Malam haripun berlalu, Julian sangat cemas karena sudah jam sepuluh malam, namun Jemima belum juga kembali pulang.Julian keluar dari ruangan itu dan saat berada di luar, dia bisa melihat jalanan dari atas sana, jalan itu adalah jalan yang tadi siang dia lalui bersama Jemima.Itu dia, batinnya saat melihat kemunculan seorang gadis yang dari tadi dicemaskannya.Terdengar suara langkah kaki semakin mendekat, Julian segera masuk kedalam rumah dan berpura-pura tidur.“Aku pu-lang … “ suara Jemima yang tadinya keras langsung dia pelankan.Apa dia sudah tidur? batinnya bertanya.“Sudah pulang?” tanya Julian sambil berpura-pura seakan dia baru saja terbangun dari tidur pulasnya.“Hey! maaf mengganggu,” ujar Jemima dengan tangan masih sibuk membuka sepatunya.“Kenapa tidur di sofa? badan kamu terlalu panjang, terlihat tidak nyaman.” Sambungnya.Julian memperbaiki pos
Julian menggeleng-gelengkan kepalanya setelah puas memandangi Jemima yang tampak mulai tertidur.“Ah… untung saja orang asing itu, aku.” Desahnya lembut sambil berdiri, memadamkan lampu dan tidur di tempat yang sudah Jemima siapakan untuknya.Tanpa mereka berdua sadari, keduanya tertidur dengan pulas, keberadaan Julian membuat Jemima merasa dijaga seseorang sehingga dia bisa tidur pulas dan bagi Julian entah kenapa kasur lantai itu membuatnya terhipnotis hingga bermimpi indah.Sungguh ajaib, batin Julian saat dia terbangun karena sinar matahari dari jendela ruangan itu menyorot tepat pada wajahnya.Beberapa saat kemudian, Jemima terbangun dari tidurnya, namun dia kaget saat kasur lipat yang ditiduri Julian sudah terlipat rapi dan orangnya tidak ada dimanapun,Jemima sampai mencarinya ke kamar mandi hingga ke balkon, sayangnya tidak ada lagi sosok itu.“Apa dia pergi?” tanya Jemima berbicara sendirian.“Ah, aku sungguh konyol.” Sambungnya terdengar putus asa.Bagaimana dia tak merasa put
Cukup sabar Julian menghadapi tatapan hina sopir taksi tersebut, dengan tenang dia mengeluarkan beberapa lembar uang, dia rasa uang itu cukup untuknya pulang ke kota Redapple.Julian menghela napas panjang, untung saja selama pengalamannya hidup di luaran dan jauh dari keluarganya, dia telah belajar sabar yang cukup banyak.“Ini, bukankah ini lima ratus dolar?” tanya Julian sambil menunjukkan uangnya.“Hump! cih!” decih sang sopir seakan masih belum puas mengejek Julian.“Apa kau mencurinya?” lanjutnya.“ … “Julian hanya terdiam dengan banyak pemikiran di dalam kepalanya, bagaimana mungkin ada manusia seperti sopir ini? dia bahkan sudah sabar menghadapi hinaannya, dia minta diperlihatkan uang, sudah Julian keluarkan uangnya, tapi apa yang terjadi? sopir itu masih belum puas terhadapnya, bukankah cukup sudah urusannya mengantar dia ke tempat yang mau ditujunya? tanpa harus banyak bertanya dia dapat u
“Bangun, ayo cepat.” Katanya lagi dan kali ini wanita itulah yang meraih tangan Julian dan menarik tubuh pria itu agar kembali berdiri tegak.“Apa kau mencariku? ada apa?” tanya wanita itu terdengar manis bahkan dia tak malu menepuk-nepuk baju Julian yang terkena kotor serta merapikannya.“Jemi? apa Kamu kerja disini?” tanya Julian karena wanita lemah lembut itu tampak tak asing di matanya.Jemima membalas dengan senyuman dan anggukkan.“Ada apa? kenapa kamu bisa ada di depan Hotel ini?”Julian belum sempat menjawab pertanyaan wanita itu karena seseorang memotong pembicaraan mereka.“Nona Jemima, apa benar ini kenalan Anda?” tanya penjaga Hotel yang menghina dan mengusir Julian tadi.“Ah, iya Pak Hans. Maaf kalau mengganggu ketenangan lingkungan hotel, saya akan segera menyuruhnya pulang.” Jawab Jemima terdengar tak enak hati.“Oh ya? sejak kapan Nona kenal orang begini?” tanya penjaga yang diketahui bernama Hans Johnson itu.Apa katanya? sejak kapan Hotel ini merekrut orang-orang ber
Jemima mengerutkan dahinya, dari cara Julian membalas semua pernyataannya dia terkesan tahu sesuatu. Tapi rasanya tidak mungkin mengingat latar belakang Julian yang ditemuinya berasal dari jalanan, meskipun Jemima penasaran tentang kehidupan Julian dimasa lalu, tapi wanita itu memilih tak peduli dan menjalani hari-hari dengan tenang bersama pria misterius itu.“Ayo pulanglah, kamu tidak akan mendapat pekerjaan di Hotel ini.” Kata Jemima membuyarkan keheningan.Julian tampak manggut-manggut, raut wajahnya terlihat muram.“Berarti… aku tidak bisa masuk kesini, meskipun hanya melamar sebagai Security atau Housekeeping?”Kedua mata Jemima sampai membelalak saat mendengar pertanyaan dari Julian barusan.“Ayolah, jangan harap. Minimal lulus sarjana dan pernah bekerja minimal satu tahun di Hotel lain.” Jawab wanita itu.Julian tampak kembali manggut-manggut, “sebaiknya kamu pulang dulu.” Sambung Jemima.
