Tiga bulan berlalu setelah kejadian di kolam renang itu. Rama sudah kembali beraktivitas seperti semula, bekerja dengan giat bahkan dengan keras. Laki-laki itu pun masih sabar menerima sikap tertutup istrinya namun ia yakin jika suatu saat nanti kesabarannya akan membuahkan hasil. Cinta dan kasih sayangnya akan membuat pintu hati Ashiqa terbuka lebar untuknya.
Sore itu Ashiqa sedang belajar memasak dengan bi Sri, beliau asisten rumah tangga yang terlama di rumah itu sejak ibu Rama baru saja meninggal di usia Rama yang kesepuluh. Jadi bi Sri bisa dikata pengasuh juga buat Rama dan Rama sangat menghormati perempuan paruh baya itu.
“Tuan muda itu sangat suka makan dengan menu yang di panggang atau di bakar, seperti ayam bakar madu ini Nyoya muda.” Bi Sri dengan sabar mengajarkan bagaimana mengolah makanan lezat sesuai selera Rama. Ashiqa sendiri yang minta untuk diajarkan memasak.
“Nyonya muda, Bibi tahu jika posisi Bibi tidak pantas untuk membicarakan ini tapi Bibi Cuma mau kasih tahu Nak, Tuan muda Rama itu orangnya sangat baik. Ia dewasa, mandiri dan penuh kasih sayang. orangnya tidak pernah kasar sama siapa pun juga, tapi sangat tegas dengan kebenaran. Beruntung Nyonya muda punya suami seperti dia.”
“Dulu dia punya pacar Bi?”
Bi Sri menghentikan memotong sayuran, ia mencoba mengingat-ingat.
“Setahu Bibi gak ada , bahkan saat kuliah di luar negeri pun tuan muda gak punya kekasih, sibuk katanya gak sempat cari pacar.” Bi Sri terkekeh di akhir kata itu dan membuat Ashiqa sadar jika ucapan Rama di malam pertama mereka itu jujur adanya.
"Pernikahan pertama Tuan juga hanya sebentar saja karena istri Tuan meninggal." Bi Sri menatap Ashiqa dengan tatapan berkaca-kaca.
“Bibi minta tolong sama Nak Ashiqa, jadi istri yang baik untuk tuan muda, kasihan ibunya sudah lama meninggal, ayahnya menikah lagi dan ibu tiri serta saudarinya tidak tulus menyayangi tuan Rama. Sampai ayahnya juga meninggal dunia tuan muda sangat kesepian. Lama dia gak punya siapa-siapa. Makanya Bibi senang sekali ketika tuan muda bilang kan menikah dengan Nyonya muda. Tuan muda sangat bahagia.” Bi Sri menyeka air matanya yang jatuh tanda jika orang tua ini benar-benar sangat menyayangi majikannya.
Ashiqa menatap wajahnya di cermin, sudah tiga bulan ia menjadi istri Rama, ia mulai menyukai sikap Rama yang selalu manis dan sopan. Leluconnya yang lucu namun Ashiqa menahan tawanya untuk Rama. Ashiqa merasa sudah cukup membangun tembok tebal di hatinya, ia memang beruntung memiliki suami yang baik hati seperti Rama. Ashiqa lalu berdiri membuka lemari dan mengambil sepotong lingerie berwarna merah muda. Meski Ashiqa malu tapi ia harus menyerahkan hak Rama yang sudah lama ia tunda.
Rama baru saja mandi dan berganti pakaian, matanya melirik ke arah Ashiqa yang terlihat sangat cantik malam ini. parfum istrinya menguar di udara dan membuat Rama mabuk kepayang. Ia mengelus dada ia harus bersabar, ia tidak akan meminta kepada Ashiqa jika istrinya itu tidak datang sendiri kepadanya.
“Ashiqa … apa kau ingin berbuat ulah lagi pada jantungku?” tanya Rama pada Ashiqa yang sedang menata bantal di tempat tidur mereka. Baju kimono yang agak transparan bisa memberitahukan kepada Rama jika tubuh di dalamnya itu sedang terbalut lingerie yang seksi.
