Share

Tekad Untuk Membalas Dendam

Beberapa bulan kemudian Danuranda terus membantu bu Tais mencari kayu bakar di tengah hutan. Danuranda pun sudah mulai bergaul dengan anak seusia dirinya.

Bu Tais benar-benar merasa bahagia dengan kehadiran Danuranda. Ia benar-benar merasakan memiliki seorang anak yang ia dambakan selama ini.

Danuranda menjadi seorang anak yang begitu berbakti. Setiap pagi hari, ia membantu bu Tais mencari kayu bakar di hutan. Bahkan setiap sore, tidak jarang Danuranda membantu membelah kayu di belakang rumah.

Namun bukan berarti Danuranda melupakan tekadnya untuk membalaskan kematian kedua orang tuanya. Tekadnya tetap bulat akan menghabisi Ki Sangeti dan keroco-keroconya sampai tidak tersisah sedikitpun.

Semakin hari dendam itu semakin membara dan semakin besar pula. Hasrat Danuranda sudah sangat besar untuk membunuh Ki Sangeti. Bahkan setiap mencari kayu bakar di hutan, Danuranda tidak pernah lupa untuk melatih fisiknya agar semakin kuat. Bahkan tidak jarang ia pulang membawa kayu bakar yang begitu banyak di pundaknya.

Entah sejak kapan Danuranda mulai kembali berlatih ilmu kanuragan. Ia melakukan beberapa gerakan yang pernah diajarkan Ki Demang kepadanya. Mulai dari tendangan depan, tendangan samping, tendangan sabit, dan masih banyak tendangan lainnya.

Danuranda juga tidak lupa mempelajari tinjuannya.

"Aku harus terus berlatih, agar dapat membalaskan kematian Bopo dan Biung. Aku bersumpah akan membunuh Ki Sangeti beserta keroco-keroco nya,"

Di tengah hutan, Danuranda terus berlatih dengan meninju pohon di hadapannya. Hanya mengandalkan kekuatan fisik saja, Danuranda mampu membuat bekas yang besar di pohon itu.

Kekuatan fisik Danuranda patut di acungi jempol. Diusia yang baru berusia 12 tahun, ia sudah memiliki fisik bak pria 17 tahun lengkap dengan tubuhnya yang kekar.

Danuranda juga sungat sampai tahap sempurna penguasaan tendangan. Mulai dari tendangan depan, samping, dan sabit. Bahkan tendangan cambuk buaya pun sudah di kuasai sampai tahap sempurna.

Ketika hari mulai gelap, barulah Danuranda kembali ke pondok kecil milik bu Tais. Ia tidak ingin balik terlalu gelap, karena nanti membuat bu Tais akan menyusul dirinya karena belum kembali, sementara hari sudah sangat gelap.

"Kamu kemana saja Danur, ibu benar-benar khawatir kamu belum pulang sedari pagi," ucap bu Tais yang menyambut kedatangan Danuranda di depan pintu.

"Danur hanya main di hutan sambil mencari kayu bakar bu, ibu tidak usah terlalu khawatir. Danur bisa menjaga diri kok," jelas Danuranda.

Bu Tais hanya tersenyum lembu mendengar jawaban dari Danuranda. Meskipun Danuranda memiliki fisik lebih kuat dari anak seusianya, namun bu Tais tetap menganggap Danuranda sama seperti anak seumuran dengan dirinya.

***

Keesokan harinya pagi-pagi sekali Danuranda sudah berpamitan dengan bu Tais untuk kembali mencari kayu bakar di hutan. Bu Tais hanya berpesan cepat kembali sebelum hari gelap.

Di tengah lebatnya hutan, Danuranda kembali melatih fisiknya dan dasar dalam fondasi bela diri dan jurus dasar silat. Danuranda juga kembali memikul batu berukuran besar untuk melatih ketahanan fisiknya.

Beberapa pohon di sekitarnya pun sudah banyak bekas pukulan Danuranda. Tidak jarang ada sebagian yang tumbang ke tanah.

Semakin hari dendam itu semakin membara saja di dada Danuranda.

***

Hari-hari Danuranda salalu di habiskan dengan melatih fisiknya agar benar-benar kuat. Namun seiring berjalannya waktu Danuranda mulai menyadari jika kekuatan fisik saja tidak akan mampu mengalahkan Ki Wahita, jika tidak memiliki tenaga dalam dan ilmu kanuragan yang tinggi.

