Share

Partner Baru

Mungkin mencintai suami orang adalah sebuah dosa. Namun apalah dayaku, aku sudah telanjur menggilainya. Aku tidak mampu meredam obsesiku untuk memilikinya.

Mas Faisal memang lak-laki sempurna di mataku. Dia hampir tanpa cela. Dia tampan, mapan, setia ,sekaligus mempunyai hati yang begitu mulia. Semua yang perempuan impikan pada sosok seorang lelaki ada padanya.

Malam sudah larut, namun mataku tak mampu terpejam. Pikiranku masih berkutat pada satu nama, yaitu Faisal Pranata.


Aku juga sedang mengkhawatirkan keadaan puteri kecilnya, Friska. Kenapa sampai saat ini mas Faisal belum mengabariku mengenai keadaan Friska. Aku semakin gusar, aku harus menelponnya.

Aku meraih ponsel yang tergletak di atas meja nakas. Aku melakukan panggilan, lalu aku teringat jika dia sedang bersama istrinya sekarang. Sontak aku mematikan panggilan itu, sebelum dia mengangkatnya. Aku memilih mengirimnya sebuah pesan singkat saja.

‘Mas, bagaimana keadaan Friska sekarang?’ tulisku. Aku pun langsung mengirimnya.

Masih centang satu, ternyata dia sedang offline. Aku mematikan data selulerku, lalu memilih untuk tidur. Besok aku harus kembali bekerja, aku tidak mau bangun kesiangan.

***

Tepat jam tiga dini hari, aku terbangun. Pertama kali yang aku lakukan yaitu meraih ponsel dan menghidupkan data selulernya.


Aku takut mas Faisal membalas  pesanku tadi malam. Setelah data seluler aku nyalakan, puluhan chat masuk bertubi-tubi. Aku abaikan puluhan chat itu, aku hanya fokus mencari chat dari mas Faisal.


Setelah men-scroll layar ponsel berkali-kali baru aku menemukan satu chat dari mas Faisal. Aku segera membukanya.

‘Alhamdulillah, Friska sudah baikan. Cri … maaf, jangan mengajakku keluar lagi. Aku menyesal, gara-gara aku memilih menghantarmu ke panti, nyawa Friska hampir melayang. Dia menangis seharian karena aku menolaknya untuk pergi berlibur. Itu mengakibatkan dia panas tinggi dan kejang,' balas mas Faisal.

Membaca balasan chatnya, membuat seluruh persendianku menjadi lemas seketika. Aku sudah menduga, Friska sakit karena tidak dituruti untuk pergi berlibur, Yang membuatku hancur,  mas Faisal seolah menyalahkanku atas kejadian ini.

Aku tidak mengirim pesan balasan untuknya, aku lanngsung menutup ponselku. Saat ini moodku hancur, semangat kerjaku rusak.


Aku bersiap untuk pergi ke kantor dengan setengah hati. Jika saja ini hari Minggu mungkin aku akan mengurung diri seharian di kamar.

***

Setibanya di kantor, kudapati Nadia yang telah datang lebih dulu. Dia bahkan sudah berkutat dengan laptopmya, tumben dia rajin banget.

“Pagi Cri …,” sapa Nadia dengan wajah berseri-seri. Entah ada apa dengannya, tidak biasanya dia begitu. Sangat berbanding terbalik dengan diriku yang tanpa gairah.

“Pagi …,” responku dengan lemas.

“Kamu kenapa, sakit?” tanya Nadia heran.

“Tidak, aku hanya kurang tidur,” jawabku berkilah.

“Mikirin suami orang terus sih, makanya kurang tidur hehe ….” Dia terkekeh.

Aku tidak menanggapi dagelannya. Aku menaruh tas di mejaku, mengeluarkan laptop lalu menghidupkannya.


Aku mengecek beberapa file, mengeditnya satu persatu. Sedang di meja seberang terdengar Nadia sedang bersenandung ria. Aku merasa sangat terganggu.

“Berisik banget sih Nad, aku mau konsentrasi nih,” gerutuku.

“Eh maaf, akau happy banget nih hari ini." Dia tersenyum-senyum sendiri.

“Memangnya ada apa sih, kamu menang lotre?” tanyaku.

“Lebih membahagiakan lagi dari itu," jawab Nadia.

Aku menggeleng-gelengkan kepala, jawabannya sungguh membuatku penasaran.

“Tahu tidak, hari ini kita akan kedatangan partner baru. Berondong, cakep lagi.” Wajah Nadia berbinar-binar.

“Hah, itu yang membuatmu bahagia hari ini?” Aku melongo mendengar penjelasannya.


Sungguh konyol, akan kedatangan partner baru saja dia sudah kegirangan seperti ini.

