Siluman adalah arwah hewan buas atau hewan mistik yang ada di nusantara. Jayendra menjelaskan, bagi para Pendekar Dunia Arwah, mengendalikan siluman adalah sesuatu yang berisiko, tetapi sangat membantu ketika dibutuhkan.Biasanya para Pendekar Dunia Arwah yang masih amatir bergerak secara berkelompok, kurang lebih terdiri dari lima sampai sepuluh orang, untuk mengendalikan satu siluman yang tangguh. Namun sekarang tantangannya adalah Raksha hanya seorang dan taruhannya adalah nyawa Raksha sendiri.“Saya sudah berjanji pada guru dan saya tidak mau menarik balik kata-kata saya lagi, guru.” tegas Raksha walau dia masih sedikit cemas dalam hatinya.“Ada garis yang tipis yang membedakan apakah orang itu pemberani atau nekat, Raksha. Kau bisa saja mati konyol.”“Kalau aku tidak bisa mengendalikan siluman, maka semua rencanaku untuk membalas Kanezka akan sia-sia, guru. Tolong berikan saya kepercayaan. Saya akan lakukan apa yang saya bisa untuk melindungi guru.”Jayendra tertegun sejenak mend
Semilir angin berhembus menerpa pelan rumput panjang di sekitar Raksha. Tempat dia berada sekarang lebih sunyi daripada sebelumnya. Sekitar 15 kaki didepannya, terdapat siluman harimau yang tubuhnya dua kali lebih besar dari siluman harimau lainnya. Raksha tahu kalau siluman harimau didepannya itu adalah pimpinan siluman harimau yang memburunya.“Jadi ini yang kau incar, bocah? Duel denganku?” tantang siluman harimau itu dengan nada berat.“....tidak ada artinya kalau aku tidak berhasil meyakinkanmu.” Raksha memasang kuda-kuda. Aura ungu dari Kanuragan Ozora yang tengah menyelimuti lengan kirinya memancar terang seiring dengan kian membaranya kanuragan yang ada di dalam tubuhnya.“Kupikir kau hanyalah bocah nekat yang mempertaruhkan nyawamu dengan nafsu belaka. Tetapi aku salah. Kau memikirkan semua ini dengan matang.”Sang siluman harimau itu berdiri dengan dua kakinya. Api arwah berwarna hitam menyelimuti seluruh tubuhnya sehingga bentuknya yang semula menyerupai harimau kini beruba
Raksha merasakan lagi dinginnya semilir angin malam yang menerpa tubuhnya. Adrenalin yang membuncah di tubuhnya sejak duelnya dengan Asoka membuat dia sempat lupa kalau malam ini begitu dingin. Tangan kirinya yang tengah mencengkeram kuat kepala Asoka perlahan dia longgarkan karena dia tidak lagi merasakan hawa membunuh dari musuhnya itu.Sesaat setelah Raksha melepas cengkeramannya, Asoka tumbang. Gemersik rerumputan yang terdengar karena terbuai angin malam kala itu menyadarkan Raksha bahwa siluman harimau lainnya yang berhasil dia tipu sebelumnya baru saja tiba di lokasinya. Mereka semua tidak percaya kalau pimpinan mereka tengah tersungkur tidak berdaya di hadapan seorang pemuda yang telah mereka remehkan sebelumnya.“Kukira Mavendra sudah tamat.” Asoka menatap lemah Raksha. “...ternyata mereka masih belum menyerah melawan kezaliman Kerajaan Kanezka. Kau telah memilih jalan yang penuh darah.” lanjutnya.“Aku telah kehilangan semuanya. Kau boleh bilang ini adalah jalan penuh darah,
“AAHHHH!!!”Para penduduk desa menjerit ketika cetakan besi panas itu menempel keras di tiap punggung mereka dengan keji oleh prajurit Kanezka. Simbol bintang yang terpatri dari luka bakar akibat cetakan besi panas itu terpampang jelas di tiap penduduk desa, termasuk Raksha. Bau luka bakar bercampur darah kering menaungi sehingga menambah rasa mual pada siapapun yang ada disana.“Malam bulan purnama nanti adalah kesempatan terakhir kalian, pengkhianat nusantara! Panggil Mavendra kesini atau kalian akan menjadi santapan para siluman!”Seruan terakhir sang komandan hanya dibalas ringisan tiap penduduk desa yang masih menahan sakit dan perih. Tidak ada satupun dari mereka berani menjawab seruan Suja.Kesal karena merasa tidak dianggap, Suja tiba-tiba menjambak salah satu anak perempuan yang ada didekatnya. Perempuan itu menjerit takut sambil memanggil kedua orang tuanya, tetapi tidak ada penduduk desa yang berani menolongnya.“Ayah! Ibu! Tolong!” seru perempuan itu ketakutan.“Tu-tuan, m
