Share

Kemarahan Rama

Akhir-akhir ini Ashiqa merasa tidak nyaman berada di rumah, ada-ada saja celetukan atau perkataan ibu mertuanya yang membuat panas telinganya. Kareena pun sebelas dua belas dengan ibunya yang ikutan nyinyir segala cara berpakaian Ashiqa dikomentari oleh iparnya yang seorang model. Pakaian yang kampungan lah atau yang norak dan gak modis. Ashiqa berusaha sekuat tenaga mengabaikan mereka dan tetap fokus pada kuliahnya.

Tugas kuliah Ashiqa mulai padat, banyak hal yang harus diselesaikannya dalam minggu ini. Seperti malam ini, Rama pulang hampir larut malam dan mendapati istrinya tengah tertidur di sofa dengan laptop yang sudah mati dan buku-buku yang masih terbuka lebar. Rama melepas jasnya dan memandangi istrinya yang tampak kelelahan. Rama mengecup kepala Ashiqa dan mengangkat tubuh mungil itu ke tempat tidur. Ashiqa menggeliat dan memeluk lengan suaminya dengan erat.

“Tidak … jangan pergi, jangan pergi.” Ashiqa mengigau dalam mimpinya. Rama pun tak jadi beranjak dari tempat tidur dan membiarkan Ashiqa tetap memeluk lengannya.

“Ayah, jangan pukuli dia Yah, jangaaan …,” kembali Ashiqa meracau dalam tidurnya dan membuat dahi Rama berkerut. Dia yakin jika Ashiqa tengah bermimpi buruk.

“Sayang, bangun, ayo bangun Sayang.” Rama menepuk lembut pipi istrinya dan mengguncang bahu Ashiqa dengan pelan.  Peluh mulai bermunculan di dahi Ashiqa dan perempuan itu mulai gelisah.

“Shiqa, bangun Sayang.” Rama mencoba lebih keras lagi membangunkan istrinya.

“Tidaak…!” Ashiqa terbangun dan menatap Rama dengan ketakutan, mimpinya membuat dia menangis, dia melihat Arkhana dipukuli lagi oleh ayahnya.

“Sayang, kau bermimpi buruk?” Rama mengelap peluh di dahi Ashiqa,

“Tenanglah Sayang, tidak terjadi apa-apa, aku ada bersamamu. Kau haus?” tanya Rama dengan lembut.

Ashiqa hanya mengangguk pelan, Rama meninggalkannya sebentar untuk mengambil air minum di kulkas mini mereka di sudut kamar.

“Terima kasih.” Satu gelas air sejuk itu ditenggak habis oleh Ashiqa.

“Rama, apa aku mengatakan sesuatu tadi, atau menyebut nama seseorang?” tanya Ashiqa ragu, dia takut jika tanpa sengaja menyebut nama Arkhana mantan kekasihnya di depan suaminya.

“Tidak Sayang, kau tidak mengatakan apa-apa, kau hanya sedikit gelisah saja.” Rama menutupi kejadian barusan agar istrinya tidak kepikiran lagi.

“Maaf aku ketiduran dan tidak menyambutmu pulang.” Ashiqa merasa sedikit bersalah.

“Tidak apa, itu bukan masalah. Jika kau kelelahan istirahatlah lebih cepat.”

“Aku sudah tidak mengantuk lagi, apa kau ingin makan atau apa gitu?” tanya Ashiqa yang turun dari tempat tidur dan merapikan buku-bukunya di meja.

“Aku sudah makan malam dengan klien, aku hanya ingin mandi air hangat saja. Jika kau tidak keberatan apa kau bisa menyiapkannya untukku, tolong?”  Rama membuka dasi dan kemejanya. Ashiqa mengangguk dan menuju kamar mandi untuk menyiapkan air mandi yang dibutuhkan suaminya.

Ashiqa mengisi bathup dengan air hangat namun pikirannya melayang-layang, dia masih teringat dengan mimpi buruknya tadi, tanpa disadarinya  air di bathup sudah penuh dan tumpah membanjiri lantai. Rama masuk hanya menggunakan handuk yang dililitkan di pinggangnya.

“Kau sedang memikirkan apa Sayang ? airnya sudah penuh.” Rama memeluk istrinya dari belakang dan berbisik lembut. Ashiqa sedikit tersentak kaget terlebih saat dagu Rama menyentuh bahunya yang terbuka karena kimono yang dia kenakan tengah melorot memperlihatkan bahu kanannya.

