Ch4rmer adalah sekelompok pria mapan, harta berlimpah ruah. Dengan berbagai profesi dan perbedaan usia, keempatnya tetap bisa menjadi sahabat satu frekuensi. Keempat pria tampan dan mapan itu berencana untuk mengadakan pesta perayaan persahabatan mereka yang sudah terjalin selama delapan tahun. Lokasi yang dipilih tentu saja sebuah kelab malam mewah. Tidak memerlukan banyak prosedur untuk memesan sebagian tempat di sana karena satu di antara mereka adalah pemilik kelab malam itu.
Victor Zhang, seorang pebisnis lajang. Pemilik lima kelab malam mewah dan besar yang tersebar di Shanghai, Beijing, Guangzhou, Shenzen, Chengdu. Kekayaan Victor tidak hanya sampai di sana saja. Pria berusia 29 tahun itu merupakan salah satu pewaris dan pemilik salah satu hotel besar di Shanghai. Keluarganya merupakan jajaran orang kaya yang memiliki begitu banyak aset yang tersebar di berbagai kota Tiongkok.
Louis Yu, dokter spesialis anak dan juga pewaris salah satu rumah sakit swasta terbesar di Shanghai. Pria itu berstatus lajang, berusia 30 tahun. Namun, kekasihnya tersebar hampir di segala penjuru belahan dunia.
Joe Xu, aktor muda dengan segudang prestasi membanggakan. Membintangi berbagai drama dan meledak di pasar dunia. Pria berusia 27 tahun itu telah memiliki kekasih rahasia yang tidak diketahui oleh publik.
Jeff Wu berprofesi sebagai penyanyi sekaligus produser musik. Lajang 27 tahun itu sangat selektif memilih pasangan kencan.
Mengatur waktu pertemuan mereka cukup sulit. Keempatnya memiliki kesibukan masing-masing. Victor sibuk mengurus perusahaan, beberapa kali ia juga harus pergi ke luar kota untuk mengawasi bisnisnya secara langsung. Louis menghabiskan sebagian waktunya di rumah sakit. Dokter tampan itu, menyebarkan pesonanya pada sebagian besar pasien dan juga perawat di rumah sakit tempatnya bekerja.
Joe tentu saja menghabiskan waktu di lokasi syuting. Dalam satu tahun, pria itu bisa menerima 3 sampai 4 judul drama untuk ia perankan. Jeff memilih menuangkan inspirasinya di studio musik pribadi dan juga jadwal promosi album yang cukup menyita waktu.
Akan tetapi, dua bulan lalu, mereka berempat sudah sepakat untuk mengadakan pesta dan meliburkan diri. Kesepakatan itu pula dijadikan ajang taruhan. Mereka membuat perjanjian, barang siapa yang datang paling akhir, dirinya harus bersedia dihukum. Hukumannya harus dipatuhi apa pun yang dikatakan oleh pemenang.
Keempatnya mengadakan video call.
"Tentu saja aku tidak mungkin kalah. Aku selalu datang tepat waktu," kata Victor begitu percaya diri.
"Aku sudah terlatih untuk on time, tentu saja aku tidak akan kalah." Joe berbangga diri.
"Jika pasienku tidak dalam keadaan darurat, aku tentu akan datang tepat waktu. Aku tidak akan membiarkan kalian menghukumku." Louis sangat realistis.
"Hukuman konyol dari kalian akan aku hindari sebisa mungkin. Jadi, jangan harapkan aku jadi pihak yang kalah, karena aku pasti menang." Jeff tidak mau kalah.
Mereka semua sudah sepakat untuk menerima hukuman jika salah satu di antara mereka terlambat. Sejauh ini, yang sering kali datang terlambat yaitu Louis, karena pekerjaannya sebagai dokter. Banyak kejadian darurat yang tidak bisa ia abaikan.