“Maksudmu?” tanya Ashiqa yang tidak mengerti pertanyaan Rama barusan.
“Apa kau sedang ingin mengujiku lagi Ashiqa ? dengan ini…” Rama menyentuh ujung kimono Ashiqa. Yang ditanya hanya tertunduk dan terdiam, wajahnya sudah bersemu dadu.
“A-aku tidak mengujimu lagi Rama, ku rasa… engh… a-aku… malam ini waktunya untuk…” Ashiqa tidak melanjutkan kata-katanya ia kehabisan stok kata untuk suaminya.
Rama tersenyum, ia paham sikap Ashiqa yang malu-malu tapi mau.
“Alhamdulillaaaaaah… akhirnya aku saaaaahhhh jadi suamiiii…!” pekik Rama girang, Ashiqa spontan menutup mulut Rama.
“Berisik banget sih!” mata Ashiqa melotot melihat tingkah Rama yang norak menurutnya.
“Duhai pencipta maskara yang melentikkan bulu mata istriku, terima kasih karena semakin mempercantik istriku bahkan disaat melotot seperti ini pun ia masih terlihat cantik dan menggemaskan.” Rama menurunkan tangan Ashiqa dan menatapnya dengan dalam.
Sebelum Ashiqa membuka mulutnya lagi segera Rama membungkamnya dengan ciuman mesra. Tembok pertahanan Ashiqa sudah runtuh dan saatnya ia masuk ke dalam kehidupan Ashiqa lebih jauh lagi walaupun malam ini Rama gemas sekali dengan malu-malu tapi mau istrinya itu.
Ashiqa mengeringkan rambutnya dengan hairdryer, rambutnya yang tebal dan panjang di bawah bahunya kadang menyulitkannya untuk segera mengeringkannya.
Rama yang baru saja selesai berpakaian usai mandi mendekati Ashiqa dan mengambil alih pengering rambut itu. Ashiqa menatap suaminya lewat pantulan cermin dan menahan senyumnya yang terkulum.“Kamu baru sadar yaa kalau suami kamu ini memang mirip Evan Sanders?” tanpa melihat ke arah cermin Rama tahu kalau Ashiqa sedang meliriknya. Mata Ashiqa mendelik lalu membuang mukanya, ada semburat memerah di pipinya.
“Issshh … narsis amat siih jadi orang, Evan Sanders itu lebih manis tau.”
Rama tersenyum kecil, meski dia sudah merobohkan dinding kegadisan eeh dinding hati istrinya ternyata Ashiqa menyimpan jauh hatinya lebih dalam yang harus dijangkau lebih keras lagi oleh Rama.
Hairdryer itu bergerak kesana-kemari dan Rama melakukan itu dengan telaten dan hati-hati. Hampir semua hal dari istrinya dia kagumi. Rambut indahnya, kulit yang putih dan keceriaanya meski Ashiqa lebih mungil namun hal itu yang membuat Ashiqa menjadi imut dan menggemaskan.“Sayang, aku ingin memberimu sesuatu.” Ucap Rama serius selang beberapa menit dia mengeringkan rambut istrinya.
Dia mematikan pengering rambut itu dan meletakkannya di meja. Ashiqa menatap suaminya yang berjalan menuju lemari besar dan mengambil sesuatu dari sana. Tampak sebuah kotak beludru berwarna biru malam di pegang hati-hati oleh Rama.“Ini milik mendiang ibuku, sangat istimewa dan aku ingin memberikan ini kepadamu, wanita istimewaku.” Dengan hati-hati Rama membuka kotak itu dan terlihat seuntai kalung berlian yang senada dengan warna kotaknya. Rama mengalungkan itu dan Ashiqa memandanginya di cermin dengan sorot kagum.
“Cantik sekali pasti ibumu sangat cantik memakai ini.” jemari Ashiqa mengelus kalung yang menghiasi lehernya itu, sangat mewah dan tidak bisa dipakai di sembarang waktu.