“Apa kau ingin menemaniku di dalam bath up?” Rama mencium lembut pipi Ashiqa. Istrinya hanya diam saja dan membuat Rama tersenyum.

“Sayang, diamnya perempuan itu tanda ‘iya’ lho.”

Wajah Ashiqa bersemu merah sambil menahan senyum  malu-malu.

Hari ini Ashiqa hendak pergi bersama Terryn menghadiri pesta pertunangan salah satu teman mereka di kampus. Ashiqa sudah bersiap dengan dandanan yang cantik, kali ini dia memakai satu set perhiasan yang diberikan Rama sebagai mahar pernikahannya. Penampilan Ashiqa sungguh cantik sempurna, terlebih Rama pun sudah memberikan ijin kepadanya untuk pergi bersama Terryn.

“Waaah … wah … wah … Nyonya Besar mau kemana ini ? cantik sekali.” Tegur ibu mertuanya di ruang tengah bersama Kareena.

“Bu, lihat perhiasan yang dipakai Ashiqa, cantik sekali Bu, bahkan kita tidak pernah punya perhiasan sebagus itu.” Bisik Kareena yang terpukau dengan perhiasan Ashiqa.

“Heh … gembel! Ngapain kamu pake perhiasan satu set segala gitu ? mau pamer kamu hah?”  ibu Rukmini tampaknya merencanakan sesuatu kepada Ashiqa.

“Saya mau pergi ke pesta pertunangan teman saya Bu, dan saya kira ini wajar saya pakai dan tidak berlebihan.” Ashiqa mulai merasakan hal yang tidak enak.

“Gak pantas kamu pakai itu, nanti malah kamu jual lagi. Sini perhiasannya biar aku simpan!” ibu Rukmini menaikkan tangannya untuk melepas perhiasan Ashiqa dan ditepis oleh Ashiqa.

“Maaf Bu yaa, ini perhiasan milik saya, karena ini mahar pernikahan saya. Saya berhak memakai dan menyimpannya sendiri.” Ahshiqa dengan sikap tegas menolak permintaan ibu mertuanya yang tidak masuk akal itu.

“Eeeh … ngelawan kamu yaa ? kurang ajar banget kamu!” Kareena  mendekati Ashiqa dan hendak menamparnya tapi dengan sigap dia menangkap lengan Kareena dan mendorongnya.

Di saat yang sama Rama muncul dari atas dan melihat kejadian itu.

“Ramaaa … apa salah Ibu sama kamu Nak ? istrimu menuduh Ibu ingin mencuri perhiasan miliknya karena Ibu menegurnya karena perhiasannya yang berlebihan, lihat dia memukul Kareena juga.”

Ibu Rukmini melancarkan akting terbaiknya sambil menangis tersedu-sedu, Kareena pun terlihat seakan sangat kesakitan.

“Ramaaa … Ibu sayang sama kamu Nak, Ibu juga sayang sama Ashiqa, tapi kenapa sikap istrimu begitu kurang ajar sama Ibu ? Ibu sedih Naaak .…”

“Apa ? Ibu bilang apa ? berani-beraninya Ibu memutarbalikkan fakta ! justru Ibu yang hendak mengambil paksa perhiasanku ini!” nada suara Ashiqa meninggi karena emosi.  Dia muak dengan akting ibu mertua dan iparnya itu.

“Berikan yang mereka mau Ashiqa.” pinta Rama dengan suara datar yang membuat Ashiqa terkejut.

“Sudah lah Nak, jangan hiraukan Ibumu ini, kami memang tidak pantas ada di sini.” Ibu Rukmini kembali tersedu-sedu.

“Ibu jangan pura-pura begitu yaa! Jelas-jelas tadi Ibu yang…,”

“Ashiqa cukup. Pelankan suaramu di depan ibu. Tunjukkan rasa hormatmu pada orang tua.” Dengan tegas Rama mengingatkan Ashiqa yang semakin membuat Ashiqa meradang. baru kali ini Rama membentaknya dengan keras.

“Berikan perhiasanmu itu pada ibu.”

Ashiqa tidak membantah lagi, dengan tatapan geram dia menatap Rama sambil melepas kalung, gelang, cincin dan giwang berlian yang dia pakai lalu menyerahkannya kepada ibu Rukmini.