***
Jeff terlihat sibuk dengan lembaran kertas dan juga pena di tangannya. Menghabiskan waktu seorang diri di dalam studio kecil khusus tempatnya menulis lagu adalah hal yang menyenangkan bagi Jeff sendiri. Secara tiba-tiba, ia memiliki ide untuk menulis lirik lagu. Jeff membaca ulang lirik yang ia tulis dan tersenyum cerah. Penyanyi sekaligus produser musik itu memiliki kepercayaan diri tinggi jika lagunya kali ini akan kembali booming seperti yang sebelumnya.
"Mengesankan sekali. Lirik yang sempurna dan aku tidak sabar untuk membuat musiknya." Jeff bermonolog. Pria tampan itu menyimpan lembaran kertas itu dalam sebuah buku lalu beranjak ke luar studio untuk menghirup udara segar.
"Kau memiliki janji pertemuan dengan teman-temanmu sekitar dua jam lagi." Suang, asisten pribadi Jeff memberitahu.
"What?! Dua jam lagi?" Jeff merasa tidak percaya.
Suang mengangguk. "Kau sudah menghabiskan waktu hampir seharian di dalam studio. Kau bahkan mengabaikan waktu makan siangmu." Jeff mengurut pelipisnya.
"Aku akan segera bersiap-siap. Aku tidak boleh terlambat datang. Kau tidak perlu menyiapkan makan malam, aku akan makan malam di sana." Jeff meninggalkan Suang yang hanya patuh mengangguk.
Ini bukanlah kejadian pertama kalinya, Jeff lupa waktu ketika menulis atau membuat lagu. Bahkan, ia pernah berhari-hari tidak keluar studio demi merampungkan lagunya. Jeff sangat totalitas sebagai penyanyi dan produser.
Satu jam dihabiskan Jeff untuk bersiap. Pria itu melangkah dengan penuh percaya diri saat masuk ke dalam mobil. Jeff yakin, dirinya tidak akan datang terlambat dan mendapatkan hukuman konyol dari para sahabatnya.
***
Joe sengaja meminta cuti dua hari setelah memadatkan jadwal syutingnya dalam satu bulan. Aktor muda itu tidak ingin melewatkan waktu berkumpul bersama para sahabat dan juga tidak ingin menerima hukuman jika terlambat apalagi tidak hadir. Sebisa mungkin, ia selalu meluangkan waktu untuk bermain bersama sahabatnya yang sama-sama memiliki jadwal kerja yang sangat padat. Dalam satu tahun, saat pekerjaan mereka sibuk hanya dapat berkumpul satu kali dan itu pun hanya beberapa jam saja. Jika mereka sedang luang, meskipun tidak semua hadir, setidaknya mereka tetap bertemu dan berbincang bersama.
Joe memeluk tubuh seorang wanita sedang sibuk menyiapkan makan siang untuk mereka santap bersama. Wanita yang sudah berkencan selama tiga tahun dengannya secara rahasia. Hanya agensi, manajer dan asisten pribadi Joe sendiri yang tahu hubungan mereka. Joe belum berani untuk memublikasi hubungan mereka ke publik karena Joe takut jika kekasihnya akan dibenci oleh para fans yang kecewa. Berkencan dengan selebriti sangatlah menyulitkan, tetapi beruntung Joe memiliki kekasih yang tangguh, yang mau menerima keadaan sulit mereka.
"Kau sudah bangun?" Joe mengangguk di atas bahu wanita itu.
"Ayo duduk! Kita makan bersama. Setengah jam lagi aku harus kembali ke kantor." Joe mencebikkan bibir mendengar perkataan kekasihnya.
"Kau meninggalkanku sendirian? Aku ingin kau tetap di sini menemaniku." Joe merajuk. Joe akan berubah menjadi manja dan kekanakan ketika bersama dengan kekasihnya.
Wanita itu menaruh kedua telapak tangan ke sisi pipi Joe dan menatap aktor tampan itu dengan senyum menawan. "Maafkan aku. Aku sangat ingin menemanimu, tetapi aku tidak bisa melewatkan rapat penting siang ini. Lagi pula, nanti malam kita masih bisa bertemu. Okay!" Sebuah ciuman lembut dihadiahkan untuk Joe membuat pria itu tersenyum lagi.
