"Sampai kapan Anda mengikuti saya?" tanya Calvin kepada pengawalnya yang terkena tambak. Meski pelurunya tak sampai bersarang di lengan sang pengawal, tetap saja darah segar terus mengucur deras di sana. "Apakah Anda tak ada niatan untuk mengobati luka Anda dulu?"Calvin tiba-tiba terhenti saat dia sudah sampai di depan kamarnya. Lalu, dia memutar tubuhnya ke belakang. Menatap kedua mata pengawalnya yang sudah berada dalam posisi sikap siap. "Lebih baik Anda obati dulu luka Anda," ucapnya. "Sepertinya luka Anda lebih parah daripada luka saya.""Siap, tidak, Tuan," ucap sang pengawal. "Saya tak akan mengobati luka saya sebelum luka Anda diobati terlebih dahulu.""Whatever!" ucap Calvin yang langsung masuk ke kamarnya. "Yang penting saya sudah memberi tahu Anda."***Makanan sudah tersaji di depan Calvin. Ada ayam goreng madu yang menjadi makanan utamanya. Sudah lama, dia tak makan makanan mewah itu. Sebab, selama dia berada di luar, dia lebih banyak makan nasi padang yang kini telah me
"Dengarkan saya baik-baik. Ini penting sekali," ucap Bryan kepada Bunga dengan sungguh-sungguh."Apa hal penting yang ingin Tuan bicarakan dengan saya?" tanya Bunga. "Kenapa Tuan Bryan nampak gelisah begitu?"Bryan pun menarik nafas panjang. Lalu, dia berkata, "maafkan saya, sebab tadi saya tidak ikut dengan Anda," ucapnya. "Harusnya saya ikut serta dengan Anda agar Calvin tak menyakiti Anda."Dahi Bunga langsung mengernyit. Ia tak paham dengan maksud Bryan. "Calvin? Siapa dia, Tuan?" tanyanya."Dia adalah salah satu anggota keluarga Abraham," ucap Bryan. "Dan keluarga Abraham sendiri dikenal sebagai keluarga yang bengis dan tak punya hati. Mereka tak akan segan-segan menyakiti orang-orang yang bersinggungan langsung dengan mereka."Bunga nampak manggut-manggut tanda mengerti."Nah, bicara tentang Calvin, dia sendiri adalah anak dari Tuan Clayton," jawab Bryan. "Dia dan papanya sangat jahat, terutama papanya. Makanya, saya mau Anda berhati-hati dengan mereka. Sebab, saya tak mau merek
"Saya bukan mau mencari babu, tetapi saya mencari seorang istri." Seorang pria tampan dengan dagu yang tegas menatap Bunga dengan tatapan tajam. Sorot matanya menunjukkan kesombongan.Pria itu kemudian berucap lagi, "Jika Anda mau, ada banyak benefit yang akan Anda dapatkan," ucapnya tanpa bergerak sedikit pun dari duduknya. Tatapannya benar-benar begitu tegas.Bunga pun langsung mengajukan sebuah pertanyaan. "Mohon maaf, Tuan benefit itu apa, ya?" tanyanya dengan polos.Pria itu langsung melirik ke arah pengawalnya. "Anda pungut dari mana babu seperti dia? Bodoh sekali dia seperti Anda," ucapnya dengan memaki pengawalnya."I-Itu ...." Pengawal itu mendadak berbicara gelagapan. Terlihat jakun di lehernya naik turun saking takutnya. Keringat sebesar jagung juga turut memenuhi wajahnya. "M-Maaf, Tuan," ucapnya. "I-itu saya dapat dari Forum ART Se-Indonesia di Facebook dan kebetulan yang sesuai kriteria adalah Nona ini. Perempuan dan berumur 20 sampai 25 tahun. Dan yang pasti ... dia bi
"Kamu sudah kakek beri waktu hingga 3 bulan, Bryan, tetapi kamu masih belum membawa calon istrimu kepada kakek," ucap Baskoro kepada Bryan. "Sampai kapan kakek menunggunya?" lanjutnya. Bryan pun langsung melirik ke arah pengawalnya karena dianggap tak becus mencari calon istri kontrak untuknya. Tatapan Bryan ke arah pengawalnya begitu tajam setajam silet. "Bryan! Kakek sedang berbicara dengamu, matamu jangan ke mana-mana!" ucap Baskoro dengan tegas.Bryan pun langsung tertunduk lemas. 'Aduh, bagaimana ini?' batinnya yang mendadak. 'Kalau aku tak segera mendapatkan calon istri, harta kekayaan kakek akan diberikan kepada badan amal. Lalu, nanti aku tak dapat apa-apa.'"Bryan!" ucap Baskoro lagi. "Jangan menunduk, angkatlah kepalamu dan tatap mata kakek."Dengan ragu-ragu Bryan menatap mata Baskoro. Lalu, dia berkata sambil memilin jari-jari tangannya. "Maaf, sebelumnya, Kek, a-aku ...." Bryan pun mulai bingung harus bagaimana. Sebab, waktu yang diberikan sang kakek sudah jatuh tempo.