“Cantik, membuat istriku semakin cantik.” Rama menunduk hingga dagunya menyentuh bahu Ashiqa, tanpa sadar Ashiqa menoleh dan hidung mereka nyaris bertabrakan. Rama melihat ke arah bibir Ashiqa, mata Ashiqa tahu kemana tatapan Rama, jantungnya berlomba.
Kali ini pasti jantung Ashiqa yang bermasalah. Spontan Ashiqa menutup matanya rapat-rapat, percintaannya semalam masih membekas kuat dan dia ingat bagaimana Rama menciumnya. Rama tersenyum ekspresi Ashiqa yang takut dicium mendadak membuatnya merasa geli.“Kamu berharap aku cium Sayang?” tanya Rama jahil pada istrinya. Wajah Ashiqa kembali merona merah, dia membuka mata kirinya lalu diikuti mata kanannya. Kemudian berpaling dan menjauh dari suaminya yang membuatnya malu.
“Iiihhh … siapa juga yang mau dicium, kamu aja tuh yang suka nyosor duluan.”
“Jadi aku harus bilang dulu kalau mau cium kamu?” tanya Rama masih dengan kejahilannya.
“Iya … eeh… gak… duuuh … apa siih? … udah aah, nanti kamu terlambat ke kantor. Aku sudah siapkan pakaian kamu, aku mau turun siapkan sarapan.”
Ashiqa salah tingkah dibuat Rama, sungguh dia ingin segera menghilang dari kamar ini segera, cliiinng … hilang begitu saja tanpa buka pintu dulu.
Ashiqa bergegas menuju pintu namun tiba-tiba langkahnya tertahan, Rama memegang lengannya dan membuatnya berbalik lalu sekejap ia tenggelam di pelukan Rama.“Tahu tidak kalau hari ini hari Minggu ? kantorku libur Sayang. kita jalan-jalan yuk.”
“Ha-hari Minggu yaa … maaf aku lupa.” Sempurna sudah rasa malu Ashiqa saat ini, tapi dia suka berada di dalam pelukan Rama hingga membuatnya nyaman.
“Shiqa, kamu sudah percaya kan kalo aku itu bukan Datuk Maringgih yang menawan Siti Nurbaya ? Kamu salah paham Sayang. Aku hanya seorang pria yang jatuh cinta pada seorang gadis dan aku beruntung bisa memiliki gadis itu.”
Ashiqa terdiam, raut wajahnya berubah jadi mendung ada kesedihan yang sedang dia sembunyikan sekuat tenaga.
Entah siapa yang punya keberuntungan itu, suaminya atau dirinya yang dipersunting seorang pria baik hati. Rama mengecup puncak kepala Ashiqa sebelum istrinya melepaskan dirinya dari pelukannya dan meninggalkan kamar. Ada rasa aneh samar yang dirasakan oleh Rama, ada kabut di mata Ashiqa yang terbaca olehnya.Pusat perbelanjaan terlihat sangat ramai, sejak tiba hingga dua jam mereka ada di mall itu Rama tak sedikit pun melepaskan genggamannya dari tangan Ashiqa.Bukan karena Rama takut Ashiqa khilaf dengan sale-sale yang menggoda kaum hawa tetapi baru kali ini dia berjalan dengan wanita di keramaian, Rama tak ingin Ashiqa terlepas jauh darinya.“Ram, udah doong … jangan dipegangin mulu, kayak orang pacaran aja deeh.” Protes Ashiqa yang merasa tak leluasa melihat barang-barang karena Rama.“Ooh jadi gini yang namanya pacaran ? habis ini kita nonton yuuk Sayang … kan kita lagi pacaran!” seru Rama setengah teriak dan sukses membuat orang-orang di sekitarnya melihat ke arah mereka.“Yaa… Allah … Raaama … norak banget sih kamu? Iiisshhh … ,” dengan bergegas Ashiqa menggeret suaminya menjauh ke tempat yang agak sepi.Ashiqa memasang waja