"Nanti malam, aku akan bertemu dengan teman-temanku." Joe bercerita sembari memakan masakan kekasihnya.
"Baiklah. Ingat, jangan melakukan hal bodoh apa pun yang bisa merusak nama baikmu." Joe mengangguk paham.
"Apa kau juga akan pergi malam ini?" Wanita itu mengangguk. "Maafkan aku. Lagi-lagi, aku tidak bisa menemanimu." Joe merasa sangat bersalah.
Wanita itu terkekeh. "Jangan mendramatisir keadaan. Bukan kali pertama, situasi seperti ini. Aku sudah sangat mengerti dan paham. Kau tidak perlu merasa bersalah. Ini konsekuensi yang harus kita tanggung berdua." Joe mengangguk. Aktor tampan itu beruntung memiliki seorang wanita yang berhati luas, memiliki kesabaran tiada batas dan begitu tangguh berdiri di belakangnya selama tiga tahun terakhir tanpa status jelas di mata semua orang.
"Aku mencintaimu," ucap Joe tulus. Wanita itu tersenyum manis sembari menggigit dinding mulutnya kuat. "Aku juga mencintaimu."
Jam sudah menunjukkan pukul 18.15 waktu setempat. Joe sedang bersiap-siap. Pria itu mematut penampilan di cermin dan memastikan semuanya baik. Pakaian malam ini disiapkan oleh kekasih hatinya. Joe mengedipkan sebelah mata ke cermin lalu memasang kaca mata serta masker hitam menutupi sebagian wajahnya agar tidak terlalu mencolok ketika masuk ke dalam kelab.
***
Dalam balutan jas putih, Louis berjalan santai menyapa ramah satu per satu anak-anak yang sedang berjalan-jalan membuang rasa bosan di koridor. Dokter tampan itu sangat menawan. Tidak hanya disukai oleh anak-anak, tetapi ia juga dicintai para suster dan beberapa orang tua dari pasiennya.
Lengan Louis dicekal oleh seseorang. Louis melirik sekilas lalu tersenyum mengikuti arahan dari orang itu. Keduanya kini berada di lorong yang cukup sepi. Louis melingkarkan lengannya pada pinggang seorang dokter cantik yang juga rekan kerjanya.
"Ada apa mencariku?" Jemari Louis mengelus lembut sebagian wajah Ning Ning.
Ning Ning sendiri menarik ujung dagu Louis mendekat ke arahnya dengan tatapan menggoda. "Apa kau senggang malam ini?" Louis tersenyum.
"Sayangnya, malam ini aku memiliki acara penting. Bagaimana jika lain kali?" Louis memberi penolakan dengan bahasa yang cukup halus.
"Apakah aku bisa memegang ucapanmu?" tanya Ning Ning dengan raut wajah sedikit kecewa.
Louis mengecup bibir Ning Ning sekilas dan menggosok pipi wanita itu lembut. "Kau bisa menagihnya kapan saja." Louis melepaskan pelukannya dan berjalan meninggalkan Ning Ning yang tersenyum penuh arti di belakangnya.
Dokter tampan itu segera meninggalkan rumah sakit setelah ia menyelesaikan pekerjaannya memeriksa semua pasien hari itu. Louis tersenyum cerah karena ia bisa pulang tepat waktu dan tentunya tidak akan terlambat datang ke pertemuan bersama para sahabatnya.
***
Dering ponsel Victor terus berbunyi membuatnya harus menjeda untuk sementara pekerjaan yang sedang ia lakukan. Victor fokus membaca lembaran berkas-berkas berisi laporan yang diberikan para staf perusahaannya. Pengusaha tampan itu menggeser tombol hijau pada layar saat melihat nama yang tertera di sana.
"Kau di mana?" tanya seseorang di seberang telepon itu.
"Kantorku. Ada apa?" Victor bertanya balik.