Danuranda mulai mempelajari dasar dari pengumpulan tenaga dalam dari buku-buku ilmu silat yang di beli olehnya di pasar desa tempat dirinya dan bu Tais berdiam diri.

Namun segiat apapun Danuranda belajar. ia tetap saja gagal mengumpulkan tenaga dalam. Danurandapun menyadari jika pengumpulan tenaga dalam haruslah di bimbing oleh seorang pendekar yang sudah mengumpulkan tenaga dalam di dalam dirinya.

"Apa yang harus ku lakukan? aku benar-benar tidak tahu harus meminta bantuan siapa untuk membimbingku," guman Danuranda.

Memikirkan hal itu membuat kepala Danuranda menjadi sakit dan berdenyut. Pada akhirnya Danuranda memilih memperdalam ketahanan fisiknya sambil sesekali memikirkan orang yang dapat membimbing dirinya untuk mengumpulkan, serta menyimpan tenaga dalam di dalam tubuhnya.

Sama seperti biasanya, ketika hari mulai gelap. Danuranda mulai berkemas untuk kembali dengan mengikat kayu bakar yang sudah di kumpulkan di pagi hari tadi.

Danuranda langsung bergegas cepat kembali ke desa, agar tidak harus bermalam di hutan untuk malam ini.

"Aku harus benar-benar mencari seorang pendekar untuk membantu dan membimbingku untuk mengumpulkan, serta menyimpan tenaga dalam," guman Danuranda sambil terus melangkah cepat menuju desa.

Beberapa hari kemudian Danuranda masih mencoba melakukan pengumpulan dan penyimpanan tenaga dalam memalaui metode yang ada di dalam buku yang di belinya di pasar. Namun tidak perduli sekeras apapun Danuranda mencoba, hasilnya tetap saja sama, Danuranda tetap saja gagal mengumpulkan tenaga dalam.

"Jika terus begini, bagaimana aku akan mengalahkan Sangeti durjana itu. Aku hanya akan mati konyol jika dengan kemampuan ku sekarang datang untuk menatang dan membalaskan dendam bopo dan biung," guman Danuranda sambil menggaruk kepalanya dan sekali menendangi rerantingan yang berada di hadapannya.

Danuranda benar-benar merasa beputus asa, karena belum juga memiliki kemampuan untuk membalaskan kematian kedua orang tuanya. Sudah dua tahun berlalu, namun Danuranda tetap masih menjadi pria lemah tanpa bisa menyimpan tenaga dalan di dalam tubuhnya.

"Arrghhh," teriak Danuranda di tengah lebatnya hutan yang membuat burung dan hewan yang ada di sekitarnya berlarian karena ketakutan.

Danuranda menyandarkan kepalanya di sebuah pohon paling besar nan rindang di tengah hutan. Tanpa dia sadari air matanya mulai menetes tanpa bisa di bendung lagi.

Danuranda benar-benar merasa tidak berguna. Danuranda kembali teringat saat bu Tais datang menolong dirinya. Seandainya saat itu bu Tais tidak datang menolong dirinya. Maka belum tentu Danuranda akan tetap bernapas hingga saat ini.

Seperti tekad awal Danuranda akan menetap di kediaman bu Tais sebagai balas budi dan membiarkan bu Tais merasakan memiliki seorang putra.

"Apa mungkin aku harus mati dengan dendam di dadaku ini yang semakin hari semakin membara untuk menuntut balas atas kekejaman yang di lakukan Sangeti Durjana itu!!"

Danuranda terus memikirkan hal itu beberapa hari kedepan. Ia masih begitu berhasrat untuk menuntut balas, namun di sisi lain Danuranda menyadari jika dirinya tidak memiliki kekuatan untuk melakukan hal itu.

Setelah berpikir beberapa hari dan meminta saran dari bu Tais yang hanya mengatakan ikuti kata hatimu. Akhirnya Danuranda membulatkan tekadnya untuk menuntut balas kematian oenag tuanya dan seluruh tetua, serta penghuni padepokan Tirta Kencana saat itu. Danuranda juga bertekad memberikan kematian paling tragis dan terbina. Bahkan kematian yang tidak terbayangkan oleh Ki Sangeti sekalipun.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status