David dan Hans mangap bersamaan, sementara Diego yang paham dengan reaksi itupun hanya mengangguk-anggukan kepalanya apalagi sudah berkali-kali dia juga memperingatkan Hans.
“Dia pewaris tunggal kerajaan Vascos,” katanya lagi.“Orang terkaya di negara kita.” Sambungnya sekali lagi sebelum akhirnya berlari masuk ke dalam Hotel.Sementara itu David, terutama Hans tampak sangat terpukul hingga tubuhnya lemas tak berdaya.“Siapa yang mengira kalau dia… dia, dia ___” Hans sampai tak bisa melanjutkan kalimatnya karena tak percaya.“Habislah aku, David.” Lanjutnya merengek tapi percuma saja karena semuanya sudah terlambat.Sementara itu, kini Julian sudah berada di dalam ruangan kerja miliknya sekaligus tempat yang sesekali dia datangi kalau mengecek keadaan Hotel tersebut. Tempat pribadi yang biasa Julian gunakan berada di lantai 8 yang disebut sky villa, ruangan itu memiliki luas lebih dari 800 meter pers“Benarkah? mereka memiliki andil sebesar itu?” tanya Victor.Dante terlihat mengangguk, “berkat mereka, kini aku bisa menilai orang yang tulus atau hanya memanfaatkanku saja.”Victor memahami maksud dari perkataan sahabat juga orang yang sangat dikaguminya itu.“Aku akan melakukan apapun perintahmu seperti biasa, jadi apa yang harus aku lakukan untumu sekarang?” lanjutnya bertanya.“Sebaiknya jangan terlalu mengekspos keberadaan juga tentang siapa aku.” Jawab Dante.“Ada alasannya?” tanya Victor.Dante mengangguk, “ya, kalau ada orang-orang seperti mereka tadi, maka aku serahkan Kau yang mengurus atau menyingkirkannya dari kehidupanku.”“Baiklah, aku mengerti.” Balas Victor, “selamat datang kembali, Kawan.” Lanjutnya sambil mengangkat gelas.“Thanks.” Balas Dante.“Lalu… bolehkah aku bertanya tentang Jemima? siapa wanita ini? apa harus aku lindungi atau….”
Melihat tingkah laku temannya itu membuat Dante tertawa puas, rasanya begitu senang saat dia bisa mempermainkan perasaan temannya tersebut.“Tapi, Kawan. Aku pikir Sarah juga Hector harus menerima ganjarannya.” Sahut Victor.“Hector? apa dia menemuimu?” tanya Dante.“Hampir setiap akhir pekan, dia menemuiku di Bar biasa.” Jawab Victor.“Oh ya? apa yang kalian bicarakan?” tanya Dante cukup merasa penasaran karena tidak biasanya temannya itu menyimpan dendam.“Aku lihat dia bersama Sarah di ruang VIP, lalu saat dia menemuiku di meja bartender, pria itu membanggakan dirinya yang kini bersama Sarah.”“Ah… aku selalu ingat wajah sombongnya itu.”Dante mendengus kasar, tapi dia tak berani mengeluarkan tawa yang dapat menyinggung perasaan temannya yang sedang prihatin itu.“Tapi… bisakah sebaiknya Kau berpura-pura dulu? kita kalahkan semua musuh kita secara pelan-pelan.” Pinta Da
Dante menggelengkan kepalanya karena dia masih belum tahu jawabannya, tapi yang pasti kini dia merasa nyaman hidup tanpa memiliki apa-apa serta bisa melihat beraneka ragam sifat manusia yang sesungguhnya. Semakin dirinya tidak dikenal, dicaci maki hingga dihina-hina, maka semakin kuat dirinya ingin membuka semua topeng palsu dari wajah orang-orang tersebut.Tok, tok, tok. Terdengar suara pintu diketuk dari luar, Dante melihat layar kamera di depan pintu dan terlihat ada seseorang di balik pintu itu. Seorang pria muda yang gagah dan tampan dengan balutan setelan formal, dia terlihat tampak gugup.“Siapa?” tanya Dante.“Tuan, selamat siang. Saya disuruh tuan Victor untuk mendampingi Anda.” Jawab orang tersebut.“Oh, masuk saja.” Balas Dante, dia tidak perlu membuka pintu kalau benar pria itu suruhan Victor.Pria tersebut tampak merogoh sesuatu dari balik saku celananya, sebuah kartu berwarna hitam yang merupakan kartu khusus untuk membuka pintu Villa tersebut.Suara kunci pintu berbunyi
Dante berdiri dari duduknya.“Jangan kebanyakan mikir, seharusnya Kamu sudah siap menjadi apapun kalau bekerja denganku?” tanya Dante.Tommy secepatnya mengangguk, “apapun perintah Anda akan saya dengarkan.”“Good!” puji Dante karena dia yakin bahwa Victor tak serta merta memberikan Tommy untuk melayaninya kalau pria itu belum mendapat pelatihan.“Ok, sekarang saya mau menemui Jemima.” Lanjutnya.“Baik, kamar yang Anda pesan sudah saya siapkan.” Jelas Tommy.“Apa Anda akan melihat-lihat?” lanjutnya bertanya.Dante mengangguk dan tampak bersiap pergi, namun langkahnya segera terhenti.“Apa yang Kau lakukan?” tanyanya sambil melirik ke arah Tommy.“Mengikuti Anda.” Jawab pria itu.“Jangan, tunggu saja disini.” Perintah Dante.“Ah, apa Anda tahu dimana tempatnya?” tanya Tommy seolah menantang ingin menunjukkan kemampuannya.“Lagipula saya akan bilang kalau saya sekretaris tuan Victor.” Lanjutnya.“Oh,” Dante kehabisan kata-kata dan hanya bisa menghela napas panjang setelahnya.Keduanya k