Terdengar suara tawa yang cukup keras yang sangat dikenal oleh Victor.
"Akhirnya, kau mendapat giliran juga untuk dihukum. Kau tentu tidak melupakan jadwal kita malam ini, bukan?" Suara Louis terdengar sangat sombong. Victor segera berdiri dari tempat duduknya.
"Oh, sial! Aku melupakannya. Aku segera ke sana sekarang juga." Tanpa aba-aba, Victor menekan tombol merah untuk mematikan sambungan telepon mereka.
"Ketiga orang itu pasti sudah menyiapkan hukuman tidak masuk akal untukku. Astaga! Ini sangat menyebalkan. Mengapa aku bisa melupakan jadwal pertemuan malam ini? Sial sekali!" Victor menggerutu sepanjang ia berjalan menuju mobilnya.
***
Louis, Jeff dan Joe duduk santai sembari menikmati minuman alkohol di depan mereka. Arloji masing-masing sudah menunjukkan pukul 21.25 waktu setempat. Orang pertama yang sampai di sana adalah Jeff, lalu Louis, disusul oleh Joe dan yang terakhir, yang pasti merasakan hukuman, tentu saja Victor. Ketiga sahabat itu sangat puas saat tahu jika orang yang mendapatkan hukuman adalah Victor.
Enam pasang mata menatap satu titik. Seorang pria berjalan bak supermodel melewati puluhan orang yang sedang asyik bergerak meliukkan tubuh menikmati irama musik. Ekspresi masam tercetak jelas di wajah Victor saat menyapa ketiga sahabatnya yang terlihat begitu puas menertawainya.
"Welcome my brother!" teriak Joe yang sangat semringa menyambut kedatangan Victor.
"Selamat, Brother! Kau terlambat 28 menit." Jeff menyindir Victor tanpa belas kasih.
"Bersiaplah menerima hukumanmu," goda Louis membuat Victor mendengkus.
'Sial! Mereka pasti telah menyiapkan hukuman tidak jelas untukku. Baru kali ini, aku merasakan kalah taruhan.' Victor menggerutu di dalam batinnya.
***
JANGAN LUPA TINGGALIN JEJAK KALIAN DI SINI!!!
"Xiao xiao mengundang kita untuk datang ke pestanya lusa malam." Ji Mei memberi tahu pada Lilian pada saat mereka berdua sedang bersiap untuk pergi ke kantor. Lilian menoleh lalu mengerutkan dahi. "Pesta? Apakah dia berulang tahun? Atau merayakan untuk kenaikan jabatan?" Ji Mei menggoyangkan telunjuknya ke kanan kiri. "Dia mengadakan pesta untuk melepas masa lajang." Lilian melotot mendengarnya. "Kau yakin?" Lilian memastikan. Ji Mei mengangguk sambil tersenyum kecut. "Aku sungguh iri padanya. Dia akan menikah dengan seorang pengusaha kaya raya. Sungguh beruntung hidupnya. Bekerja di toko roti, lalu bertemu 'pangeran kaya raya' dan diajak menikah. Ah- terasa seperti dongeng." Ji Mei mengungkapkan isi hatinya."Wah, benar-benar mengesankan. Kisah cintanya sangat mulus. Aku juga iri," ungkap Lilian. "Kau akan mengajak Oscar?" tanya Ji Mei. Lilian mengangguk. "Ya. Dia pasti tidak akan menolak untuk menemaniku di sana. Bagaimana denganmu?" Ji Mei tersenyum masam."Kau menanyakan itu
Enam pasang mata menatap satu titik. Seorang pria berjalan bak supermodel melewati puluhan orang yang sedang asyik bergerak meliukkan tubuh menikmati irama musik. Ekspresi masam tercetak jelas di wajah Victor saat menyapa ketiga sahabatnya yang terlihat begitu puas menertawainya. "Welcome to the club, my brother!" teriak Joe yang sangat semringah menyambut kedatangan Victor. "Selamat, Brother! Kau terlambat 28 menit." Jeff menyindir Victor tanpa belas kasih. "Bersiaplah menerima hukumanmu," goda Louis membuat Victor mendengkus. 