“Oh, apa kamu tidak menyukainya? bagaimana dengan presidential suit?”Jemima tampak tak bergeming mendengar pertanyaan konyol itu.“Wah! haha… kalau itu… kita harus menyesuaikan jadwal, apa kau mau di kamar tersebut?”Pertanyaan yang terlontar dari mulut Diego yang tak tahu malu itu membuat Jemima seketika merasa emosi, bagaimana mungkin seorang Asisten Manager berbicara demikian pada pegawai magangnya?“Ayolah… Jemima, jangan sok jual mahal. Kalau kamu mau tidur denganku, mungkin… aku bisa menjadikanmu pegawai tetap.” Kata Diego sambil berbisik di telinga Jemima.“Cukup, Tuan Diego. Seharusnya Anda tidak berbicara begini padaku, atau aku__”“Atau apa, nona Jemima?” potong Diego, menantang.“Melaporkan Ku?”“Kemana dan siapa yang peduli.”Jemima terdiam dengan kedua mata memerah, lagi-lagi dia merasa tak berdaya untuk membalas pria-pria seperti Diego ini.
Jemima berpikir demikian karena ada dalam beberapa artikel yang menceritakan tentang privasi Victor Flaming yang tak pernah berkencan dengan wanita manapun dan selalu terlihat hanya dengan beberapa pria, entah saat berpesta maupun saat liburan, diketahui pria terkenal itu bahkan belum pernah menikah di usianya yang sudah matang. Banyak dugaan-dugaan jika pria tersebut memiliki oriental seksual yang menyimpang, alias tidak menyukai wanita.Tok! tok! suara ketukan di meja, membuyarkan isi lamunan di kepala Jemima.“Hey! Nona?” tanya Victor lagi.“Ah, maaf Tuan.” Balas Jemima sedikit terkesiap.“Sudah lama berteman? dengan orang tadi?” tanya Victor lagi.Jemima tampak menggeleng ragu, “baru beberapa hari.” Jawabnya.“Oh, siapa namanya kalau saya boleh tahu?” tanya Victor tampak tertarik.“Tentu saja, namanya Julian.” Jawab Jemima masih bersikap jujur.Victor tampak manggut-manggut, “Julian.” katanya lirih sambil senyum-senyum membuat Jemima semakin curiga.“Dimana dia tinggal, apa saya b
Jemima masih berusaha mencari celah untuk kabur karena tak mau berurusan dengan Ian lagi, namun tampaknya pria itu sangat teguh serta bersungguh-sungguh.“Tolonglah.”“Hanya kita berdua.” Lanjut Ian memastikan.Terdengar suara klakson mobil lain hingga beberapa kali dan membuat keributan, kelihatannya mereka sangat kesal karena jalannya terhalangi oleh mobil yang Ian kendarai.“Masuklah, cepat!” seru Ian.Jemima akhirnya mengalah setelah dia melihat keadaan sekitar.“Kita bicara di Cafe Vascos.” Jawab Jemima sambil membalikan badannya dan kembali kelingkungan Hotel.“Shit!” seru Ian sambil memukul stir mobilnya, meskipun pada akhirnya pria itu berbelok arah mengikuti kemana Jemima pergi.“Tunggu Jemi.” Panggil Ian setelah dia buru-buru keluar dari mobil, dia bahkan tak peduli saat petugas Hotel menyuruhnya parkir di dalam basement.“Pak, saya ada urusan sebentar. Tolong izinkan mobil ini parkir disini, lima menit.” Pinta Jemima pada petugas Hotel yang memang sudah dikenalnya, petugas