"Dia kampusnya di dalam negeri, Kek," ucap Bryan dalam keadaan yang masih ngos-ngosan. Ia kemudian menyeka keringat di dahinya. "Lebih tepatnya, dia mahasiswa Sastra Inggris."Pandangan Baskoro langsung teralihkan ke arah Bunga. "Really? So, you can speak English, Bunga?" tanyanya.Glek!Bunga kembali menelan ludah. Raut wajahnya amat menegang. Bahkan, muncul keringat sebesar jagung di dahinya. 'Aduh, ngomong apa si kakek?' batinnya. Ia kemudian menundukkan kepalanya ke bawah. 'Lagian mana mungkin aku kuliah di Sastra Inggris?' batinnya yang mulai ketir-ketir. 'Aku saja bisanya cuma yes-no, yes-no.'Bryan mengangguk ke arah Baskoro. Lalu, dia menggenggam tangan Bunga yang sangat dingin seperti habis dari kulkas. Bunga pun langsung kaget saat tangan kekar nan hangat menggenggamnya. Ia pun hendak melepaskannya. Akan tetapi, Brtan mencegah dirinya. "Dia tak terlalu lancar, Kek, soalnya dia berhenti kuliah saat semester dua, makanya dia cuma bisa basic saja," elaknya. 'Semoga saja kali in
"Mengapa Anda malah merestui hubungan pernikahan mereka, Tuan Baskoro?" tanya salah satu sahabatnya yang selama ini selalu berada di dekatnya baik susah maupun senang. "Padahal, cucu Anda dan calon istrinya telah menipu Anda."Baskoro yang sedang memegang alat pancing di tangannya melirik ke arah sahabatnya, Wiyoko. Dia kemudian tertuju kembali arah sungai yang biasa ia gunakan untuk memancing ikan bersama sahabatnya sambil menikmati angin malam. "Saya sebenarnya sudah tahu kalau mereka telah menipu saya sejak awal, Tuan Wiyoko," ucapnya. "Ditambah, informasi detail dari mata-mata saya semakin membuat saya semakin yakin kalau calon istri Bryan adalah orang yang saya cari."Wiyoko menoleh ke arah Baskoro. Ada tanda tanya besar di kepalanya. "Maksud Anda apa?" tanyanya."Entah mengapa, setiap saya melihat calon istri cucu saya, membuat saya teringat akan seseorang."Kedua mata Wiyoko pun langsung menyipit. "Siapa yang Anda maksud?" tanyanya."Seruni," jawab Baskoro dengan singkat."Seru
Suara ponsel Bryan berdering di pukul 2 pagi dan membuat Bunga terbangun. Ia pun hendak beranjak dari tidurnya, tetapi Bryan tiba-tiba terbangun dan meraih ponselnya. "Halo, Sayang," ujar Bryan sambil mengucek kedua matanya. "Kenapa kamu telepon aku di jam-jam segini? Kamu gak tidur kah?"'Kamu gak suka ya kalau aku telepon?' tanya Cassandra dengan suara yang terdengar ngambek. 'Apa jangan-jangan kamu habis melakukan malam pertama sama babu itu?' cecarnya dengan banyak pertanyaan. 'Ayo ngaku!'Dahi Bryan pun langsung mengernyit mendengarnya. "Malam pertama apa maksud kamu sih?" tanya Bryan sambil mengucek kedua matanya. "Aku lagi tidur sendirian kok di ranjang aku. Sementara, dia di sofa. Lagian, siapa juga yang mau menyentuhnya? Dia saja bau bawang gitu."Bunga yang mendengar ucapan Bryan secara refleks mencium bau tubuhnya. 'Apa aku sebau itu, ya?' batinnya. 'Padahal aku sudah pakai tawas di ketiak dan sering minum jamu. Aku bahkan sering ganti pakaian dan pakai parfum.''Bohong!'
Wiyoko dan Baskoro langsung menunduk malu saat melihat Bryan terlihat beringas mencium bibir Bunga. Mereka sama-sama mendadak salah tingkah karena adegan itu.Tanpa berkata sepatah kata, Baskoro menarik tangan Wiyoko keluar agar tak mengganggu kedua cucunya yang sedang menghabiskan malam pertama mereka berdua.Setelah itu, Baskoro segera menutup pintu kamar Bryan lagi dengan pelan.***Baskoro segera mengusap keringat di dahinya. Lalu, dia melirik ke arah Wiyoko. Dan secara bersamaan, mereka tersenyum lebar. Lalu, diikuti dengan tawa yang langsung lepas begitu saja."Benar kan apa kata saya?" tanya Wiyoko kepada Baskoro. Mereka itu tak mungkin berpura-pura, Tuan. Rumor yang mengatakan Bryan menyukai Cassandra tidaklah benar. Buktinya Bryan tadi mesra sekali dengan istrinya.""Iya, Tuan," ucap Baskoro yang dibuat kesemsem saat mengingat ciuman itu. "Sumpah, saya benar-benar kaget saat melihat mereka berciuman seperti itu."Wiyoko kemudian menepuk pundak kanan Baskoro. Lalu, dia menatap