Share

DIKHIANATI ADIK DAN CALON SUAMI
DIKHIANATI ADIK DAN CALON SUAMI
Author: Putri putri

Bab 1

“Jadi kalian sudah menikah?” tanyaku dengan suara parau. 

“Iya, Dek. Maafkan aku,” jawab Mas Rizal, calon suamiku. 

Seketika air mata ini luruh seiring pengakuan Mas Rizal. Hati ini menjerit sakit. Sedikit pun tak menyangka dia akan mengkhianati janji yang telah terucap. 

“Kenapa kalian mengkhianatiku? Kenapa?”  lirihku perih.

Jika yang merebut Mas Rizal bukan Ela-adikku, mungkin tak akan sesakit ini. Namun, inilah kenyataannya. Di saat aku merantau mencari uang untuk biaya sekolah Ela, dia justru membalas dengan pengkhianatan. 

“Maaf, Mbak. Ini bukan inginku. Kami terpaksa,” jelas Ela. 

Aku menyeka bulir bening di pipi. Tersenyum kecut menatap adikku yang baru saja lulus sekolah menengah atas. Seperti janjiku dulu, aku baru akan menikah setelah selesai membiayai sekolah Ela. Namun, kenapa dia justru menikungku? 

“Terpaksa kenapa? Apa kamu hamil duluan? Iya?” tuduhku sembari melirik pada perutnya yang masih rata. 

“Enggak, Dek. Kami tidak serendah itu.” Mas Rizal menjeda kalimatnya sejenak. Menarik nafas dalam-dalam sembari memejam, “ tiga hari yang lalu Ibuku meninggal. Sebelum itu, dia ingin melihatku menjadi pengantin. Demi membahagiakan Ibu di saat-saat terakhirnya, kami terpaksa menikah.” 

Sedikit haru mendengar pengakuan Mas Rizal, tapi rasa itu segera kutepis. Sesederhana itukah sampai harus melupakan aku yang telah lima tahun menjadi kekasihnya?

“Kenapa kamu tidak bilang padaku, Mas? Kenapa juga harus Ela yang kamu jadikan istri? Kenapa tidak yang lain?” Aku memberondongnya dengan tiga pertanyaan sekaligus. Sangat mungkin ini hanya alasan untuk menutupi pengkhianatannya. 

“Aku sudah berkali-kali menghubungimu, tapi nomormu tak aktif. Banyak pesan yang aku kirim via WA ataupun F******k, tapi tak satu pun yang kamu balas. Kamu menghilang tanpa kabar,” akunya.

Pesan? Astaga. Aku baru ingat kalau seminggu yang lalu ponselku hilang. Aku pikir seminggu tak ada kabar tak akan jadi masalah, toh akan segera pulang. Namun..., ah! Ini menyakitkan. 

Sesaat hening menyelimuti kami. Semua terpaku oleh kebisuan bahkan Bapak dan Ibu belum berucap sejak aku menanyakan perihal Mas Rizal yang ada di rumah ini. 

Aku pikir kebahagiaan akan menyambut kepulanganku. Faktanya kenyataanlah yang menorehkan luka. Dua bulan tak bertemu keluarga dan kekasih. Menahan rindu yang teramat dalam. Saat kembali bertemu, calon suamiku telah menjadi suami adikku. Sakit bukan?

“Maafkan mereka, Nak. Mereka tak salah. Keadaanlah yang memaksa.” Bapak membuka suara memecah keheningan. 

Terdengar bijak, tapi aku tak terima dikhianati. Seharusnya Ela menolak saja jika memang dia menganggapku ada. Atau mungkin dia sengaja karena sudah tamat sekolah dan tak butuh biaya dariku? 

“Tidak, Pak! Aku tak bisa memaafkan mereka! Mereka harus berpisah dan Mas Rizal menikahiku,” tegasku. 

Mungkin ini egois, tapi aku harus memperjuangkan cinta. Tak sanggup rasanya membayangkan mereka bahagia di atas sakit hatiku. 

“Tidak! Mereka tak boleh bercerai. Apa kamu tega melihat adikmu menjadi janda?” sela Ibu yang sedari tadi diam membisu. 

Tega? Kalau ditilik lebih teliti, justru Ela yang tega terhadapku. Kenapa malah aku yang dibilang seperti itu. 

“Enggak apa-apa, Bu. Aku siap jika harus bercerai. Mas Rizal dan Mbak Vera saling mencinta,” ungkap Ela. 

Kesanggupan Ela sedikit menumbuhkan  harapan untukku kembali memiliki Mas Rizal. Sudah seharusnya adikku seperti itu. 

“Bagaimana kalau nanti kamu hamil, La?” tanya Ibu dengan nada suara  penuh kekhawatiran. 

“Tenang saja, Bu. Kami belum melakukan apa-apa. Jadi tak mungkin hamil.” Ela tersenyum miris. 

Sedikit kaget karena mereka belum memadu kasih meski sudah menikah. Ah! Bukankah ini bagus untukku. Aku bisa mendapat Mas Rizal beserta keperjakaannya? 

“Ayo, Mas! Jatuhkan talakmu untuk Ela,” perintahku. 

“Lakukanlah, Mas. Aku siap.” Suara Ela terdengar bergetar. Dia tertunduk lesu. 

“Maaf, Dek! Aku tak bisa. Aku sudah berjanji pada almarhumah Ibu untuk tetap setia dengan satu pasangan,” tolak Mas Rizal. 

Harapan yang sempat terkembang seketika pupus seiring penolakan Mas Rizal. Bagaimana bisa dia tetap memilih bersama Ela tanpa memedulikan aku? 

Tersenyum miris, Aku menatap kecewa pada Mas Rizal. Dia yang dulu getol membisikkan kata cinta, dia yang dulu membuaiku dengan segudang janji manisnya, kini menyerah pada keadaan. 

“Lalu untuk apa lima tahun kita bersama jika akhirnya seperti ini?” teriakku histeris. 

Air mata kembali luruh dari sudut mata. Terasa sia-sia kesetiaan yang kumiliki. Lima tahun bukan waktu yang singkat. Tetap bertahan meski godaan datang silih berganti. Nyatanya, hari ini aku harus menerima kenyataan pahit ini. 

“Maafkan aku, Dek. Aku tak bermaksud menyakitimu. Keadaanlah yang memaksa,” jawab Mas Rizal, “carilah laki-laki lain. Kamu cantik, pintar. Pasti banyak yang menginginkanmu,” 

“Semudah itukah? Kenapa tidak sejak dulu kau katakan itu, Mas? Sebelum aku terlalu jauh mencintaimu.” Aku merintih perih. 

“Maafkan aku, Dek!” ucap Mas Rizal memelas. 

Aku terdiam dalam bimbang. Dua pilihan saling berebut menguasai pikiran. Satu sisi ingin pasrah menerima kenyataan pahit ini, di sisi lain ingin terus berjuang merebut kembali apa yang seharusnya kumiliki.

“Tidak, Mas! Aku tak akan memaafkanmu sebelum kamu menjadi milikku. Kamu harus menikah denganku!” jawabku tegas. 

Seisi ruangan menatap kaget ke arahku. Mungkin saja mereka menganggap aku gila karena ingin merebut suami adik sendiri. Masa bodo! Aku memang sudah gila. Gila karena cinta yang tiba-tiba hilang dari genggaman. 

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Sekedar Story
thor, aku bc novel d plafon sblh alurnya nyaris sm dgn ksh ini
goodnovel comment avatar
Irma Fauziah
baru baca dah sakit banget
goodnovel comment avatar
Kalila Firman
nyesek ini mah...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status