Rama tertegun dengan apa yang telah dilakukan istrinya. Dia menatap Ashiqa yang masih menutup matanya meski wajahnya sudah menjauh dari wajah Rama. Ada raut kesedihan yang terbaca di kerutan sudut mata Ashiqa yang terpejam erat.“Hey … ada apa Sayang?” Rama kembali memeluk istrinya dan membelai kepalanya dengan lembut.Ashiqa menggigit bibirnya dia tak mungkin menceritakan tentang Arkhana ke suaminya . Dia tak mampu membayangkan jika Rama akan marah padanya lalu memulangkannya kepada orang tuanya. Perempuan ini sudah terlanjur cinta pada Rama.“Apa kau bertemu dengan ibu dan Kareena di jalan ? apa mereka berbuat yang tidak baik lagi padamu?”Ashiqa menggeleng pelan, Rama tak lagi bertanya dan memberi Ashiqa waktu, kelak jika dia sudah bisa menceritakan pasti akan diceritakannya tanpa Rama meminta.“Kau sudah berbuat nakal sore ini dan kau layak dihukum.” Rama memegang dagu istrinya dan mengangkat dagu itu dengan kedua jarinya.“A-aku dihukum?” tanya Ashiqa dengan sedikit terkejut.“Iy
Ashiqa nyaris melonjak dengan gembira ketika melihat hasil ujiannya mendapat nilai yang sangat memuaskan. Dia tak sabar untuk menunjukkannya kepada Rama suaminya. Segera langkahnya tertuju pada fakultas di seberang sana tempat Terryn belajar. Dia ingin menemui sahabatnya dan mengetahui hasil ujian Terryn. Ashiqa tahu Terryn juga akan meraih nilai yang tinggi karena selama ini dia dan Terryn selalu menjadi juara umum di sekolah mereka.“Yiiiin … Terryyyn …!” Ashiqa berlari kecil sambil menyongsong sahabatnya yang terlihat sama cerianya."Aku berhasil mendapat nilai terbaik!"“Chikaaa … nilaiku juga bagus semua!” mereka berpelukan dengan riang.“Apa rencana liburanmu Yin?” tanya Ashiqa dengan suka cita, kerja kerasnya selama ini terbayar dengan hasil yang tidak mengecewakan.“Aku ingin pulang kampung dulu Chik, aku kangen sama ibu. Kamu sendiri ?” mereka berjalan bersisian menuju tempat parkir mobil.“Entahlah, mungkin Rama akan mengajakku liburan , tapi belum tahu kemana.” Ashiqa meng
Makan malam telah tersedia, Ashiqa membantu bi Sri menata makanan di meja. Bi Sri dari tadi menatap Ashiqa yang sedari tadi yang lebih banyak diam.“Waaah … apa istriku yang memasak lagi malam ini Bi?” Rama menarik kursinya dan memandangi menu makanan yang menerbitkan seleranya.“Iya Tuan, Nyonya berbakat sekali dalam memasak hanya sekali lihat Nyonya langsung paham dan hasil tangannya pasti enak.”Ashiqa hanya terdiam saja dan ikut menarik kursinya. Dia menyendok nasi dan menurunkannya di piring Rama seperti kebiasaannya setiap kali makan bersama dengan suaminya. Tapi kali ini tanpa ekspresi, wajah Ashiqa dingin tanpa senyuman.Rama cepat menangkap keanehan istrinya tapi dia masih belum ingin bertanya. Ashiqa menatap jemari Rama dan tidak terlihat cincin pernikahan itu di jari Rama. Hal yang membuat Ashiqa semakin bertambah sebal. Dia tidak jadi mengambilkan lauk untuk Rama dan hanya mengambil untuk dirinya sendiri.“Sayang, aku sudah pesan tiket untuk kita liburan. Kita berangkat be
Ashiqa meninggalkan Rama yang masih meladeni basa basi Renata namun dalam sekejap Rama sudah mensejajarkan langkahnya dengan Ashiqa.“Sayang, tunggu, tunggu dulu!” Rama hendak memegang lengan Ashiqa tapi istrinya menghempaskan tangannya.“Gak denger apa kalo aku lagi kebelet pipis?” Ahiqa buru-buru masuk ke dalam Villa berlari ke dalam kamar mandi dan mengunci diri di dalam sana. Tidak, Ashiqa tidak benar-benar ingin buang air kecil. Dia sengaja mengurung diri di dalam sana dan matanya mulai berair, ada nyeri di dadanya yang sulit dijelaskannya.Rama duduk di ayunan besar yang tergantung di beranda samping mereka sambil berpikir keras bagaimana tiba-tiba Renata bisa muncul di kota ini bahkan bersampingan dengan villa mereka.“Wisnu, apa kau yang mengatakan pada Renata jika aku liburan di sini?” Rama tanpa basa basi lagi menelpon Wisnu asistennya.“Engh … saya tidak yakin Tuan, karena saya sedang rapat, seseorang dari Shine Sun memang menanyakan keberadaan Tuan dan saya memberitahunya