Jleb!Jemima merasa lidahnya kelu, mulutnya kaku dan pikirannya tersadarkan akan kalimat terakhir yang baru saja keluar dari bibir pria itu.“Apa Kau marah padaku, Julian?” tanya Jemima, yang ditanya hanya mesem-mesem.“Malu?” tanyanya lagi lirih sambil menunjuk dirinya sendiri.“Aku bahkan tak ingat lagi, kapan terakhir kali aku merasa malu.” Lanjutnya dengan suara serak bahkan air matanya mulai meluncur.“Tapi ya, aku sekarang memang malu.”“Ta-tapi Julian… aku lebih takut dengan Ian juga saudara-saudara tiriku.” Katanya dengan sikap merengek.“Menurutmu, apa aku harus berdiam diri dan pasrah akan kemauan mereka yang semena-mena?” tanyanya.“Atau… mencoba peruntungan darimu dengan menyembunyikan rasa malu ku, tapi aku janji akan membayar setiap sen jika ini menyangkut uang, bahkan aku rela membayarmu dengan nyawaku jika menyangkut nyawa.”“Dan ya, aku memang berhutang nyawa padamu.”“Nyawa? apa tidak kelewatan?” tanya Julian, hanya bergumam tapi cukup terdengar.“Ya, karena Kamu tid
Julian berdiam diri sejenak lalu berjalan-jalan sambil menunggu Tommy, sesekali dia melihat jam di tangannya dan sesekali juga dia melihat keluar. Dari sana terlihat ramai, lampu kerlap kerlip bersamaan orang-orang seperti pasangan yang berjalan anggun di atas karpet merah yang terbentang hingga lift yang akan mereka naiki. Julian menatap hingga memperhatikan orang-orang tersebut, dalam sekali tatap saja dia tahu siapa orang-orang tersebut dan akan pergi kemana. “Minggir! menghalangi jalan saja!” seseorang menghardik hingga menabrak bahu kiri Julian. Julian mengelus bahunya yang sakit, dia pikir hal tersebut akan berakhir disana tapi Julian salah karena tiba-tiba pria tadi menghampirinya dan langsung memarahinya. “Dasar sialan! kenapa Kau berdiri disini dan menghalangi jalanku, hah?!” hardik pria tadi. Wajah Julian terlihat bingung, rasanya aneh karena bu
“Owh! keluarga Franklin?” tanya Julian.“Yeah! sekarang Kau tahu? berurusan dengan siapa?” tanya pria yang mengakui dirinya sebagai Eddie Franklin.Julian hanya mengangguk-anggukan kepalanya, “eh. Tapi kenapa adik dari Peter ada di luar sini? sedangkan kakaknya ada di dalam sana? bukannya kakak Anda yang mengadakan pesta ini?” tanyanya.“Ekhem! ya, nanti juga saya akan ke atas.” Jawab Eddie terdengar mengelak dan ada sesuatu hal yang aneh.“Saya hanya ingin menunggu tuan Dante, katanya dia akan datang ke pesta ini.” Lanjutnya.Julian mengangguk-anggukan kepalanya, sepertinya pria bernama Eddie ini sangat menghargai pria bernama Dante, ironisnya pria itu adalah dirinya sendiri, hanya saja orang-orang tersebut tak mengenali wajah aslinya.“Siapa Dante? apa Kau mengenal wajahnya?” tanya Julian benar-benar iseng.Eddie tampak ragu, dari sikapnya yang mudah berubah itu, Julian bisa menebak k
Mendengar pertanyaan itu, Julian hanya bisa mengedikkan bahunya, lalu melengos pergi untuk mencari tempat duduk. Eddie akan segera mengikuti tapi kedua pegawainya mencegahnya.“Tuan, ada urusan yang lebih penting daripada berurusan dengan orang yang tidak penting.” Kata Si Jenius.“Ya, betul Tuan. Sebaiknya kita menunggu kedatangan tuan Dante dan mencari cara bagaimana supaya bisa masuk ke dalam.” Sahut Si Bodyguard.“Wah! tapi saya benar-benar masih emosi dengan ejekan pria itu.” Balas Eddie sambil mengusap keringat di kening juga di lehernya.“Tahan, Tuan. Ingat, Tuan harus tahu dimana kita berada.” Balas Si Jenius.Eddie menghela napas dan menenangkan pikirannya, dia juga akhirnya sadar kalau perkataan Si Jenius ada benarnya juga.“Ayo Tuan, kita duduk.” Ajak Si Bodyguard.Eddie mencari-cari tempat duduk, hanya kursi di depan pria tadi yang terlihat kosong dan beberapa lagi berada di sudut lobby. Mau bagaimana lagi, tempat itu adalah tempat yang strategis untuk melihat kedatangan o