknya berzina malah di kasih akses, ck. Mami ini kayak lupa aja sakitnya di selingkuhin suami. Lagi seloroh gue dalam hati.

PSS. PESAN INI DI BUAT UNTUK DI PATUHI BUKAN UNTUK DIHINDARI!

"Eh anjing," refleks gue melempar ponsel saat melihat wanita dengan baju tidur transparan mendekat.

Ini orang bukan sih? Kok kagak kedengaran suara langkahnya. Gue mundur demi memastikan apakah dia benar-benar manusia atau sebangsa Megan yang suka nangkring di dahan.

"Lo siapa?" Tanya gue karena nih cewek kagak ngomong-ngomong.

Dia cuma mengerjapkan matanya lambat, dengan sama pelannya memindahkan rambutnya yang terurai panjang ke belakang, membuat sesuatu yang bulat dan menegang bisa gue lihat jelas. Selain baju yang transparan nih cewek aneh juga nggak pakai bra ternyata.

"Megan mana?" Lagi, pertanyaan gue nggak dapat jawaban apa-apa. Bukannya menjauh cewek ini malah mendekat dan duduk di lengan sofa membuat roknya yang memang mini tersingkap ke atas. Gue mengalihkan pandangan, bukan karena bergairah gue justru jadi takut. Bisa jadi ini manusia jelmaan setan yang mau nidurin orang kan, mana tadi gue sempat baca cerita horor lagi di kantor.

Gue mundur dan mau berdiri tapi tangan kecil itu menahan gue dengan tatapan aneh yang bikin gue duduk lagi. Aduh kenapa sekarang jadi merinding lagi sih. Jangan ya, jangan sampai dia tiba-tiba berubah jadi nenek lampir, menguatkan hati gue tatap balik si cewek yang tangannya nggak melepaskan tangan gue.

Memutar dan berhenti di bahu kanan gue, dia mendekat dan nggak ada yang gue lakuin selain diam di tempat. Aduh, gimana ini mana kaki udah gemetar. Gue juga lapar lagi karena belum makan nasi.

Tangannya yang kecil malah merambat naik dan mengelus pipi gue lembut, asli ini nggak ada kamera tersembunyi kan? Kali aja gue lagi ikutan uji nyali.

"Lo siapa sih sebenernya dari tadi pegang-pegang mulu?!" Dengan sekali sentakan gue berdiri. Dalam hati membaca doa sebelum tidur karena cuma doa itu yang gue hafal. Gue kan begundal banget jadi mana tahu doa-doa pengusir setan.

Ini si Megan kemana sih? Kok rumahnya jadi berhantu gini. Apa sengaja gitu ya dia ternak tuyul makanya berani banget keluar dari perusahaan keluarga.

"Kamu lagi apa An?" Suara lembut itu bikin gue noleh, Megan datang dengan dua kantong plastik bertuliskan salah satu restoran favorit keluarga.

"Kok keluar?" Tanyanya lembut. Sumpah ya, selama puluhan tahun jadi adeknya si Megantara baru kali ini gue denger dia ngomong lembut banget kayak pantat bayi.

"Jangan bilang kamu lagi iseng ngodain si anak babi ini?" Tunjuknya ke arah gue yang langsung gue injek kakinya.

"Aku penasaran, tadinya mau ambil minum tapi ternyata ada manusia lain jadi aku samperin. Dia adik kamu yang sering kamu ceritain?" Tanyanya dengan sorot mata memandang gue penuh binar.

Gue kira dia ini setan lho ya karena tadi nggak ngomong-ngomong.

"Iya, ini Moreno yang suka aku ceritain. Kamu masuk dulu ya, ini kamu makan duluan aja," si Megan ini ngasih satu kresek ke cewek yang masih menatap gue penasaran.

"Lo jangan nafsu ya kalau dia godain, dia iseng banget." Kata Megan setelah cewek itu hilang di balik tangga.

Menggeleng, "dia siapa anjing??! Kok ada di sini?"

"Nggak usah kepo lo, nih makan," setengah nggak ikhlas Megan meletakan satu plastik lagi dengan kasar.

Gue yang masih penasaran terpaksa tutup mulut karena si keparat itu malah pergi gitu aja.

Ini si Megan lagi nggak kumpul kebo kan?

Kok bisa?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status