“Itu adalah mahar milikku Rama.” Ashiqa berlalu dari hadapan Rama dengan dada bergemuruh. Dia tetap pergi bersama Terryn meski penampilannya sudah tidak lengkap lagi. Rama hanya menatap ibunya dengan penuh permohonan.

“Tolong jangan ganggu Ashiqa lagi Bu, ku mohon.”

Rama pun ikut berlalu dari kedua orang itu menuju mobil yang akan membawanya ke kantor. Rama menawarkan untuk mengantar Ashiqa tetapi istrinya terlebih dulu keluar menunggu taksi yang akan menjemputnya.

Air mata Ashiqa meleleh baru kali ini dia merasa terluka oleh Rama yang mampu menghardiknya dengan suara sekeras itu di depan ibu mertua dan iparnya. Rasanya dia ingin segera pulang kembali ke rumahnya dimana ayah dan ibunya tidak pernah memperlakukannya dengan kasar dan merendahkannya. Sepanjang jalannya acara Ashiqa lebih banyak diam bahkan dia tidak banyak menyahuti obrolan Terryn sahabatnya. 

"Yin, sorry kayaknya aku gak enak badan deeh, aku pulang lebih awal yaa?" 

"Ouh ok, kamu sudah pesan taksi?" tanya Terryn dengan nada khawatir. 

Ashiqa hanya mengangguk, dia hampir saja keceplosan mengatakan jika ada Wisnu asisten pribadi suaminya yang datang menjemputnya. Dia belum menceritakan pada Terryn sahabatnya jika dia sudah menikah muda dengan seorang duda kaya raya. Mantan duda yang sekarang ini membuatnya jadi tidak semangat dan ceria.

Ashiqa masuk ke dalam rumah dengan perasaan gundah, andai saja dia bisa pulang saja ke rumah orang tuanya. Sungguh dia tidak tahan lagi dengan perlakuan ibu mertua dan iparnya itu yang selalu mengatainya gembel dan merendahkannya. Ashiqa baru saja melepas heelsnya ketika dia mendengar ibu Rukmini dan Kareena berbincang sambil tertawa.

“Rama itu memang beg* Bu, mau aja nurutin kemauan Ibu, lagian Ibu itu harusnya main sinetron, akting Ibu bagus banget, ha ha ha ha …,” Kareena tertawa terbahak-bahak diikuti tawa ibu Rukmini yang tak kalah kerasnya.

“Lain kali kita harus susun rencana Bu, si gembel Ashiqa itu harus keluar dari rumah ini bagaimanapun caranya. Kalau perlu kita buat mereka berpisah selamanya, nanti harta Rama jatuh semua lagi ke tangan Ashiqa dan kita tidak dapat apa-apa.” Ujar Kareena lagi lebih serius.

“Anak bodoh itu memang tidak bisa memilih pasangan dengan benar, ku kira cukup si gembel penyakitan Kania saja yang dibawa pulang ke rumah, untung dia udah cepat mati. Padahal banyak gadis yang Ibu tunjukkan gak ada yang disetujui Rama, ini malah bawa bocah ingusan jadi istri. Dasar anak bodoh!” kata-kata yang diucapkan ibu Rukmini semakin membuat darah Ashiqa mendidih. Ingin rasanya dia berkata lebih kasar lagi pada kedua perempuan itu tapi pasti Rama tidak akan berpihak padanya.

Ashiqa memutar langkahnya dia tidak jadi masuk lewat pintu depan, dia berbalik dan memutar untuk mencapai pintu belakang. Sesaat matanya memandangi rumah megah ini. Rumah mewah yang yang tak akan pernah jadi surga baginya dengan kelakuan ibu mertua dan iparnya. Ashiqa sangat kecewa dengan sikap Rama, langkahnya gontai dan akhirnya dia memutuskan sesuatu. Sebelum dia terusir dengan segala fitnah yang dibuat ibu Rukmini dan Kareena Ashiqa lebih baik keluar dari rumah ini terlebih dahulu.

Bayangan Rama yang selama ini baik dan lembut pudar hanya dalam sekejap. Tadinya dia berpikir bisa bersandar pada Rama dalam segala hal, dia percaya Rama akan menjadi pelindungnya. Sikapnya yang tidak adil itu membuat Ashiqa tidak percaya lagi pada Rama. Kesedihan ini membuatnya merindukan ayah dan ibunya. Baru kali ini Ashiqa benar-benar merasa sangat sendirian.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status