Share

Moreno (Liburan keluarga paling beda)

Mereka hanya memberi banyak nasihat, tanpa tahu jika hati tak semudah itu untuk kembali kuat. Banyaknya luka ini membuat beberapa orang tak bisa mengerti, sebenarnya apa yang sedang di cari? Bila selama ini hal yang paling berharga hanya tinggal di genggam jari. Membodohi diri memang semudah saat sedang patah hati. Banyak pertanyaan yang seharusnya hanya menjadi pertanyaan tanpa benar-benar mendapatkan jawaban.

***

Gue baru saja mengirim pesan penuh kebohongan seperti yang sudah biasa terjadi. Setelah pertengkaran itu gue bahkan belum pulang ke rumah, menginap di rumah Megan beberapa hari sebelum akhirnya berangkat untuk liburan, ngomong-ngomong selama gue nginep di rumah titisan si setan, Lora nggak mengirimkan apapun, entah itu pesan atau mencoba menghubungi gue, kenapa jadi dia yang marah padahal kan dia salah, dulu semasa kami pacaran Lora ini termasuk cewek yang nggak ribet dan nggak mudah ngambek, tipe-tipe cewek independen yang memahami dengan dewasa, tapi setelah menikah entah datang dari mana sifat kekanak-kanakan itu muncul, sifat yang sejujurnya bikin gue risih.

Tapi yaudahlah ya mau gimana lagi, gue juga bebal sih jadi cowok. Cuma ya, kalau boleh cerita rasanya gue nggak bisa deh dia jutekin, kayak ada yang aneh aja. Selama enam tahun terbiasa dengan Lora yang banyak bercerita atau karena tingkahnya yang dewasa, bikin gue ngerasa ketergantungan. Kayak gue tuh marah kalau lihat dia tapi bakal lebih marah kalau nggak lihat dia, aneh kan? Sama gue juga bingung.

Terlepas dari itu semua, keinginan untuk berpisah masih jauh dari jangkauan, sebab meski kemarin gue begitu mempertanyakan rasa sayang, ketakutan ditinggalkan masih sangat begitu besar.

Selama tiga hari di sini nggak ada satu kesenangan pun yang bisa di temukan. Seperti rencana awal yang memang nggak boleh di lewatkan gue, Arsen dan Megan terpaksa ikut dalam acara liburan rutin keluarga. Nggak jauh memang, kami hanya menyewa beberapa villa di Bali dengan agenda yang gue yakin udah ngalahin jadwalnya presiden negeri ini. Jadwal bangun tidur sampai tidur lagi tertulis jelas dalam laman P*F yang nyonya Julia bagikan lewat pesan, beberapa poin bahkan di beri tanda merah, tanda sesuatu yang menurut orang lain private tapi nggak berlaku di keluarga kami. Dalam nama Dionar tidak ada kata pribadi atau hal-hal tabu. Kami menerobos, melewati batas semestinya dan mendobrak banyak hal gila dengan dalih ajaran keluarga.

Mami begitu terperinci dalam membuat rencana yang harus terlihat sempurna. Ya, nyonya Julia bahkan harus berdandan saat hanya ada di rumah. Kesempurnaan adalah hal yang ia gilai hingga tanpa sadar membuat dirinya kehilangan kewarasan. Mami mungkin nggak sadar kalau kelakuannya selama ini udah melewati batas perilaku orang normal.

"Kalau niat mau makan sate ya di Jakarta juga banyak ngapain mesti jauh-jauh ke sini?" Tanya Megan sembari mengeluarkan kepulan asap nikotin. Menyoroti beberapa keluarga yang menikmati sate di depan sana. Kami bertiga duduk tak jauh dari meja para orang tua dengan tampang bosan yang kentara.

Mengedikan bahu, beberapa kaleng bir bekas terlihat makin banyak, suara-suara penuh kebanggaan makin jelas terdengar. Menandakan para tetua tengah menyombongkan pencapaian mereka. Meski saudara, harta selalu menjadi urusan berbeda, mereka nggak akan keberatan saling menyingkirkan sekali pun darah mereka sama. Beginilah memang hidup, mau bagaimana lagi gue di lahirkan dalam keluarga yang mengutamakan kekayaan dibandingkan kenyamanan. Kami nggak mengenal arti persaudaraan karena sedari dini yang mereka ajarkan hanya mencari sebanyak mungkin pundi-pundi. Meski berdarah dan tersakiti sekali pun.