'Sial! Mereka pasti telah menyiapkan hukuman tidak jelas untukku. Baru kali ini, aku merasakan kalah taruhan.' Victor menggerutu di dalam batinnya.Victor memasang ekspresi wajah masam. Penampilan Victor benar-benar menunjukkan jati diri sebagai seorang pimpinan sebuah perusahaan yang selalu berpakaian formal, kemeja, dasi, celana kain, jas dan sepatu hitam mengkilap. Louis menuangkan champagne ke dalam sebuah gelas lalu menyodorkannya kepada Victor. "Kau
Ji Mei pamit untuk pergi ke toilet. "Aku akan ke toilet sebentar." teriak Ji Mei di samping telinga Lilian. Wanita itu menoleh dan menatap Ji Mei. "Kau mau aku temani?" Ji Mei menggeleng. Menolak tawaran Lilian. "Tidak perlu. Kau bersenang-senang saja di sini. Lagipula, di sini sangat aman. Kau tidak perlu khawatir. Aku akan segera kembali." Lilian mengangguk. Ji Mei pergi meninggalkan Lilian dengan membawa serta tasnya. Wanita itu sudah tidak tahan untuk membuang air kecil. Suhu ruangan yang rendah serta pakaiannya cukup terbuka membuat keinginan buang air semakin besar. Ji Mei melewati beberapa meja. Tidak jarang ia mendapatkan godaan dari pria hidung beelang, tetapi tidak ada yang ditanggapi olehnya. Wanita itu terus berjalan menuju toilet. Ji Mei sudah beberapa kali ke kelab malam ini, ia juga memiliki akses VVIP sehingga bisa memakai fasilitas toilet yang hanya bisa dipakai pemilik akses VVIP saja, tidak perlu mengantre bersama tamu lainnya seperti toilet umum yang ada di luar
Joe memicingkan mata, memastikan jika ia tidak salah melihat orang. Meskipun ditutupi oleh topeng putih, Joe masih bisa mengenalnya dengan baik. Aktor tampan itu meminta izin kepada dua sahabatnya untuk pergi sebentar. Tidak mengatakan tujuan spesifiknya kepada Louis dan Jeff. Kedua sahabatnya pun tidak ambil pusing dengan kepergian Joe. Mereka pikir, Joe hanya ingin buang air kecil yang sangat manusiawi. Joe rela melewatkan momen hukuman Victor demi memastikan sesuatu. Langkah kakinya menyusuri tempat sepi. Beberapa penjaga yang sudah mengenal baik dirinya mempermudah seluruh akses untuk Joe dalam kelab itu. Berjalan mengendap-endap mengikuti perjalanan seseorang yang berada di depannya. Joe sudah sangat yakin jika dirinya tidak akan salah orang. Wajah Joe berseri. Senyumannya merekah cerah. Waktu larut malam, tidak mengendorkan semangatnya. Joe sengaja menarik dan membekap mulut wanita yang baru saja keluar dari toilet untuk kembali masuk ke sana. Tidak disangka jika wanita itu k
Ada dua alasan mengapa Louis masih duduk manis menyesapi champagne di kelab. Alasan pertama, karena masih ingin bersenang-senang, mencari mangsa untuk menemaninya tidur malam ini. Alasan kedua, Louis menunggu Joe yang tak kunjung kembali sudah lebih dari 20 menit. Dompet Joe masih berada di atas meja. Kebiasan buruk aktor tampan itu ketika berkumpul bersama para sahabat dan juga kru drama atau film, jika ingin pergi ke toilet ia akan meninggalkan dompetnya di atas meja tempat mereka berkumpul. Mata Louis berkeliling menelisik satu per satu penampilan wanita yang berjalan menggoda di depannya. Meskipun Louis sering berganti wanita untuk kencan, tetapi ia juga sangat selektif untuk memilihnya. Bentuk tubuh, ukuran dada dan juga bokong harus seimbang di matanya. Ketika Louis ingin beranjak dari tempat duduknya untuk turun ke lantai dansa, Joe muncul. Jika orang awam yang menilai penampilan Joe saat itu, tentu tidak merasa ada yang aneh atau janggal, tetapi Louis dengan seribu pengalam