Wisnu membukakan pintu mobil untuk Ashiqa, bahkan asisten pribadi Rama itu gugup melihat kecantikan Ashiqa. Mobil bergerak membelah jalan membawa Ashiqa ke suatu tempat yang asing, bukan berupa restoran atau tempat yang lazim untuk makan malam.Wisnu mempersilahkan turun dan Ashiqa tercengang, tempat ini adalah sebuah hanggar dan tak jauh dari mereka ada helikopter yang mulai mempercepat putaran baling-balingnya. Sejenak Ashiqa ragu namun Wisnu kembali mempersilahkannya naik. Helikopter itu akan membawa mereka mendarat di sebuah pulau kecil.Detak jantung Ashiqa masih tak karuan, dia berharap tidak pingsan sebelum bertemu dengan Rama. Pemandangan kota di malam hari yang dia nikmati dari ketinggian sungguh menakjubkan. Ini merupakan perjalanan makan malam yang tak akan terlupakan bagi Ashiqa. Tak lama helikopter pun mendarat di sebuah pulau kecil yang tampaknya memang dijadikan sebuah resort mewah.Wisnu dengan sabar
Matahari bersinar hangat dan Ashiqa masih dalam buaian tempat tidurnya, Rama memandangi istrinya yang terlelap dengan pulasnya. Dia sangat bersyukur dengan kehidupannya yang sekarang dan mungkin akan lebih bahagia lagi jika ada kehadiran anak di antara mereka.“Jangan menatapku seperti itu, aku malu.” Ashiqa rupanya sudah terbangun dan ketika dia membuka mata terlihat Rama yang sedang menatapnya tak berkedip.“Aku suka liat kamu kalau lagi tidur, bikin pikiranku travelling.” Rama mengedipkan matanya sambil menggoda Ashiqa. Ashiqa menutup kepalanya dengan selimut menyembunyikan rona di wajahnya. Sepulang dari makan malam mereka melanjutkan aktifitas lain di tempat tidur mereka. Rama menyebut itu ‘piknik kasur’.“Apa kau punya rencana masa depan yang ingin kau wujudkan Shiqa?” tanya Rama serius, dia bergerak meraih tubuh istrinya dan memeluknya tanpa canggung lagi.“Aku ingin melanjutkan kuliahku lagi Ra
Akhir-akhir ini Ashiqa merasa tidak nyaman berada di rumah, ada-ada saja celetukan atau perkataan ibu mertuanya yang membuat panas telinganya. Kareena pun sebelas dua belas dengan ibunya yang ikutan nyinyir segala cara berpakaian Ashiqa dikomentari oleh iparnya yang seorang model. Pakaian yang kampungan lah atau yang norak dan gak modis. Ashiqa berusaha sekuat tenaga mengabaikan mereka dan tetap fokus pada kuliahnya.Tugas kuliah Ashiqa mulai padat, banyak hal yang harus diselesaikannya dalam minggu ini. Seperti malam ini, Rama pulang hampir larut malam dan mendapati istrinya tengah tertidur di sofa dengan laptop yang sudah mati dan buku-buku yang masih terbuka lebar. Rama melepas jasnya dan memandangi istrinya yang tampak kelelahan. Rama mengecup kepala Ashiqa dan mengangkat tubuh mungil itu ke tempat tidur. Ashiqa menggeliat dan memeluk lengan suaminya dengan erat.“Tidak … jangan pergi, jangan pergi.
