"Bu, akhirnya kita berhasil membuat Mas Aksa menikahi Mbak Selena. Sebentar lagi kita bisa menyingkirkan Mbak Aira dari rumah ini."Aku yang baru saja pulang dari pasar seketika menghentikan langkah tepat di depan kamar adik iparku. Bukan inginku menguping pembicaraan mereka, jika saja Ratu tidak menyebut namaku mungkin aku tidak akan sekepo ini. Aku akan menulikan pendengaran dan bersikap bodoh amat walau ibu mertua dan adik ipar selalu menghinaku. Bagiku, yang penting Mas Aksa mencintaiku, aku akan tetap bertahan di rumah ini walau mereka menganggapku hanya babu mereka.Aira Danendra namaku, orang tuaku sudah meninggal sejak aku berusia 17 tahun dalam sebuah kecelakaan. Sebenarnya, mereka mewarisiku sebuah rumah mewah dan usaha rumah makan yang sudah terkenal namanya. Aku dan Mas Aksa bertemu saat aku sedang melayani pembeli di rumah makan peninggalan orang tuaku. Meski mempunyai banyak karyawan aku tetap turun tangan melayani pesanan pelanggan.Mas Aksa tidak tahu kalau aku pemil
Geram. Selena tampak menahan kesal, peluh sebiji jagung telah membasahi wajahnya yang kian memucat. Bruut! Sontak, kami saling memandang satu sama lain. Selena meringis seraya meremas perut rampingnya. "Eeeum, Mbak Selena jorok banget, sih," celetuk Ratu sambil menutup hidungnya. "Maaf, aku sakit perut," ringis Selena. "Kalau sakit perut kenapa tidak ke toilet," sahut Ratu ketus. Aku, Ibu, dan juga Mas Aksa melakukan hal yang sama menutup cuping hidung bersamaan. Bau busuk menguar hampir memenuhi ruangan, rasanya ingin muntah. Selena berlari sambil memegang bagian tubuh belakangnya. "Dasar nggak punya adab, ada orang tua membuang gas berancun sembarangan," ceplos ibu sambil mengipas-ngipas dengan telapak tangan ke arah wajahnya. Aku tersenyum puas, menantu baru ibu yang dibanggakan ternyata tidak punya adab. Kulirik Mas Aksa disamping mulai gelisah, bulu-bulu tangan mulai berdiri. "Kamu kenapa, Mas?" tanyaku bingung. "Perutku sakit, Ai. Aku ke kamar dulu, ya." Mas Aksa bangk
Suara pintu dibanting terdengar dari kamar Selena, tak lama Mas Aksa keluar hanya memakai celana kolor tanpa memakai baju. "Selena," teriaknya. Aku meninggalkan dapur menghampiri Mas Aksa. "Mas, kamu itu kenapa masih pagi teriak-teriak?" tanyaku bingung. Suamiku mengusap wajahnya kasar, rahang kokohnya mengeras menandakan Mas Aksa sedang dalam keadaan benar-benar marah. "Ini sudah siang, Selena tidak membangunkanku," ujarnya. "Aksa, kamu itu kenapa teriak-teriak berisik, tau!" protes ibu berdiri diambang pintu dengan rambut acak-acakkan. "Selena tidak membangunkanku, sekarang sudah setengah 7 kalau aku telat gimana, Bu? Ibu, sih, menyuruh aku tidur dengan Selena. Kalau gajiku dipotong karena telat apa ibu mau jatah ibu dikurangi!" ungkap Mas Aksa begitu kesal. Memangnya enak beristri dua, pusing sendiri kan. Gaji Mas Aksa sebenarnya tidak terlalu besar, dia hanya karyawan biasa di sebuah perusahaan jasa. Gaya hidup ibu mertua dan adik iparku selalu mewah. Menurut cerita Mas Ak
Aku berusaha mengingat mirip dengan siapa suara anak Pak Raja? Tiba-tiba wajah adik madu berkelebat di memori. Ya, suaranya mirip Selena.Ya, aku ingat sekarang. Obrolan Selena dengan seseorang di telepon tadi pagi, peternakan orang tuanya kebakaran. Apa mungkin Selena anak Pak Raja, jika diruntun dengan kejadian kebakaran peternakan milik keluarga Selena sama persis dengan musibah yang dialami Pak Raja."Maaf, Mbak. Saya hanya bisa memberi tenggang waktu 2 minggu untuk pengembalian uangnya," sahutku tegas."Sombong banget, sih, baru jadi orang kaya segitu saja belagu. Resto kamu ramai, berkat ayam potong dari kami yang kualitasnya bagus," ujar wanita disebrang telepon terdengar tidak terima.Tidak salah, itu memang suara Selena. Wanita itu ternyata anak Pak Raja. Tunggu, tadi pagi Selena bilang ke Mas Aksa dan ibu kalau orang tuanya ditipu karena ada pelanggan ayam potongnya belum membayar barang yang dikirim dari Raja ayam potong. Jadi, Selena berbohong ke mereka meminta uang untuk
Tepat pukul 7 malam menu habis hanya ada beberapa menu yang masih tersedia. Aku memilih menutup resto lebih awal melihat semua karyawan nampak kelelahan. Biasanya resto tutup jam 10 malam."Nad, kita tutup resto lebih cepat saja. Bahan mentah sebagian habis," ucapku ke Nadia."Kamu benar, Ai. Bahan-bahan nanti malam dikirim," jawab Nadia."Nggak nyangka resto makin rame, Nad. Berkat kamu yang mengelolanya," pujiku."Hari ini ramai sekali karena pemilik resto kembali lagi, Ai. Sebenarnya kedatangan kamu membawa hoki, Ai. Kayanya bakal ada yang buka cabang resto lagi, nih," sindir Nadia."Aamiin, semoga saja aku bisa membuka cabang lagi, ya, Nad."Aku, Nadia dan Karyawan lain sudah menutup resto. Karyawan telah bersiap-siap untuk pulang, sebelum mereka pergi tidak lupa aku memberikan bonus ke mereka lima lembar uang berwarna merah. Seketika wajah semua karyawan berubah sumringah."Terima kasih, Mbak Aira. Semoga saja rejeki Mbak Aira selalu lancar dan resto semakin ramai," ucap Laras."