Lilian sudah membersihkan diri. Penampilannya kini sudah sangat segar. Ji Mei telah membalas pesannya semalam dan mengatakan jika semalam ia harus pergi menginap ke rumah saudaranya secara mendadak. Tidak ada alasan untuk Lilian tidak mempercayainya. Dengan ditemani satu mangkok mie tomat dan segelas jus jeruk, Lilian duduk manis di meja makan. Komikus cantik itu setiap hari memiliki rutinitas untuk mengecek peringkat komiknya. Kedua ujung bibir Lilian tertarik ke atas. Komiknya masih masuk dalam 3 judul terpopuler. Lilian lalu beralih untuk melihat e-mail. Manajernya mengirimkan draft surat perjanjian pembelian hak adaptasi untuk komiknya. Lilian bisa hidup berkecukupan karena tiga judul komiknya telah diadaptasi ke sebuah series atau drama animasi. Rating untuk drama animasi itu pun memuaskan sehingga pundi-pundi uang terus berdatangan padanya. Hanya saja, sampai saat ini, Lilian belum ingin menunjukkan wajahnya secara langsung kepada para pembaca setia komiknya. Lilian telah dides
Ji Mei berdiri gugup di samping Joe. Ketiga pria di depannya terasa seperti bukan manusia karena kadar ketampanan yang cukup tinggi. Mulutnya seakan kaku untuk terbuka dan memberi sapaan. Ji Mei sudah terbiasa hidup dengan pria tampan seperti kekasihnya, Joe. Akan tetapi, dirinya tetap saja lemah ketika terserang tiga visual sekaligus. Ji Mei menatap satu per satu sahabat Joe. Salah satu, di antara ketiga orang itu Ji Mei mengenalnya karena pria itu adalah seorang penyanyi terkenal. "Ketiga pria ini adalah sahabatku." Joe menoleh ke arah Ji Mei melihat ekspresi kekasihnya yang gugup, tersipu serta salah tingkah. Joe sedikit kesal melihat respon Ji Mei. "Pria dengan kemeja putih itu adalah pria tertua di antara kami berempat. Louis Yu, seorang dokter spesialis anak, pewaris Shanghai Hospital." Louis tersenyum manis sambil mengangkat telapak tangannya menyapa Ji Mei. "Pria dengan kemeja bermotif itu, kau pasti mengenalnya, bukan?" Joe melirik Ji Mei yang mengangguk kaku di sampingnya
"Kau sangat aneh? Ada apa sebenarnya? Apa ada yang terjadi semalam?" selidik Ji Mei pada Lilian. Wanita dengan penampilan modis dan seksi itu tampak menghela napas berat lalu menggeleng. "Semuanya baik-baik saja. Hanya saja, ada beberapa hal yang mengganggu pikiranku." Lilian tidak ingin menceritakan kejadian ciuman semalam pada Ji Mei."Lalu ... apa maksud ucapanmu tadi?" desak Ji Mei penasaran.Lilian kembali menggeleng. "Aku hanya asal bicara. Lupakan saja." Ji Mei memicing ke arah Lilian yang menghindari tatapannya. "Lalu, sejak kapan kau menggambar seperti ini? Menggambar karakter manusia dengan sangat jelas? Apa kau akan mengubah genre cerita komikmu?" Ji Mei mencoba mengorek informasi lebih detail. "Aku hanya asal menggambar. Aku tetap mencintai nagaku. Tapi aku harus meluruskan informasi padamu bahwa aku sudah pernah membuat komik Xianxia seorang raja iblis tampan dan peri bunga yang cantik. Bahkan akan diangkat menjadi drama." Ji Mei menelan saliva mendengar penjelasan det