Ashiqa masuk ke dalam kamarnya dan mengambil kopernya. Dia sudah berniat uuntuk meninggalkan rumah ini. Rama yang merasa tidak enak pada Ashiqa merasa tidak tenang dan kembali ke rumah. Rama menghela napas berat ketika mendapat Ashiqa tengah mengumpulkan bajunya dan memasukkannya ke koper.“Dengar Ashiqa, aku minta maaf atas sikapku tadi yang sudah bersuara keras padamu tadi.”Ashiqa hanya memandangi wajah Rama sejenak dengan tatapan tajam kemudian kembali berpaling pada baju-bajunya yang sudah selesai dia berpindah ke kopernya.“Kau tahu aku tidak bersalah, ibumu hanya pura-pura Rama juga adikmu itu! Kau tahu di depanmu mereka bertingkah seakan sangat sayang dan hormat padamu tapi di belakangmu mereka menjelek-jelekkanmu dan berniat tidak baik kepadamu!” Ashiqa masih tersulut emosi dia berkata-kata sambil mengacungkan tangannya menunjuk ke arah pintu.“Ini yang ka
“Yaaah … dia bengong … hey Chika. Aku tanya kamu bahagia gak sama suami kamu ini ?” tanya Terryn lagi. Ashiqa hanya mengangguk sambil mengingat-ingat kembali momen romantic mereka.“Aku mungkin perempuan yang paling bahagia di muka bumi ini Yin.”Ingatan Ashiqa terlempar jauh ke belakang saat malam pertamanya dengan Rama, dia memarahi Rama dengan menyebutnya Datuk Maringgih, saat itu Rama hanya tertawa mendengar omelan Ashiqa. Saat di resort waktu Ashiqa nyaris tenggelam seperti anggota Baywatch Rama melompat masuk ke dalam kolam renang menyelamatkan dirinya. Peristiwa yang paling heroik dan mengesankan, momen itu mereka dekat sekali secara fisik karena Rama menggendong Ashiqa kembali ke kamar hotel mereka. Yang paling fantastis adalah makan malam mereka di sebuah kapal yacht milik Rama dan menikmati malam indah kembang api.“Wooyy … udah melamunnya. Kata orang siih ujian
Malam ini Ashiqa tidak bisa memejamkan matanya, sudah berkali-kali dia mengubah posisi tidurnya. Seperti ada yang kurang dan tidak nyaman padahal semuanya sama saja seperti biasanya. Pikirannya tertuju sosok laki-laki yang seharusnya ada di sampingnya saat ini, Ashiqa ingin menghirup lagi aroma parfumnya, mendengar suaranya dan hangat pelukannya.‘Apa ini yang dinamakan rindu yaa?’ keluh Ashiqa dalam hati. Dia menatap ponselnya, suaminya belum juga menelponnya kecuali saat Rama baru saja tiba di hotel tempat dia menginap.Tok … tok … tok …Suara ketukan di pintu kamarnya membuat pikiran Ashiqa tentang Rama memudar seketika.“Siapa?” tanya Ashiqa sambil turun dari tempat tidurnya.Ketukan itu terdengar lagi dan membuat Ashiqa semakin bergegas menuju pintu dan membukanya.“Bi Sri ? ada perlu apa malam-malam begini?” Ashiqa cukup heran asisten rumah tangganya menemuinya di malam yang hampir larut.“Nyonya besok ke kampus gak?” tanya Bi Sri agak ragu-ragu dan bersuara pelan. Dia menoleh
Ashiqa membeliak dengan sangat terkejut, perintah Kareena sangat jelas agar laki-laki itu berbuat hal yang tidak senonoh kepadanya. Ashiqa masih meronta dengan sekuat tenaga dalam pelukan laki-laki yang tidak dikenalinya itu.“Hentikan! Jangan kurang ajar kalian!!” bentak Ashiqa yang semakin berusaha menghentikan kegilaan ipar dan ibu mertuanya yang hanya berdiri dengan santai menikmati “pertunjukan” di atas tangga menuju kamar Ashiqa.“Apa kalian tidak takut dengan Rama? Dia tidak akan diam saja dengan perbuatan kalian!” ancam Ashiqa lagi. Dia merasakan tenaganya mulai berkurang dan tidak dapat lagi melakukan perlawanan pada laki-laki yang bernama Jack itu.“Yang Rama tahu nanti adalah, kamu kedapatan sedang berselingkuh dengan laki-laki ini dan laki-laki ini kabur begitu saja setelah kedapatan berbuat mesum bersama kamu di kamar tidur Rama. Selama ini Rama mendengarkan kata-kataku jadi tidak sulit untuk meyakinkan dia kalau kamu itu hanya ingin hartanya dia saja dan punya pria idama