"Apa?" seru ibu mertua nampak shock seraya memegang dadanya yang mungkin terasa sesak setelah tahu kenyataan yang sebenarnya. Mulai sekarang aku tidak peduli walau dianggap menantu durhaka, tidak punya sopan santun terhadap orang tua. Jika sudah menyangkut resto sampai kapanpun aku tidak akan tinggal diam. Orang tuaku mendirikan resto dengan susah payah lalu dengan gampangnya Selena memfitnah resto."Ai, stop," bentak Aksa. "Ibu tidak apa-apa?" tanya Mas Aksa panik."Diam kamu, Mas. Aku disini hanya membela resto tempatku bekerja. Dan, ibu tolong sampaikan ke menantu kesayangannya, jika dalam waktu 2 minggu tidak ada pengembalian uang resto, bersiap-siaplah resto akan menuntut Selena," ancamku sengit. Hilang sudah rasa hormatku terhadap ibu yang sudah melahirkan suamiku."Aksa, lihat istri kamu sudah durhaka dengan ibu. Apa kamu mau mempertahankannya," lirihnya sedih. Ibu terlihat berpura-pura lemah untuk menarik simpati putra kesayangannya.Mas Aksa meremas rambut dengan kedua tang
Aku benar-benar kecewa mendengar pengakuan Mas Aksa, dia dengan mudah mengeluarkan uang banyak agar bisa dilayani Selena. Sedangkan, aku istri sahnya harus sengsara dengan uang bulanan yang kurang. Ibu mertua bahkan menganggapku menantu boros tidak bisa mengelola gaji suami.Aku tidak pernah membantah apapun yang Mas Aksa minta, dan selalu menurut. Ya Tuhan, kenapa aku harus dipertemukan dengan pria tidak punya hati. Kuhentakkan tangannya dengan kasar. "Lepas!" teriakku. "Lebih baik kamu talak aku sekarang, Mas," ucapku dengan suara bergetar.Pria di depanku tersentak kaget lalu menggeleng. "Ai, sampe kapanpun mas tidak akan menceraikanmu, Titik!" tegasnya."Kamu pria egois yang pernah aku temui, Mas. Aku menyesal mencintai kamu," lirihku dengan suara tercekat.Tubuh ini terguncang menahan gelombang amarah yang sebentar lagi meledak, Mas Aksa meremas bahuku dengan sorot tajam. "Kamu kenapa tiba-tiba meminta cerai atau memang benar kamu dan Sean selingkuh!" tudingnya sarkas."Kenapa k
Selesai berkemas, aku menghubungi Nadia agar menjemputku. Aku bersyukur memiliki sahabat seperti Nadia selalu ada dalam keadaan senang atau pun susah.Malam ini aku akan pulang ke rumah orang tuaku yang setahun sudah kutinggal. Aku hanya membereskan pakaian sebelum menikah dengan Mas Aksa, hanya 5 stel baju kesayanganku salah satunya baju milik mama yang selalu aku simpan ketika rindu melanda dan beberapa barang peninggalan mama.Sebelum menutup lemari, aku memandang susunan rak yang kosong aku baru sadar tidak memiliki banyak baju. Berbeda dengan lemari pakaian Mas Aksa setiap raknya tersusun penuh baju milik suamiku. Sungguh miris, selama menikah dengan Mas Aksa aku hanya membeli baju beberapa stel selebihnya ibu hanya membelikanku daster di pasar. Bodoh, aku lebih mementingan perut mereka dari pada kebutuhanku. Mungkin ini yang menyebabkan Mas Aksa selingkuh dengan Selena karena aku tidak bisa merawat diri.Selesai, aku menyeret koper kecil lalu keluar dari kamar. Ibu dan Selena m