“Apa kau suka sepatu itu?” tanya Rama ketika Ashiqa sedang menatap kakinya yang mengenakan sepatu hadiah dari Rama.“Iya aku suka, ini adalah warna favoritku. Terima kasih.” Ashiqa melemparkan senyumannya pada Rama.Pagi ini pun Rama memakai baju kaos couple yang dibeli Ashiqa tempo hari di mall, warna yang senada dengan sepatu mereka.“Ada track jogging tak jauh dari pantai, ayo kita ke sana.” Rama mengulurkan tangannya agar Ashiqa menggandengnya dengan mesra. Mereka berdua melakukan pemanasan sebelum mulai berlari dan Ashiqa memberi kode jika dia sudah siap untuk berlari pagi.Baru saja beberapa meter mereka berlari bersama muncul lagi penampakan bibit pelakor, Renata. Rama dan Ashiqa saling berpandangan namun tetap meneruskan lari kecil mereka. Ashiqa tersenyum dan Rama tahu Ashiqa sudah menyiapkan diri hingga tidak tersulut cemburu lagi.“Pagi Pak Rama, kebetulan lagi niih kita ketemu di sini, suka jogging juga rupanya yaa?” Renata pagi ini menggunakan baju olahraga yang ketat dan
Ashiqa mengambil kotak obat dan segera mengobati luka Rama yang cukup banyak mengeluarkan darah. Wajahnya terlihat cemas ketika dia mengoleskan betadine ke lukanya.“Rama, kita ke Rumah Sakit aja yuuk, aku gak mau nanti luka kamu kenapa-kenapa.” Ashiqa menempelkan perban dan memplesternya dengan baik.“Ini sudah cukup, istriku sangat telaten merawat lukaku, aku gak butuh ke rumah sakit. Jangan khawatir, Sayang, ini hanya luka kecil.” Rama mengambil lengan Ashiqa dan meyakinkan dirinya baik-baik saja.“Apa aku terlihat sangat tua untukmu hingga beberapa kali waktu orang melihat kita tak pantas sebagai suami istri?” Rama menunduk sambil menghela napas.Ashiqa duduk di samping Rama sambil mengelus punggung Rama.“Aku tidak peduli akan hal itu, yang aku tahu aku adalah perempuan yang paling beruntung untuk bisa di sisimu sebagai istrimu Rama.” ucap Ashiqa dengan lembut.“Apa kau sungguh-sungguh atau hanya sekedar menghiburku?” lanjut Rama lagi dengan gamang.“Demi Tuhan Rama, aku mengat
“Aku tidak menyangka jika Renata akan sebodoh itu Shiqa.” Rama menggerakkan hair dryer ke kanan dan ke kiri untuk membantu mengeringkan rambut Ashiqa.“Kita lupakan saja hal ini.” Jawab Ashiqa pendek. Dia menatap pantulan suaminya di cermin, Rama sudah melakukan hal yang seharusnya dilakukan, melindunginya.“Apa kau baik-baik saja?” Rama ingin memastikan sekali lagi kondisi Ashiqa luar dan dalam.Ashiqa tersenyum sambil mengangguk dan meyakinkan suaminya jika dia baik-baik saja.Rama kembali memainkan pengering rambut itu di tangannya, mengurai rambut Ashiqa yang panjang dan tebal kemudian dia mendesis kecil dan mematikan pengering rambut itu.“Kau kenapa?” tanya Ashiqa kemudian perempuan itu teringat dengan luka suaminya. Dia menyingkap baju kaos yang dipakai Rama. Perban itu basah belum diganti dan kembali ada darah di sana.“Ayo kita ganti perbanmu dulu,semoga lukamu ini tidak infeksi.” Ashiqa segera beranjak dan mengambil kembali kotak obat. Rama meletakkan pengering rambut itu di
Suasana kampus begitu meriah dengan acara wisuda dimana Ashiqa tahun ini telah menyelesaikan kuliahnya. Kecerdasan Ashiqa masih terbukti meskipun dia sudah menikah dan menjalani kehidupan yang berbeda. Dengan dukungan suaminya Ashiqa mampu menyelesaikan strata satu nya lebih cepat.Rama tampak salah satu pria yang memandang Ashiqa paling bangga setelah nama Ashiqa disebut sebagai salah satu wisudawati yang menyabet predikat cum laude. Dia juga yang bertepuk tangan paling keras ketika nama istrinya itu disebut.Orang tua Ashiqa juga turut menghadiri wisuda Ashiqa dan mengabarkan jika perusahaan yang Rama tolong kini berkembang lebih pesat. Mereka sangat berterima kasih dengan apa yang telah Rama lakukan pada hidup mereka terutama pada Ashiqa yang tampak berbahagia dan mendapat dukungan untuk meraih impiannya.Mereka berfoto bersama dengan penuh kebahagiaan dan Ashiqa yang paling lega karena sesuai janji Rama dia akan mengembalikan perusahaan ayahnya dan bisa mulai bekerja kapan pun Ash