“Hei, bangun bocah!”Prajurit Kanezka baru saja masuk dengan perasaan berang ke tenda dimana Raksha berada. Kekesalannya kian memuncak karena melihat Raksha masih duduk dengan kondisi lengan dan kakinya diikat rantai perak sambil menundukkan kepalanya tanpa menanggapinya.“Semuanya sedang mempersiapkan diri untuk memburu Mavendra, aku malah ditugaskan untuk mengurus bocah sinting ini! Ah malang betul nasibku!”Sang prajurit meracau sambil menghampiri Raksha dengan perasaan keki. Dia langsung menjambak kepala Raksha kasar. Namun dia malah keheranan karena tatapan Raksha begitu tajam dan menusuk, seolah dia bersiap untuk bertarung dengannya. “Apa-apaan tampangmu itu, bocah?! Kau menantang-“Tangan sang prajurit yang hendak menampar Raksha tiba-tiba tertahan oleh seseorang dibelakangnya. Tubuhnya mendadak merinding karena dia bisa merasakan hawa membunuh yang kuat. Sekilas dia melihat ke belakang, mulutnya menganga kaget saat sadar kalau prajurit arwah Raksha adalah orang yang menahan
Raksha bisa merasakan tanah yang dia pijak kian bergetar akan derap langkah zirah besi prajurit Kanezka yang datang beramai-ramai. Jarak mereka masih sekitar 500 kaki darinya, tetapi gemerlap api obor yang berbondong-bondong layaknya kumpulan kunang-kunang yang berbaris rapi dari rombongan mereka menandakan bahwa seluruh prajurit Kanezka datang.“Hancurkan Sakra!”“Hancur! Hancur! Hancur! Hancur!”“Bunuh Mavendra!”“Bunuh! Bunuh! Bunuh! Bunuh!”“Bantai para pengkhianat Nusantara! Bantai para Titisan Ashura!”“Bantai! Bantai! Bantai Bantai!”Seruan pasukan Kanezka yang garang itu kian terdengar jelas seiring dengan jarak mereka yang kian memendek memasuki komplek desa yang gelap dan sunyi.Raksha tahu kalau pasukan siluman harimau sudah bersembunyi di tiap rumah di komplek desa, tetapi masih ada yang membuat hatinya tidak tenang. Dia memperhatikan dengan cermat rombongan pasukan itu dari kejauhan.“Kira-kira ada berapa kekuatan, Asoka?” tanya Raksha.“Seratus lima puluh….tidak, sekitar
“AAHHHH! AMPUNN!!! MAAFKAN KAMI!!!”Ratapan para prajurit Kanezka yang semula terdengar menggaung keras seketika redam ketika cakar dan taring siluman harimau datang mengoyak nyawa mereka tanpa ampun. Ratusan prajurit Kanezka yang masih memberontak kini semakin berkurang karena sebagian besar dari mereka mati mengenaskan.Raksha masih mengatur napasnya yang berderu sambil menyaksikan prajurit Kanezka yang tengah dibantai habis siluman harimu. Walau rencananya berhasil, dia tidak mau membiarkan dirinya lengah. Berulang kali dia berkonsentrasi untuk menjaga fokusnya, tetapi tubuhnya masih merasakan nyeri karena dampak jurusnya itu.“Yang Mulia, lebih baik kita menjauh dan biarkan siluman harimau menyelesaikan tugasnya. Anda harus beristirahat.” saran Asoka.“Kau benar, Asoka. Aku-“Sekonyong-konyong lembing berantai datang menghujam pundak kiri Raksha. Tidak ada yang menyangka kalau lembing itu berasal dari Suja yang masih bergulat menyingkirkan timbunan tanah dan mayat prajurit yang me
“Yang Mulia Raksha! Yang Mulia Raksha!”Raksha bisa mendengar Asoka, para siluman harimau dan prajurit arwah memanggilnya. Namun kesadarannya yang kian hilang memaksa dia untuk menutup kedua matanya. Napasnya terasa kian pendek. Bahkan jantungnya pun berdegup semakin lambat. Tubuhnya yang semula hangat karena dibanjiri darahnya perlahan menggigil. Mungkin ini sudah saatnya bagi Raksha untuk menyusul keluarganya.“Bangun, Raksha.”Raksha tertegun. Suara itu adalah suara familiar yang membangunkan sesuatu dalam dirinya. Suara yang dia rindukan. Suara gurunya, Jayendra Mavendra.“Guru….” panggil Raksha terbata-bata. Dia bisa merasakan telapak tangan gurunya yang hangat tengah merengkuh luka di kedua pundaknya. Beberapa saat setelah itu, dia bisa merasakan ada sesuatu yang panas yang muncul dari kedua telapak tangan gurunya lalu merambat ke seluruh tubuh dan tulangnya.Awalnya Raksha mengerang nyeri karena panas yang mendidih, tetapi setelah itu, seluruh rasa sakit yang mendera lambat lau