"Lo, tahu nggak? Cewek yang kemaren gue pake benar-benar berisik, bokep Jepang juga kalah gue yakin." Ujar Arsen dengan tampang paling tengil. Yang gue maksud agenda dengan tanda merah adalah sebuah waktu yang di berikan untuk menuntaskan hasrat, bukan dengan pasangan sebenarnya tapi lebih banyak mereka akan menghabiskan malam-malam panas dengan orang sewaan. Lucu kan keluarga gue!?

"Gue malah nggak nafsu karena dia banyak ketombenya." Jawab Megan meladeni.

Begini, begini, dalam liburan yang berjudul keluarga ini memang agak berbeda dibandingkan liburan keluarga pada umumnya, udah tahu kan ya, orang-orangnya memang penghuni neraka semua jadi sama seperti liburan sebelumnya kami juga menyediakan wanita atau pria sewaan yang bisa di pake sesuai keinginan masing-masing dan luar biasanya lagi semuanya sudah di bayar lunas, jadi mendengar Megan dan Arsen saling membahas wanita yang mereka tiduri bikin gue terkekeh sinis. Dari awal gue nggak nafsu sama cewek-cewek klub dan malah bersolo karier sambil mantengin foto telanjang Lora yang gue simpen di ponsel. ngomong-ngomong gue dan Lora bahkan punya banyak video bercinta yang tersimpan dalam memori.

"Kok lo kocak sih, masa cewek yang di bayar mahal ketombean." Sungut Arsen lalu terbahak. Gue yakin nyonya Julia nggak mungkin bayar murah untuk sebuah kepuasaan.

"Makanya, mening gue nonton bokep." Jawab Megan bohong, sebab gue tahu betul apa yang sebenarnya terjadi. Selama tinggal di rumah Megan gue udah paham situasi apa yang terjadi. Ini orang pasti juga kagak nafsu, otaknya sama kayak pikiran gue yang nggak tenang karena meninggalkan wanita di rumah.

Beberapa kali gue ngobrol sama cewek simpanannya si Megan dan tebakan gue kayaknya benar kalau si keparat ini emang suka beneran. Mana pernah dia ngomong lembut sama cewek walau punya status yang jelas. Kalau gue ini bajingan, nah Megan ini lebih tinggi dua level dari kebanyakan orang.

"Gue kadang suka mikir ngapain keluarga kita ngadain acara maksiat berjamaah? Apa tidak bisa mereka melakukannya masing-masing? Ngapain ngerjain zina kolektif gini?" Sebut Megan sebal yang di balas tawa besar Arsen.

"Lo nggak usah banyak mikir deh orang yang udah tua juga kagak pernah mikir." Arsen menahan tawanya agar tak kembali meledak, sebab satu kerlingan tajam sudah nyonya Julia beri dari meja depan.

"Mereka itu nggak sadar udah tua, bukannya makin rajin ibadah dan berakhlak baik malah makin ngereog." Lanjut pria yang sudah menduda selama hampir tujuh tahun itu sambil meneguk kembali bir miliknya.

Gue melakukan hal serupa sebelum berujar, "Mereka ngerasa bisa nyogok panitia neraka kali sama duitnya yang udah ngalahin kas negara."

"Ck, itu kali ya alasannya mereka nyari duit udah kayak Jendral VOC."

"Setan juga nyembah kali lihat keluarga kita."

Gue jadi mengingat beberapa tahun penuh kegelapan, kami bertiga seolah mendapatkan banyak kutukan karena kelakuan para tetua yang semena-mena. Tahun-tahun yang membuat kami kesulitan menemukan rasa terang setelahnya. Itulah mengapa keluarga menjadi tempat paling penting dalam kehidupan.

"Sial! Gue muak ada di sini!" Megan kembali meracau saat kami memutuskan tak bersuara.

Dalam hati mengamini.

"Dahlah, gue cabut duluan," katanya sembari pergi, tak lupa satu kaleng bir ia bawa serta. Tak peduli pada teriakan mami yang menyuruh berhenti atau pada makian papi yang tak pernah berubah. Mereka masih sama-sama kompak ternyata.

Apa dulu saat belum di lahirkan gue nggak lihat-lihat dulu mau lahir dimana. Keluarga kok begini amat ya, makin sini makin kerasa kalau mereka emang pada gila!

Tidak ada yang pernah tahu bila rasa patah ini begitu lama terjalin. Suara-suara yang menari dalam kepala, tubuh yang gemetar karena terluka. Bayangan itu benar-benar menyiksa, tak membiarkan salah satunya bahagia. Dekap sekali saja, sekali lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status