“Dari pada itu, aku sih lebih bahagia jika menang lotre kali,” ejekku.


Nadia mencibirku, wajahnya cemberut. Aku geli melihat tingkahnya.

“Lihat saja nanti, kamu akan  tercengang melihatnya, aku pastikan seketika kamu akan melupakan pak Faisal pujaanmu itu.” Dia meledekku.

“Oh ya?” Aku membulatkan mataku.

‘Tok … tok … tok!’ Ada seseorang yang mengetok pintu ruangan kami. Seketika aku dan Nadia saling pandang.


“Jangan-jangan dia orangnya,” ungkap Nadia sambil berlari kearah pintu.

Nadia membuka pintu dengan sangat hati-hati, “Silahkan masuk,” ucapnya pada seorang lelaki yang berdiri tepat di depan pintu.


Aku seperti mengenali sosoknya, namun mataku yang sedikit minus membuatku tak bisa memastikan dengan seksama, siapa gerangan dia sebenarnya.

Setelah ia melangkah masuk dan semakin mendekat. Aku baru sadar bahwa dia adalah Randi.


Seketika mulutku menyerupai huruf O. Oh my God, sesempit inikah dunia ini, hingga aku  selalu berada dalam satu tempat dengan Randi.


Please jangan bilang jika ini jodoh, jangan, aku tidak mau berjodoh dengannya.

“Cri … Cri, hallo.” Nadia berkali, kali memanggilku, aku yang masih bergulat dengan pikiranku sendiri tidak mampu menjawab panggilannya.

“Cri …!” Dia meninggikan suaranya.

“Eh iya Nad. Maaf…,” jawabku dengan terkaget-kaget.

“Kamu malah ngelamun sih, ini lho partner baru kita. Namanya Randi. Ran ini senior kamu, namanya Criana. Eh bukan senior juga sih, soalnya dia juga baru dua bulan di sini.” Nadia mulai berlagak.

“Nad, kalau ini sih aku sudah kenal. Dia itu sahabat kecilku. Kami satu panti dulu,” ungkapku.

“Yang benar?” Nadia melongo kaget.

“Benar, aku dan Criana sahabat dari kecil,” ujar Randi menimpali. Mendengar fakta itu Nadia geleng-geleng kepala.

“Yah, jadi nyesel deh aku mengenalkan kalian,” gerutunya.


Aku dan Randi terbahak-bahak melihat tingkah laku Nadia yang lucu itu.

“Ok, Ran itu meja kamu. Silahkan mulai bekerja,” ujar Nadia dengan menunjuk pada meja yang berada tepat di seberang mejaku.

“Ok, terimakasih,” jawab Randi sambil berjalan menuju  ke meja kerjanya.

Kini aku dan Randi bekerja satu ruangan. Mejanya bahkan berada tepat di seberang mejaku. Aku lihat dia kadang mencuri pandang ke arahku. Hem ampun deh.

Ruangan seketika berubah jadi hening, kami bertiga disibukkan dengan pekerjaan masing-masing.


Hari ini aku berencana mau menyelesaikan laporannku. Laporan yang sudah moloh dari deadline, untungnya atasanku cukup sabar menghadapiku yang sedikit rada eror ini.

“Guys, waktunya makan siang!” cetus Nadia tiba-tiba.

Aku melirik jam, ternyata benar, ini waktunya kami makan siang. Kami bertiga memutuskan untuk makan siang di kantin.


Suasana kantin yang penuh sesak, membuat Nadia berinisiatif untuk mengambilkan menu makanan untuk kami. Sedang aku dan Randi menunggunya di meja nomer 5.

“Cri, benar kemaren itu pacarmu?” Randi mulai angkat bicara.

“Kenapa memangnya?” tanyaku.

“Dia pak Faisal Pranata kan? CEO di perusahaan FunBright?” tebak Randi.

“Iya betul," jawabku.

Ápa kamu tidak tahu jika dia sudah beristri?” tanya Randi.

Aku merasa pertanyaan Randi sudah menyentuh ranah pribadiku. Sontak aku naik pitam karenanya.

“Ran, kamu tidak berhak mencampuri urusanku!” Saking kesalnya, aku berbicara sambil memukul meja.


Semua orang langsung memperhatikanku, Nadia yang berada di pojok sana seperti keheranan dengan kelakuanku.

“Cri, tenang dulu,” pinta Randi berusaha meredakan emosiku yang terlanjur meletup.

Aku pergi meninggalkan kantin begitu saja. Rasa laparku hilang seketika.


Randi keterlaluan, ternyata dia menyelidiki siapa mas Faisal sebenarnya. Jika dia mengadu pada Bu Fatimah bahwa mas Faisal ternyata sudah beristri, maka tamatlah riwayatku.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status